Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

hukum menabung di bank ribawi

12 tahun yang lalu
baca 5 menit
Hukum Menabung di Bank Ribawi

Seseorang memiliki sejumlah uang dan menyimpannya di bank demi keamanan hartanya dan agar bisa menunaikan zakatnya bila telah berlalu satu haul. Bolehkah hal yang seperti ini? Berikanlah penjelasan kepada kami. Jazakumullah khairan.

 Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:

Tidak boleh menyimpan di bank-bank ribawi meskipun tidak mengambil bunganya. Karena hal ini mengandung sikap tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah Subhanahu wa ta’ala sungguh telah melarang hal tersebut. Namun, bila seseorang terpaksa melakukannya dan tidak mendapatkan tempat untuk menjaga hartanya kecuali di bank-bank ribawi, maka tidak mengapa insya Allah, karena darurat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (Al-An’am: 119)

Bila dia mendapatkan suatu bank Islami atau tempat aman yang tidak mengandung unsur tolong-menolong dalam dosa dan ketakwaan, di mana dia bisa menyimpan hartanya di sana, tidak diperbolehkan baginya menyimpan hartanya di bank ribawi. (Majmu’ Fatawa Ibn Baz, 19/414, pertanyaan no. 253)

 

 TRANSFER UANG MENGGUNAKAN JASA BANK

 Apakah dibolehkan menabung di bank yang bermuamalah dengan riba bila seorang muslim mengkhawatirkan dirinya? Dan apakah hukum bermuamalah dengan bank tersebut pada perkara yang tidak mengandung riba, semacam transfer uang ke luar atau dalam negeri, yang di dalamnya terkandung maslahat untuk kami (muslimin) terbatas pada bank tersebut?

 Jawab:

Pertama, menabung uang di bank-bank tersebut yang bermuamalah dengan riba tidaklah dibolehkan walaupun tidak mengambil bunganya. Karena di dalamnya terdapat unsur saling membantu dalam hal dosa dan permusuhan, sementara Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah: 2)

Kecuali bila seorang muslim khawatir hartanya hilang (kecurian atau semacamnya, ed.) dan tidak mendapatkan cara lain untuk menjaganya kecuali di bank riba, maka diperbolehkan baginya untuk melakukannya, tanpa adanya bunga atas tabungan itu. Hal ini dalam rangka mengambil mudharat yang lebih kecil dan menangkal mudharat yang lebih besar.

Kedua, bermuamalah dengan bank yang memakai riba dalam hal yang mubah semacam mengirim/mentransfer uang adalah boleh ketika dibutuhkan untuk itu. Adapun berhubungan dengan bank dalam hal yang haram, tidaklah diperbolehkan.

Allah llah yang memberi taufiq, semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad.

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, wakil: Abdurrazzaq ‘Afifi, anggota: Abdullah bin Qu’ud (Fatawa Al-Lajnah, 13/351-352, fatwa no. 4997)

 

BAGAIMANA MEMANFAATKAN BUNGA BANK

 Seseorang memiliki bunga (bank) dalam jumlah yang besar –semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menyucikan kita dan melindungi muslimin darinya–. Apakah boleh dia menyalurkannya untuk kegiatan-kegiatan yang baik, seperti membangun perguruan tinggi syariah atau madrasah tahfidzul Qur’an secara khusus, dan kegiatan-kegiatan baik lainnya secara umum? Dan apakah membangun masjid dengannya haram atau makruh, atau hanya kurang baik? Berikan fatwa kepada kami, semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menambahkan ilmu kepada Anda sekalian.

 

Jawab:

Bunga riba termasuk harta yang haram. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)

Seseorang yang memiliki sesuatu dari harta tersebut hendaknya berusaha membersihkan diri darinya, dengan menginfakkannya pada hal yang bermanfaat bagi muslimin. Di antaranya membangun jalan, membangun sekolah, dan memberikannya kepada orang-orang fakir. Adapun masjid, tidak boleh dibangun dari harta riba. Tidak halal pula bagi seseorang untuk senantiasa mengambil atau memanfaatkan bunga.

Wabillahit taufiq, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wasallam.

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Shalih Al-Fauzan, Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh, Bakr Abu Zaid

(Fatawa Al-Lajnah, 13/354, fatwa no. 16576)

 

Apakah boleh seseorang meminta bunga dari uang seseorang yang telah meninggal –yang dahulu ditabungkan– ketika uang itu hendak diambil? Kalau tidak boleh, apakah bunga bank tersebut dibiarkan diambil oleh bank tersebut, baik untuk kepentingan bank atau selainnya?

 

Jawab:

Bila seorang muslim wafat dan meninggalkan harta di sebagian bank ribawi di mana ada bunganya, ahli waris atau para walinya yang lain tidak boleh mengambil bunga tersebut untuk kepentingan mereka, karena Allah Subhanahu wa ta’ala mengharamkan riba. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam juga melaknat orang-orang yang memakannya, menulisnya, dan menjadi saksinya.

Namun jangan biarkan bunga itu ada di bank tersebut, bahkan ambil dan salurkanlah secepatnya pada kegiatan-kegiatan kebaikan. Seperti menyantuni orang fakir, melunasi utang orang yang kesulitan membayarnya, dan sejenisnya. Bagi orang yang berwenang terhadap pokok harta tersebut, hendaknya mengambilnya dari bank. Karena keberadaannya di bank adalah salah satu bentuk saling membantu dalam dosa dan permusuhan. Kecuali bila terpaksa untuk tetap menyimpannya di sana, maka tidak mengapa namun tanpa bunga, seperti jawaban pertanyaan pertama yang telah lalu.

Wabillahit taufiq, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad, wa alihi wshahbihi wasallam.

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, wakil: Abdurrazzaq Afifi, anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud

Dalam permasalahan seseorang yang menyimpan uang di bank dan ia mengetahui haramnya riba, apakah ia harus mengambil uangnya saja atau beserta ribanya, terdapat perbedaan pendapat. Asy-Syaikh Al-Albani t menyatakan dalam kaset Silsilatul Huda wa Nur (no. 231), bahwa ada yang berpendapat riba tersebut tidak diambil secara mutlak, adapula yang berpendapat boleh diambil dan diberikan kepada fuqara. Ada lagi yang berpendapat riba tersebut boleh diambil tapi jangan dimanfaatkan olehnya secara pribadi. Namun riba tersebut hendaknya diberikan untuk pembuatan fasilitas umum yang dimanfaatkan oleh masyarakat secara bersama seperti jalan atau saluran air, dan yang sejenisnya.

http://asysyariah.com 

Oleh:
Admin