Pertanyaan 3:
Jika seseorang niat dari siang hari ini untuk puasa besok apakah puasanya sah?
Jawab:
Tentang hal ini ada dua pendapat.
Pendapat pertama: Bahwa yang demikian tidak sah, ini satu riwayat Imam Ahmad, karena seseorang yang berpuasa Ramadhan berniat setiap hari dari malam hari, berdasar lafadz hadits:
لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ مِنْ اللَّيْلِ
“Tidak ada puasa bagi orang yang tidak menetapkan puasa dari malam.”
Pendapat kedua: Sah puasanya, kecuali kalau ia membatalkan niatnya tersebut, berdadsarkan keumuman hadits “إنما الأعمال بالنيات” (Amalan itu tergantung pada niat). Inilah pendapat yang rajih (kuat). Wallahu a’lam.
Lihat Al Mughni (4/336), Syarh Kitab Ash Shiyam min Al ‘Umdah (1/196).
NIAT PUASA KEMUDIAN PINGSAN
Pertanyaan 4:
Bagaimana puasanya orang yang telah niat puasa kemudian dia mengalami pingsan?
Jawab:
Dalam hal ini perlu dirinci kondisi pingsan yang dia alami.
Pertama: Jika dia mengalami pingsan seluruh waktu siangnya, maka tidak sah puasanya karena pada dirinya tidak mengalami imsak (menahan diri) dari makan dan minum. Sementara Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda (hadits qudsi):
يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى
“Dia meninggalkan makanannya dan minumnya serta syahwatnya dikarenakan Diriku.” (HR. Al Bukhari-Muslim, dari hadits Abi Hurairah)
Karena puasa memiliki rukun (niat dan imsak), kalau hanya niat saja maka tidak cukup, sebagaimana imsak saja tanpa niat juga tidak sah.
Pendapat inilah yang dipegangi Imam Ahmad, Asy Syafi’i, dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qudamah, Syaikh Utsaimin.
Perlu diketahui, bahwa untuk kondisi pertama ini maka kewajibannya adalah mengqodho’nya menurut pendapat jumhur, karena ia tetap termasuk mukallaf (terkena syari’at), sedangkan pingsan itu tak ubahnya seperti kondisi sakit, maka berlaku ayat:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (safar) lalu ia berbuka, maka baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Q.S Al Baqarah: 184)
Kedua: Adapun jika dia mengalami pingsan pada sebagian waktu siangnya saja maka pendapat Hanabilah dan salah satu pendapat Asy Syafi’i bahwa puasanya sah, hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Syaikhul Islam di “Syahril Umdah (1/47)”, beliau berkata:
“Imsak (menahan diri) tidak terjadi kecuali dalam kondisi ada akal dan tidaklah kita mensyaratkan adanya imsak itu seluruh waktu siang, bahkan cukup dengan sebagiannya karena sudah masuk dalam hadis “ يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى”
Wallahu a’lam bishowab.
Lihat: Al Mughni (4/343), Syahrul Mumti’ (6/365), Al Inshaf (3/264)
Al Muhalla (3/360), Syahrul Umdah (1/47)
Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Rifa’i
4 Ramadhan 1434 H, Ma’had Daarus Salaf Al Islamiy Bontang.