TATA CARA SHALAT BAGI ORANG YANG SAKIT
Berikut ini beberapa poin ringkas tentang tata cara shalatnya orang yang sakit, sebagai lanjutan pembahasan tata cara bersuci yang telah lalu. Semoga poin-poin yang ringkas ini bermanfaat dan menjadi amal shalih yang diterima oleh Allah ta'ala:
1. Kewajiban Shalat Dengan Berdiri, Walaupun Dalam Kondisi Sakit.
Al-'Allâmah Ibnu 'Utsaimin rahimahullah mengatakan,
يجب على المريض أن يصلي الفريضة قائما و لو منحنيا أو معتمدا على جدار أو عصا يحتاج إلى الاعتماد عليه.
"Wajib atas orang yang sakit menegakkan shalat wajib dengan berdiri.¹
Walaupun (dengan sebab sakitnya, dia shalat wajib dengan berdiri-pen.) sambil membungkuk (tidak berdiri tegak), atau (berdiri terbantu dengan) bersandar kepada tembok, atau bertumpu kepada tongkat yang dia butuh untuk bersandar kepadanya."
[Minal Ahkâm al-Fiqhiyyah Fith Thahârah Wash Shalâh: hal 27]
----------------------
Catatan Faidah:
▪️ Adapun Shalat Sunnah (bukan yang wajib), maka boleh bagi seseorang shalat dengan berdiri atau duduk; karena hukum shalat sunnah dengan berdiri tidak wajib. Berlandaskan dalil yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dahulu shalat sunnah, terkadang dengan duduk tanpa adanya udzur. [Lihat : al-Mulakhkhsh al-Fiqhi, 64. Cet. Dâr Ibnil Jauzi KSA]
▪️ Namun Jika dia shalat sunnah dengan duduk tanpa ada udzur, maka dia hanya mendapatkan 1/2 pahala dari orang yang shalat sunnah dengan berdiri. Kecuali jika duduk karena udzur, maka dia mengambil pahala sempurna seperti yang berdiri. [Lihat : asy-Syarhul Mumti': 2/613]
2. Bolehnya Shalat Dengan Duduk, Jika Tidak Mampu Berdiri.
Al-'Allâmah Ibnu 'Utsaimîn rahimahullah mengatakan,
فإن كان لا يستطيع القيام صلى جالسا، و الأفضل أن يكون متربعا في موضع القيام و الركوع.
"Dan jika dia tidak mampu shalat wajib dengan berdiri, maka dia shalat dengan duduk.
Dan yang lebih utama dia duduk dengan cara bersila pada posisi berdiri dan ruku'nya¹."
[Minal Ahkâm al-Fiqhiyyah Fith Thahârah Wash Shalâh: hal 27]
------------------------
Catatan Faidah:
- Ketentuan seseorang tidak mampu berdiri adalah, ketika shalat dengan berdiri, dia akan ditimpa keberatan dan kesulitan yang hal itu akan menghilangkan kekhusyu'an dan tuma'ninah dalam shalatnya. (dan ini yang dikuatkan oleh asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimîn dalam asy-Syarhul Mumti' : 2/614)
- Seorang yang tidak mampu shalat berdiri dan menggantinya dengan duduk, maka pahalanya tetap sempurna baginya dan tidak berkurang; karena dia termasuk golongan orang yang diberi udzur.
- Tidak ada baginya model duduk tertentu, bahkan tetap sah shalatnya dengan macam-macam duduk yang ada. Namun yang lebih afdhal dengan cara duduk bersila atau dengan iftirasy.
- Adapun Ruku'nya orang yang shalat dengan duduk adalah, minimalnya ia mendoyong atau membungkuk sampai batas wajahnya berhadapan dengan lantai yang berada di depan kedua lututnya. Adapun ketika sujud, dia bersujud seperti sujudnya orang yang shalat dengan berdiri.
- Namun Jika dia tidak mampu melakukan Ruku' dan Sujud, maka ia lakukan gerakan membungkuk yang memungkinkan bagi dirinya. Dan hendaklah posisi membungkuk ketika sujud lebih dekat ke arah lantai daripada membungkuk ketika ruku'; agar terbedakan antara 2 gerakan shalat tersebut.
[Disarikan dari Kitab Raudhatuth Thâlibîn Lin Nawawi: 1/340-342, cet. Dârul Kutub al-'Ilmiyyah Beirut]
Tata Cara Shalat Bagi Yang Tidak Mampu Berdiri Atau Duduk.
3. Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah mengatakan,
فإن كان لا يستطيع الصلاة جالساً صلى على جنبه متوجهاً إلى القبلة، والجنب الأيمن أفضل، فإن لم يتمكن من التوجه إلى القبلة صلى حيث كان اتجاهه، وصلاته صحيحة، ولا إعادة عليه.
"Jika orang yang sakit tidak mampu shalat dengan duduk, maka dia shalat dengan keadaan berbaring di atas salah satu sisi tubuh dalam keadaan menghadap kiblat, Dan sisi tubuh yang sebelah kanan lebih utama.¹
Namun jika dia tidak mampu menghadap ke arah kiblat, maka dia shalat menghadap ke arah mana dia menghadap, shalatnya sah, dan tidak perlu mengulang."
4. Beliau Mengatakan,
فإن كان لا يستطيع الصلاة على جنبه صلى مستلقياً رجلاه إلى القبلة، فإن لم يستطع أن تكون رجلاه إلى القبلة صلى حيث كانت، ولا إعادة عليه.
"Jika dia tidak mampu shalat dengan berbaring di atas sisi tubuh, maka dia shalat dengan berbaring terlentang dengan kedua kakinya mengarah ke arah kiblat.
Jika dia tidak mampu untuk menjadikan kedua kakinya menghadap ke arah kiblat, maka dia shalat dengan ke mana arah kakinya mengarah, dan tidak perlu mengulang shalat."²
[Minal Ahkâm al-Fiqhiyyah Fith Thahârah Wash Shalâh, hal. 27]
--------------------------------
Catatan:
¹ Ini seperti posisi tubuh mayit dalam kubur. Dan jika dia berbaring di sisi sebelah kiri pun, maka tetap sah , namun dia telah menyelisihi Sunnah. (lihat Raudhathu at-Thalibin : 1/236 )
² Dia berbaring terlentang dan kedua kaki menghadap kiblat, dengan meninggikan sedikit kepalanya dengan bantal tidurnya; agar kepalanya terangkat dan mengarah ke arah kiblat. (Lihat Raudhathu at-Thalibin : 1/237, dengan sedikit tambahan.)
5. Tata Cara Ruku' Dan Sujud Bagi Orang Yang Sakit.
Al-'Allâmah Ibnu 'Utsaimin rahimahullah mengatakan,
يجب على المريض أن يركع و يسجد في صلاته، فإن لم يستطع أومأ بهما برأسه، و يجعل السجود أخفض من الركوع. فإن استطاع الركوع دون السجود ركع حال الركوع و أومأ بالسجود. و إن استطاع السجود دون الركوع سجد حال السجود و أومأ بالركوع.
"Wajib bagi orang yang sakit untuk melakukan ruku' dan sujud ketika shalat.¹
1- Jika dia tidak mampu, maka dia menggunakan isyarat dengan kepalanya untuk gerakan ruku' dan sujud. Dan dia menjadikan isyarat kepalanya saat sujud lebih rendah posisinya dari posisi saat ruku'.²
2- Jika orang yang sakit mampu untuk ruku' tapi tidak mampu untuk sujud, maka dia mengambil posisi ruku' saat masuk gerakan ruku' dalam shalat, dan memberi isyarat merunduk dengan kepalanya untuk gerakan sujud.
3- Dan jika orang yang sakit mampu untuk sujud, tapi tidak mampu untuk ruku', maka dia bersujud saat masuk gerakan sujud dalam shalat, dan memberi isyarat merunduk dengan kepalanya untuk gerakan ruku'."
[Minal Ahkâm al-Fiqhiyyah Fith Thahârah Wash Shalâh: hal 27-28]
------------------‐--------
Catatan :
¹ Jika orang yang sakit melakukan shalat dengan kondisi berdiri, atau duduk, atau dengan berbaring dengan macamnya karena ada udzur; maka dia tetap melakukan gerakan ruku' dan sujud jika mampu melakukannya. [Lihat : Rawdhatu ath-Thâlibîn : 1/237]
²Jika tidak mampu melakukan gerakan ruku' dan sujud, maka diganti dengan isyarat kepala. Dan dia merundukkan kening kepalanya ke arah bumi sesuai dengan kemampuan, dan memposisikan isyarat sujud lebih rendah dari isyarat untuk ruku'. [Lihat : Rawdhatu ath-Thâlibîn : 1/237]
6. Shalat Dengan Mata, Bagi Yang Tidak Mampu Isyarat Merunduk Dengan Kepala Pada Gerakan Ruku' Dan Sujud .
Al-'Allâmah Ibnu 'Utsaimin rahimahullah mengatakan,
فإن كان لا يستطيع الإيماء برأسه في الركوع و السجود، أشار بعينه، فيغمض قليلا للركوع و يغمض تغميضا أكثر للسجود.
"Jika orang sakit tidak mampu juga isyarat merunduk dengan kepala untuk gerakan ruku' dan sujud, maka dia berisyarat dengan matanya, dengan cara :
1- Dia pejamkan matanya sedikit untuk gerakan ruku'.¹
2- Dan dia pejamkan matanya lebih dalam untuk gerakan sujud.
و أما الإشارة بالإصبع كما يفعله بعض المرضى فليس بصحيح، و لا أعلم له أصلا من الكتاب و السنة و لا من قول أهل العلم.
Adapun isyarat dengan jari, seperti apa yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang sakit, maka itu tidaklah benar. Dan aku tidak mengetahui untuk hal itu ada dasarnya dari al-Quran maupun as-Sunnah, dan demikian dari pendapatnya para ulama'."
7. Jika Tidak Mampu Dengan Isyarat Mata, Maka Shalat Dengan Hati.
Beliau mengatakan,
فإن كان لا يستطيع الإيماء بالرأس و لا الإشارة بالعين، صلى بقلبه. فكبر و يقرأ و ينوي الركوع و السجود و القيام و القعود بقلبه. و لكل امرئ ما نوى.
"Jika orang sakit tidak mampu isyarat merunduk dengan kepala, atau isyarat dengan mata, maka dia melakukan gerakan shalat dengan hati. Dengan cara :
1- Dia Bertakbir,
2- lalu Membaca (al-Quran & dzikir shalat),²
3- kemudian meniatkan untuk gerakan ruku', sujud, berdiri, dan duduknya dengan hati; karena bagi setiap orang sesuai dengan apa yang ia niatkan."
[Minal Ahkâm al-Fiqhiyyah Fith Thahârah Wash Shalâh: hal 28]
------------------------------
Catatan :
¹ Maksud memejamkan mata adalah, menggerakkan pelupuk matanya sedikit untuk gerakan ruku, dan lebih banyak untuk gerakan sujud. [Lihat : Raudhatu ath-Thâlibîn : 1/237]
²Apabila kelu lidahnya, tidak mampu untuk membaca, maka dia membaca al-Quran dan dzikir-dzikir dalam shalat melalui hatinya. Dan selama dia masih berstatus orang yang berakal, tidak gila, Maka tidak gugur kewajiban shalat atas dirinya. [Lihat : Raudhatu ath-Thâlibîn : 1/237]
8. Shalat Tepat Waktu Walaupun Dalam Keadaan Sakit.
Al-'Allâmah Ibnu 'Utsaimin rahimahullah mengatakan,
يجب على المريض أن يصلي كل صلاة في وقتها ويفعل كل ما يقدر عليه مما يجب فيها.
"Wajib bagi orang yang sakit untuk melakukan shalat-shalat yang wajib pada waktunya.
Dia kerjakan segala yang ia mampui dari kewajiban-kewajiban yang ada di dalam ibadah shalat."
9. Menjamak Shalat, Jika Kesulitan Melakukan Tiap-tiap shalat Pada Waktunya.
Beliau mengatakan,
فإن شق عليه فعل كل صلاة في وقتها فله الجمع بين الظهر والعصر وبين المغرب والعشاء، إما جمع تقديم بحيث يقدم العصر إلى الظهر والعشاء إلى المغرب، وإما جمع تأخير بحيث يؤخر الظهر إلى العصر والمغرب إلى العشاء حسبما يكون أيسر له. أما الفجر فلا تجمع لما قبلها ولا لما بعدها
"Jika dia mengalami kesulitan untuk melaksanakan tiap-tiap shalat pada waktunya, maka hendaklah dia menjamak shalat (tanpa men-qashar) antara Dzuhur dan Ashar, antara shalat Maghrib dan Isya.
Baik menjamak Taqdîm, dengan cara mengedapankan ashar ke waktu dzuhur, dan mengedepankan shalat isya ke waktu maghrib.
Maupun menjamak takhîr, dengan cara mengakhirkan shalat dzuhur ke waktu ashar, dan shalat maghrib ke waktu isya.
Ia kerjakan, sesuai dengan apa yang paling mudah bagi dirinya. Adapun shalat subuh, maka tidak bisa dijamak ke waktu sebelumnya atau setelahnya."
10. Menqashar Shalat, Ketika Orang Sakit Berobat Di Luar Negerinya.
Beliau mengatakan,
إذا كان المريض مسافرا يعالج في غير بلده فإنه يقصر الصلاة الرباعية فيصلي الظهر والعصر والعشاء على ركعتين ركعتين حتى يرجع إلى بلده، سواء طالت مدة سفره أم قصرت.
"Jika orang sakit melakukan safat untuk pengobatan di luar daerahnya, maka dia men-qashar shalat yang bilanganya 4 rakaat.
Dia shalat Dzuhur, Ashar, Isya dengan 2 rakaat 2 rakaat sampai dia pulang ke negerinya. Baik proses safarnya lama waktunya ataukah hanya sebentar."
[Minal Ahkâm al-Fiqhiyyah Fith Thahârah Wash Shalâh: hal 28-29]
(Selesai bi 'aunillah)
- Rabi'ul Awwal 1443 H, Di bawah Kaki Panderman-
Silakan ikuti dan bagikan
TELEGRAM : http://bit.ly/tg_AM
ARCHIVE : http://bit.ly/arc_AM