PELAJARAN MANHAJ UNTUK HIZBIYYUN, SURURIYYUN, HALABIYYUN, RODJAIYYUN DARI ULAMA SALAFY
MENGENAL MANHAJ MUWAZANAH
Oleh : Asy Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullahu
Diantara fatwa As Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullahu ta’ala
Pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan Manhaj Muwazanah antara kebaikan dan keburukan, siapakah orang yang pertama kali menyerukannya, dan apa yang termasuk bagian darinya ?
Jawaban: “Sebagian orang telah memahami bahwa dirinya termasuk seorang yang Majruh (dijauhi), kemudian mereka ingin menutup-nutupi dirinya yang tercela”.
Saya katakan : “Seorang Mubtadi’ Sesat, janganlah engkau menyebutkan kebaikan-kebaikannya dan tidak ada kemuliaan baginya, demikian pula seorang kafir”.
Adapun seorang yang mencintai kebaikan akan tetapi terkadang terjatuh dalam kesalahan pada sebagian perkara, seperti misalnya adalah Aban bin Ayyas.
Sebagaimana Sebagian Ulama dimasanya mengatakan tentang dirinya :
“Apabila dirinya menyebutkan suatu hadits, maka dia membawa keganjilan yang besar”. Namun pada diri beliau terdapat fadhilah dan ibadah.
Sebagian Ulama dimasanya ditanya tentang beliau, kemudian dijawablah :”Sebutkanlah kebaikan dirinya, dan berhati-hatilah dari meriwayatkan haditsnya”.
Permasalahan Muwazanah antara menyebutkan kebaikan dan keburukan seseorang bersamaan, tidaklah kita terima secara mutlak, tidak pula kita tolak secara mutlak. Akan tetapi kenyataannya, seorang hizbi menyeru kepada hizbiyyah, maka janganlah kita menyebutkan kebaikannya tidak pula kemuliaannya.
Sebagian lainnya menyeru menuju demokrasi yang bermakna bahwa suatu bangsa menentukan hukum sendiri untuk bangsanya. Padahal Allah berfirman (artinya) :
”Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah”.
Allah juga berfirman (artinya) :
”Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari, dan siapakah yang lebih baik hukumnya dibanding hukum Allah, bagi orang-orang yang meyakini”.
Allah juga berfirman (artinya) :
”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir”.
Allah juga berfirman (artinya) :
”Apakah mereka memiliki sekutu yang mensyariatkan bagi mereka bagian dari agama ini yang Allah tidak izinkan dengannya”.
Sungguh telah kita nyatakan, sepantasnya untuk kita katakan kepada Abdurrahman Abdul Khaliq dengan sebutan “Salafthi/سلفطي”. Huruf Sin dan Lam semisal Salafiyyah, sedangkan huruf Tha’ adalah untuk demokrasi.
Maka Abdurrahman Abdul Khaliq apabila dirinya tetap bersikukuh dalam keadaannya saat ini, wajib untuk di Jarh dan tidak di Ta’dil. Dan dahulu ketika masih tinggal di Madinah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dia Mustaqim, demikian pula ketika masih awal-awal di kuwait.
Maka terdapat sekelompok orang yang terkena Jarh. Jum’iyyah Ihya’ at-Turats adalah kelompok yang Majruh, DAN SUNGGUH MEREKA TELAH MEMECAH BELAH DA’I-DA’I YANG BERDAKWAH DI JALAN ALLAH. Demikian pula Jum’iyyah al-Hikmah telah majruh, dan Jum’iyyah al-Ihsan majruh. Demikian pula Ikhwanul Muflisun (Ikhwanul Muslimin).
Dan orang yang pertama kali menyerukan dengan model manhaj seperti ini (Muwazanah), mereka adalah sururiyyah dan ikhwanul muflisin, beserta jum’iyyah al-Hikmah dan jum’iyyah al-Ihsan.
Lihat Kitab “Tuhfatul Mujib, hal 166-167″
Arsip WSI || http://forumsalafy.net/mengenal-manhaj-muwazanah/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
WAJIBKAH MENYEBUTKAN KEBAIKAN-KEBAIKAN MUBTADI KETIKA KITA MEMBANTAH MEREKA
Pernyataan Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad حفظه الله
Berkata Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad sebagai jawaban atas sebuah pertanyaan:
Apakah termasuk dari manhaj salaf: bahwa saya bila membantah seorang mubtadi’, untuk memperingatkan manusia darinya, wajib menyebutkan kebaikan-kebaikannya supaya saya tidak menzhalimnya?
Maka asy-Syaikh menjawab: Tidak, tidak wajib bila anda memperingatkan dari sebuah bid’ah, menyebutkan bid’ah dan memperingatkan umat darinya (untuk menyebutkan kebaikannya). Inilah yang diinginkan dan tidak mengharuskan anda untuk mengumpulkan kebaikan-kebaikannya dan menyebut-nyebutkannya. Tetapi seorang insan itu hanyalah menyebutkan bid’ah tersebut, memperingatkan umat darinya, dan tidak tertipu dengannya.
Sumber : Selesai dari pelajaran Sunan an-Nasai kaset no. 18942 tasjilat al-Masjid an-Nabawi
Sumber : http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=150737
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Arsip WSI || http://forumsalafy.net/wajibkah-menyebutkan-kebaikan-kebaikan-mubtadi-ketika-kita-membantah-mereka/
قول فضيلة الشيخ العلامة /عبد المحسن العباد ((حفظه الله ))
قال فضيلة الشيخ العلامة عبد المحسن العباد جوابا على سؤال :
هل من منهج السلف :أنى إذا انتقدت مبتدعا ليحذر الناس منه يجب أن أذكر حسناته لكى لا أظلمه؟
فأجاب الشيخ : ((لا ..لا ما يجب إذا حذرت من بدعة وذكرت البدعة وحذرت منها , فهذا هو المطلوب ولا يلزم أنك تجمع الحسنات وتذكر الحسنات . إنما للإنسان أن يذكر البدعة ويحر منها وأنه لا يغتر بها ))
نتهى من درس ((سنن النسائى ))(شريط رقم (18942) تسجيلات المسجد النبوي
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
ADAKAH MANHAJ MUWAZANAH DI TENGAH-TENGAH AHLUS SUNNAH
Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhali حفظه الله
Soal : Apakah manhaj muwazanah ada di tengah-ahlus sunnah wal jama’ah?
Jawaban : Tidak ada manhaj muwazanah di tengah-tengah ahlus sunnah. Manhaj ini diada-adalan oleh ahli batil. Kemudian mereka tidak menetapkan hukum ini terhadap ahlus sunnah dan tidak ber-muwazanah kepada mereka ahlus sunnah.
Mereka tidak menerapkan manhaj muwazanah kepada kita dan mereka tidak ridha bila para syaikhnya dicela, bahkan meskipun disebutkan kebaikan-kebaikannya. Mereka hanya ingin membungkam ahlus sunnah sehingga ahlus sunnah tidak berbicara tentang para syaikh mereka selama-lamanya.
Apabila ahlus sunnah terpaksa berbicara tentang syaikh dan manhaj mereka, mereka berteriak; “muwazanah-muwazanah.” Dikarenakan keburukannya lebih ringan menurut mereka sedangkan petaka itu mesti terjadi. Dan itu lebih ringan daripada seandainya,, namun mereka melontarkan jarh terhadap ahlus sunnah dengan kedustaan, kebatilan, dan kefajiran.
Dan andai mereka hanya mencukupkan dengan berbagai kekurangan ahlus sunnah yang ada dan nyata muncul dari mereka, niscaya hal itu tidak akan membahayakan ahlus sunnah, tidak akan memudharatkan mereka, tidak akan memudharatkan mereka.
Sumber: Kaset “Al-Manhaj at-Tamyi’i wa Qawa’iduhu”
Link Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=150737
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Arsip WSI ||http://forumsalafy.net/adakah-manhaj-muwazanah-di-tengah-tengah-ahlus-sunnah/
APAKAH MUWAZANAH TERMASUK MANHAJ SALAF?
Asy Syaikh Ahmad bin Yahya an Najmiy رحمه الله
Soal: Apakah muwazanah antara kebaikan dan kejelekan dalam bingkai nasehat termasuk bagian dari manhaj salaf atau tidak?
Jawaban: Ini bukan bagian dari manhaj salaf. Tidak ada seorangpun yang mengatakannya kecuali di zaman kita ini. Metode ini dikoarkan oleh orang-orang ikhwani (IM) dan para pengikutnya. Mereka mengatakan: “Harus ada muwazanah antara kebaikan dan kejelekan.”
Dan ini batil. Metode ini tidak memiliki landasan kebenaran. Tidak ada landasan dari Kitab, tidak ada landasan dari Sunnah, dan tidak pernah diamalkan oleh seorangpun dari shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam maupun dari kalangan salafush shaleh. Nabi shallallahu ‘alaihi was salam sebagaimana yang telah diketahui tatkala Fathimah bintu Qaisy meminta nasehat kepada beliau, maka beliau berbicara tentang Mu’awiyah dan Abu Jahm. Beliau mengatakan:
“Adapun Mu’awiyah, maka dia itu miskin, tidak memiliki harta. Sedangkan Abu Jahm maka dia sering memukul wanita.”
Dan beliau tidak menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka sedikitpun. Dan demikian bila kita ingin meninjau dalil-dalil ini, maka kita akan mendapatinya ada di sebuah kitab yang telah disusun oleh Fadhilatusy Syaikh as-Salafi Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah beserta bantahan terhadap para orator pengusung manhaj ini.
[Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah Ahmad bin Yahya an-Najmi rahimahullah, al-Fatawa al-Jaliyah ‘anil Manahijid Da’awiyyah/ 5 hal 9-10]
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=148267
Alih bahasa : Syabab Forum Salafy
Arsip WSI ||http://forumsalafy.net/apakah-muwazanah-termasuk-manhaj-salaf/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
WAJIBKAH MUWAZANAH KETIKA MEMBANTAH AHLI BID’AH
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله
Al-Imam al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya sebuah pertanyaan sebagai berikut: Berdasarkan manhaj ahlus sunnah di dalam membantah ahlul bid’ah dan tulisan-tulisan mereka, apakah termasuk wajib menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka beserta kejelekan-kejelekannya atau hanya kejelekan-kejelekannya saja?
Beliau rahimahullah menjawab: Ucapan para ‘ulama adalah membantah kejelekan-kejelekan tersebut untuk memberikan peringatan dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang mereka salah padanya guna memberikan peringatan darinya. Adapun kebaikan, maka telah diketahui dan diterima. Namun tujuan yang diinginkan adalah memberikan peringatan (tahdzir) dari kesalahan-kesalahan mereka, Jahmiyah, mu’tazilah, rafidhah,, dan yang semisalnya.
Sehingga bila ada kebutuhan untuk menjelaskan kebenaran yang ada pada mereka, maka dijelaskan. Apabila ada yang bertanya: kebenaran apa yang ada pada mereka? Perkara apa pada mereka yang mencocoki ahlu sunnah? Sedangkan yang ditanya mengetahui hal itu, maka dijelaskan. Namun tujuan yang paling besar dan paling penting adalah menjelaskan kebatilan yang ada pada mereka; guna memperingatkan si penanya darinya dan agar tidak condong kepadanya.
Penanyanya lainnya berkata kepada beliau: Di sana ada orang-orang yang mewajibkan muwazanah: bila engkau membantah seorang mubtadi’ dengan bid’ahnya untuk memperingatkan manusia darinya, maka engkau wajib menyebutkan kebaikan-kebaikannya supaya tidak menzhaliminya?
Asy-Syaikh rahimahullah menjawab: Tidak, itu tidak harus. Itu tidak harus. Oleh karena itu bila engkau membaca kitab-kitab ahlus sunnah, engkau akan dapati bahwa yang diinginkan adalah tahdzir (memberikan peringatan). Bacalah kitab-kitab al-Bukhari “Khalqi af’alil ‘ibad,” kitab al-adab di “ash-Shahih”, kitab as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad, kitab “at-Tauhid” karya Ibnu Khuzaimah, bantahan ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi terhadap ahli bid’ah, dan selain itu. Mereka meletakkannya untuk mentahdzir dari kebatilan-kebatilannya. Tidak ada maksud untuk membilang kebaikan-kebaikannya. Tujuannya adalah memberikan peringatan (tahdzir) dari kebatilan-kebatilan mereka. Adapun kebaikan-kebaikan mereka, maka tidak ada nilainya ditinjau dari orang yang berbuat kufur, apabila bid’ahnya sampai mengkafirkannya; gugurlah kebaikan-kebaikannya. Dan bila bid’ahnya tidak sampai mengkafirkannya, maka ia berada dalam kondisi yang berbahaya.
Sehingga tujuannya ialah menjelaskan berbagai kesalahan dan penyimpangan yang wajib ditahdzir darinya. Selesai penukilan dari beliau.
Ucapan asy-Syaikh rahimahullah ini direkam dari pelajaran-pelajaran beliau rahimahullah yang disampaikan pada musim panas tahun 1413 H di kota Thaif.
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120146
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Arsip WSI || http://forumsalafy.net/wajibkah-muwazanah-ketika-membantah-ahli-bidah/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
BUKANLAH SIKAP HIKMAH MENYEBUTKAN KEBAIKAN KETIKA KITA SEDANG MENTAHDZIR
Pernyataan Faqihuz Zaman al-‘Allamah Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin rahimahullah:
Berkata al-Imam al-‘Allamah Muhammad bin Shaleh bin ‘Utsaimin hafizhahullah di dalam “Liqaatul Babil Maftuh” (61-70) (hal. 153):
Ketika kita hendak meluruskan seseorang, maka wajib menyebutkan kebaikan-kebaikan dan kejelekan-kejelekannya, karena ini merupakan timbangan yang adil. Namun ketika kita mentahdzir dari kesalahan seseorang, maka cukup menyebutkan kejelekannya saja, karena konteksnya adalah konteks tahdzir. Dan bukan bagian dari hikmah ketika dalam konteks tahdzir untuk menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Karena bila engkau menyebutkan kebaikan-kebaikannya, niscaya orang yang mendengarnya akan tetap berada dalam kebingungan. Sehingga pada setiap kondisi itu memiliki pernyataannya masing-masing.
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120146
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Arsip WSI || http://forumsalafy.net/bukanlah-sikap-hikmah-menyebutkan-kebaikan-ketika-kita-sedang-mentahdzir/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
BATILNYA MANHAJ MUWAZANAH
Pernyataan Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah Shaleh bin Muhammad al-Luhaidan hafizhahullah:
Berkata Fadhilatusy Syaikh Shaleh bin Muhammad al-Luhaidan, anggota Haiah Kibarul ‘Ulama di Saudi ‘Arabia, sebagai jawaban atas sebuah pertanyaan:
Apakah menyebutkan kebaikan-kebaikan mubtadi’, memuji, dan memuliakan mereka dengan dalih inshaf dan adil termasuk bagian dari manhaj ahlus sunnah wal jama’ah dalam mentahdzir ahlu bid’ah dan gembong kesesatan?
Maka asy-Syaikh menjawab:
Dan apakah kaum Quraisy dan imam-imam kesyirikan di masa jahiliyah tidak memiliki kebaikan sama sekali?
Apakah datang di dalam al-Qur’an menyebutan satu kebaikan di antara kebaikan-kebaikan mereka?
Apakah datang di dalam as-Sunnah menyebutkan satu perbuatan mulia dari berbagai perbuatan mulia mereka?
Padahal mereka adalah kaum yang gemar memuliakan tamu. Dahulu bangsa Arab di masa Jahiliyah sangat memuliakan tamu dan menjaga tetangga. Namun bersamaan dengan itu, tidaklah disebutkan keutamaan-keutamaan orang yang bermaksiat kepada Allah ‘Azza waJalla.
Permasalahannya bukanlah sekedar membilang kebaikan dan kejelekan, namun masalahnya adalah tahdzir (memberikan peringatan) dari sebuah bahaya.
Apabila seseorang itu hendak melihat, maka lihatlah ucapan-ucapan para imam seperti Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, ‘Ali bin al-Madini, dan Syu’bah. Apakah salah seorang dari mereka, apabila ditanya tentang seorang yang majruh (dijarh) dan beliau menjawab “kadzab” (pendusta), apakah beliau lantas mengatakan, “Akan tetapi dia ini berakhlak mulia, dermawan dalam menderma harta, banyak melakukan tahajjud pada malam hari”?!
Dan bila mereka mengatakan, “Fulan mukhtalath (tercampur/kacau hafalannya)” atau mengatakan, “akhadzathul ghaflah” (lalai/ceroboh), lantas apakah mereka mengatakan, “Akan tetapi padanya,,,,, akan tetapi ,,,,,, akan tetapi ,,,,, ?! Tidak.
Mengapa dituntut dari orang-orang pada zaman ini apabila seseorang itu ditahdzir untuk mengatakan, “Akan tetapi dahulu ia adalah orang yang demikian,,, padanya terdapat demikian,,,,, padanya ada demikian,,,,,,(dari berbagai macam kebaikan) ?!
Ini adalah seruan-seruan orang yang bodoh tentang kaedah-kaedah jarh wa ta’dil, bodoh tentang sebab-sebab menggapai maslahat, dan bodoh tentang bagaimana menjauhkan manusia dari sikap menyia-nyiakan maslahat.
Selesai penukilan dari beliau dari kaset “Salamatul Manhaj Dalilul Falah.”
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120146
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Arsip WSI || http://forumsalafy.net/batilnya-manhaj-muwazanah/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
APAKAH HARUS MENYEBUTKAN KEBAIKAN AHLI BID’AH KETIKA KITA MENTAHDZIR MEREKA
Pernyataan Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah Shaleh bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah:
Berkata Fadhilatusy Syaikh Shaleh al-Fauzan di dalam kitabnya “al-Ajwibah al-Mufidah ‘ala as ilatil manahijil jadidah” hal 13, sebagai jawaban atas sebuah pertanyaan: Apakah menjadi sebuah keharusan menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang kita mentahdzir umat darinya?
Maka asy-Syaikh menjawab: Apabila engkau menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka maka artinya engkau menyeru untuk mengikuti mereka. Jangan, jangan engkau sebutkan kebaikan-kebaikan mereka. Sebutkan kesalahan-kesalahan yang ada pada mereka saja! Karena engkau tidaklah dibebani untuk mempelajari dan mengevaluasi kondisi-kondisi mereka. Tetapi engkau dibebani untuk menjelaskan kesalahan yang ada pada mereka supaya mereka bertaubat dari kesalahan tersebut dan supaya orang-orang selain mereka berhati-hati darinya. Adapun bila engkau menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, maka mereka akan mengatakan: Semoga Allah membalasi anda kebaikan, inilah yang kami harapkan…… selesai penukilan dari beliau.
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120146
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Arsip WSI || http://forumsalafy.net/apakah-harus-menyebutkan-kebaikan-ahli-bidah-ketika-kita-mentahdzir-mereka/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖