Oleh Al-Ustadz Abdullah bin Mudakir Al-Jakarty
Para ulama berselisih pendapat tentang membaca Basmalah ketika berwudhu,
Pendapat pertama: Hukumnya sunnah, ini pendapatnya jumhur (mayoritas ulama). Mereka berdalil, bahwa hadits
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ
“Tidak ada shalat (tidak sah) orang yang shalat tanpa berwudhu dan tidak ada wudhu (tidak sah) wudhunya seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud no. 101, Ibnu Majjah no. 397, dan at-Tirmidzi no. 25 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di Irwa’ no. 81 dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
yang menunjukkan wajibnya dipalingkan oleh sebuah ayat. Allah Ta’aala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (al-Maidah : 6)
Allah tidak menyebutkan pada ayat ini membaca Basmalah ketika berwudhu. Begitu juga pada hadits-hadits yang menerangkan tentang wudhunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak disebutkan membaca Basmalah ini menunjukkan hukumnya sunnah.
Pendapat Kedua: Hukumnya wajib bagi yang ingat dan tidak bagi yang lupa, Ini pendapatnya Imam Ahmad dalam sebuah riwayat, pendapatnya Ishaq bin Raahawaih. Dalil mereka hadits ini
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ
“Tidak ada shalat (tidak sah) orang yang shalat tanpa berwudhu dan tidak ada wudhu (tidak sah) wudhunya seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud no. 101, Ibnu Majjah no. 397, dan at-Tirmidzi no. 25 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di Irwa’ no. 81 dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
dibawa kepada orang yang ingat dan ayat serta hadits tentang udzur bagi orang yang lupa dibawa bagi orang yang lupa membaca Basmalah ketika berwudhu seperti firman Allah Ta’aala:
رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.” (al-Baqarah:286)
Pendapat Ketiga: Hukumnya wajib pada setiap kondisi, apabila lupa maka batalah wudhunya, ini pendapatnya Az-Zhaahiriyah dan riwayat dari Imam Ahmad. Dalil mereka hadits diatas menunjukkan atas syartiyah menafikan (meniadakan) sahnya wudhu kecuali dengan membaca Basmalah dan ini mutlak tidak ada perbedaan antara orang yang lupa dan ingat.
Pendapat Keempat: Bukan sunnah, ini pendapatnya Abu Hanifah dan Imam Malik dalam salah satu dari dua riwayat, disana ada riwayat darinya, beliau berkata: Bid’ah. Dan riwayat darinya, mubah tidak ada keutamaan bagi yang melakukannya atau meninggalkannya. Dalil mereka dikarenakan tidak tsubut (tetapnya) hadits-hadits bab (diantaranya hadits diatas) dan hadits-hadist yang menerangkan tentang wudhunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ada yang menyebutkan membaca Basmalah sedangkan hadits-hadits tersebut hadits-hadits shahih yang dikeluarkan oleh al-Imam Bukhari dan Muslim atau salah satu dari keduanya.
Yang rajih (kuat/terpilih)
Wallahu a’lam bish shawwab Pendapat yang mengatakan sunnah pendapat yang kuat.
Berkata al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
أحاديث التسمية على الوضوء أحاديث حسان
“Hadits-hadits tentang membaca Tasmiyah (membaca Basmalah) ketika wudhu; hadits-hadits yang hasan.” (Maanarul Muniif no 217)
Berkata al-Imam Syaukani rahimahullah setelah mnyebutkan hadits diatas:
وهذه الطرق يقوي بعضها بعضا فتصلح للاحتجاج بها
“Dan jalan-jalan (riwayat) ini saling menguatkan sebagian dengan sebagian yang lainnya, maka boleh untuk berhujah dengannya.” (Sailul Jaarar :1/213)
Berkata asy-Syaikh al-AlBani rahimahullah tentang hadits diatas (hadits tentang membaca Basmalah): “Hasan” (Al-Irwa’ no 81) dan berkata juga:
وبالجملة؛ فالحديث- بطرقه وشواهده تطمئن النفس إلى ثبوته وصحته
“Secara garis besar, maka hadits dengan jalan-jalanya dan syawahidnya (penguat-penguatnya) membuat jiwa tenang kepada tsabit (tetapnya) dan shahihnya (hadits tersebut –ed).” (Shahih Abu Dawud no 90)
Berkata al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah:
وإن صح ذلك فيحمل على تأكيد الاستحباب ونفي الكمال بدونها
“Dan jika shahih maka dibawa kemakna atas penekanan sunnahnya dan peniadaan kesempurnaan tanpanya.” (Mugni:1/85)
Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah merajihkan sunnah membaca Basmalah ketika berwudhu (Syarhul Mumti’:1/358). Wallahu a’lam bish shawwab.
Lalu bagaimana hukum membaca bismillah ketika berwudhu di toliet?
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan dibaca di dalam hati. Adapun Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya dengan pertanyaan: “Apakah seseorang terputus berdzikir sama sekali ketika berada di hammaam (wc) walau di dalam hatinya?Maka beliau menjawab,
وقال الشيخ عبد العزيز بن باز :
الذِّكر بالقلب مشروع في كل زمان ومكان ، في الحمَّام وغيره ، وإنما المكروه في الحمَّام ونحوه :
ذكر الله باللسان تعظيماً لله سبحانه إلا التسمية عند الوضوء فإنه يأتي بها إذا لم يتيسر الوضوء خارج الحمَّام ؛
لأنها واجبة عند بعض أهل العلم ، وسنة مؤكدة عند الجمهور .
” فتاوى الشيخ ابن باز ” ( 5 / 408 )
“Dzikir di dalam hati disyariatkan pada setiap waktu dan tempat. Pada saat di wc atau selainnya. Dimakruhkan pada saat di wc dan yang semisalnya berdzikir (dzikrullah) dengan lisannya sebagai pengagungan terhadap Allah -subhaanah- kecuali ketika berwudhu, dia harus mendatangkannya (membacanya –ed) apabila tidak mudah baginya berwudhu di luar wc; dikarenakan membaca bismillah ketika berwudhu hukumnya wajib menurut sebagian ulama dan sunnah muakad menurut jumhur (mayoritas ulama).” (Fatawaa’: 5/408)
Wallahu a’lam bish shawwab.
Sumber : http://tauhiddansyirik.wordpress.com