▪️ Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Khusyuk bermakna merendah, menghinakan diri, dan kondisi yang tenang.
• Allah ta'ala berfirman,
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)} [المؤمنون : 1-2]
( 1 ) "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
( 2 ) (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya." (Q.S. Al-Mu'minun: 1-2)
Artinya: Telah berhasil, berbahagia, dan beruntung orang-orang beriman yang mengerjakan shalat, yang mana di antara karakter mereka ialah,
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
"(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya." (Q.S. Al-Mu'minun: 2)
Khusyuk di dalam shalat adalah suatu kondisi di mana ketika shalat hatinya dalam posisi hadir dan merasa ia sedang berdiri di hadapan Allah ta'ala, dipenuhi dengan rasa cinta kepada-Nya, mengagungkan-Nya, merasa takut dari siksa-Nya, mengharapkan janji pahala-Nya, dan menghadirkan rasa bahwa ia sedang berada dalam kondisi yang dekat dengan Allah.
Dari berbagai rasa itu, hatinya merasa tenteram dan damai, serta gerakannya menjadi tenang, dengan penuh adab ia berdiri di hadapan Allah, hatinya menghayati seluruh bacaan dan gerakannya di dalam shalat, dari awal hingga akhir. Lantas hilanglah segala macam bisikan dan pikiran.
Khusyuk ialah ruh ibadah shalat dan tujuan terbesar dari pelaksanaan shalat. Shalat tanpa kekhusyukan laksana jenazah, tak memiliki ruh sama sekali.
▪️ Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Kekhusyukan berasal dari khusyuknya hati. Hati ialah raja dari seluruh anggota badan. Jika hati telah khusyuk, maka seluruh anggota badan akan ikut khusyuk. Said bin al-Musayyib pernah melihat seseorang banyak bergerak dalam shalatnya,
▪️ beliau berkata,
لَوْ خَشَعَ قَلْبُ هَذا لَخَشَعَتْ جَوارِحُهُ
"Seandainya hati orang itu khusyuk, maka anggota badannya pasti turut khusyuk."
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, II/86)
SETAN DAN UPAYANYA MERUSAK KEKHUSYUKAN
▪️ Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Seseorang hanya mendapatkan bagian pahala dari shalat yang ia laksanakan seukuran kekhusyuannya dan di waktu-waktu hatinya hadir. Setan berkeinginan agar seseorang tidak shalat agar ia masuk neraka. Namun apabila orang itu tetap shalat, maka setan akan berusaha menghalanginya untuk fokus dengan shalatnya, melemparkan bisikan-bisikan, dan membuatnya tersibukkan dengan hal-hal lain sampai shalat itu batal atau berkurang nilai pahalanya.
• Dalam sebuah hadits disebutkan,
إنّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ مِن صَلاتِهِ ولَمْ يُكْتَبْ لَهُ إلّا رُبُعُها إلّا خُمُسُها إلّا سُدُسُها - حَتّى قالَ -: عُشْرُها
"Sesungguhnya ada seseorang yang mengerjakan shalat, yang ia tidak mendapatkan bagian pahala selain seperempat, atau seperlima, atau seperenam." Hingga beliau mengatakan, ".. dan ada yang hanya mendapatkan sepersepuluh."
H.R. Abu Dawud [796], an-Nasa-i [al-Kubro, 611]
Baca juga : TIPS KHUSYU' DALAM SHALAT
Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah berkata
Nabi Muhammad ﷺ yang sangat berbelas kasih dan sayang kepada umatnya telah memberikan bimbingan tentang senjata yang kuat untuk menghadapi musuh tersebut, yaitu jika seseorang keluar rumah menuju masjid maupun tempat lain, beliau membimbingkan agar membaca,
بِسْمِ اللَّهِ، آمَنتُ بِاللَّهِ، اعْتَصَمْتُ بِاللَّهِ، تَوَكَّلْتُ عَلى اللَّهِ، لا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إلّا بِاللَّهِ
"Dengan menyebut nama Allah, saya beriman kepada Allah, bersandar kepada Allah, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah, tiada daya dan upaya selain dengan bantuan Allah."¹
Jika ia membaca bacaan tadi, akan dikatakan kepadanya, 'Kamu telah mendapatkan petunjuk, dicukupi, dan dijaga dari gangguan, setan pun akan menjauhinya.'
H.R. Abu Dawud [5095], at-Tirmidzi [3426], dan an-Nasa-i [al-Kubro, 9837]
¹ Baca tentang keabsahan riwayat ini: al-Istiqsha fi Syarh Risalah Adab al-Masyi ila ash-Shalah, 93-97
Kemudian jika ia memasuki masjid, dibimbingkan untuk membaca,
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
"Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan Wajah-Nya yang mulia, dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari gangguan setan yang terkutuk."
Jika ia membaca hal ini, maka setan akan berkata 'Orang ini telah dijaga dari gangguanku seharian ini.'
Hadits hasan diriwayatkan Abu Dawud [466] dengan sanad yang baik.
Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu mengatakan
الصَّلاةُ مِكْيالٌ، فَمْنَ أوْفى أُوفِيَ لَهُ، ومَن طَفَّفَ، فَقَدْ عَلِمْتُمْ ما قالَ اللَّهُ لِلْمُطَفِّفِينَ.
"Shalat layaknya takaran, barang siapa yang menyempurnakannya, maka ia pun mendapatkan ganjaran yang sempurna. Namun siapa yang menguranginya, maka kalian telah mengetahui bagaimana firman Allah¹ tentang orang yang mengurangi timbangan."²
¹ Yaitu ayat,
{وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3)} [المطففين : 1-3]
( 1 ) "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang
( 2 ) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,
( 3 ) dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (Q.S. Al-Muthaffifin: 1-3)
² Syarh as-Sunnah (III/261)
Dalam satu hadits disebutkan,
أسْوَأُ النّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِن صَلاتِهِ
"Pencurian yang paling buruk ialah orang yang mencuri dalam shalatnya."
SHAHIH (Tahqiq al-Musnad) H.R. Ahmad (22642)
Yaitu orang yang tidak sempurna tatkala rukuk, sujud, dan membaca bacaan dalam shalat.
▪️ Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Di hadits lain disebutkan,
فَإِنَّ اللَّهَ يَنْصِبُ وَجْهَهُ لِوَجْهِ عَبْدِهِ فِي صَلَاتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ
"Sesungguhnya Allah terus menghadapkan wajah-Nya kepada hamba-Nya tatkala shalat selama hamba tersebut tidak berpaling."
SHAHIH (Shahih at-Targhib, 552) H.R. At-Tirmidzi (2863)
Menoleh yang terlarang ketika shalat ada 2:
1️⃣ Berpalingnya hati dari Allah dan memikirkan hal-hal lain.
2️⃣ Berpalingnya pandangan [menoleh dengan mata].
Kedua bentuk ini sama-sama terlarang, Allah senantiasa melihat kepada hamba-Nya selama hamba itu menghadap sepenuhnya kepada Allah di dalam shalatnya. Dan ketika ia berpaling, baik dengan hati maupun pandangannya, Allah pun akan berpaling darinya.
Nabi Muhammad ﷺ pernah ditanya tentang masalah menoleh ketika shalat, beliau menjelaskan,
هُوَ اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ
"Itu ialah hasil curian setan dari shalat seseorang."
H.R. Al-Bukhari (751)
Dalam riwayat lain,
"Jangan sampai kamu menoleh ketika shalat, sebab itu kebinasaan."¹
¹ Riwayat ini dinilai dha'if oleh Syaikh Nashir (Dha'if al-Jami', 2193).
Apabila salah satu di antara kita akan menghadap seorang raja, atau pemimpin, maka pasti ia akan berhias untuk menemuinya. Ketika telah bertemu, ia pun menghadap secara totalitas, dengan sepenuh pendengaran dan pandangannya, [maka ingatlah], bahwa tatkala seseorang shalat, ia sedang berdiri di hadapan Allah, Rajanya para raja, ia sedang bermunajat menggunakan firman-Nya, Allah melihatnya dan Allah mengetahui yang ia sembunyikan maupun yang ia tampakkan, maka hendaklah seseorang merasa diawasi oleh Allah dengan menghadirkan kekhusyukan, merendah, disertai dengan rasa cinta, takut, dan harap kepada Allah, juga dengan diiringi rasa menginginkan (pahala dari-Nya) dan khawatir (dari siksa-Nya).
Sesungguhnya ibadah shalat, dari berdirinya, rukuknya, sujudnya, bacaan-bacaan dzikirnya, dan seluruh gerakannya, semuanya merupakan ibadah kepada Allah. Ibadah yang bermakna ketundukan yang sempurna, kepatuhan penuh, serta penyerahan diri kepada Allah Penguasa alam semesta, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya sepanjang hayat, dalam tiap waktu dan tempat.
Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau (al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalim ath-Thayyib) berkata,
Dalam urusan shalat, manusia terbagi menjadi lima tingkatan:
Tingkatan pertama: orang yang menzalimi dirinya sendiri dan lalai.
Yaitu orang yang tidak sempurna ketika berwudhu, kurang dalam masalah penunaian terhadap waktu, aturan-aturan, dan rukun-rukun shalat.
Kedua: orang yang menjaga dengan baik waktu, aturan, dan rukun-rukun gerakan dalam shalat, serta benar wudhunya, namun ia tidak berusaha mengusir bisikan-bisikan yang menghampirinya di saat shalat, sehingga ia terbawa dalam bisikan dan pikiran-pikiran itu.
Ketiga: orang yang menjaga aturan-aturan dan rukun-rukun shalat dengan baik, dan ia berjuang untuk menolak dan mengusir was-was serta pikiran yang muncul ketika shalatnya. Dia sibuk untuk melawan musuhnya agar jangan sampai musuhnya mencuri shalatnya, maka orang jenis ini berada dalam shalat dan jihad.
Keempat: orang yang menjalankan ibadah shalat dengan pelaksanaan terbaik, sempurna dalam pelaksanaan rukun dan aturan shalat, hatinya tenggelam dalam menjaga batas-batasnya, dia tidak ingin sedikit pun shalatnya menjadi sia-sia, fokus utamanya tercurahkan agar pelaksanaan shalat itu bisa ditunaikan sebagaimana mestinya.
Kelima: ialah orang yang melaksanakan shalat sama seperti jenis orang yang keempat, akan tetapi dia telah menggenggam hatinya dan menempatkannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hatinya selalu merasa melihat Allah, diawasi oleh Allah, dan dipenuhi dengan rasa cinta dan pengagungan kepada Allah. Seolah-olah ia melihat Allah.
Jenis ini dibandingkan dengan orang lain dalam hal shalat, ia lebih utama dan lebih tinggi, layaknya perbedaan langit dan bumi.
Kesimpulan dari lima tingkatan di atas:
- Jenis yang pertama: orang yang mendapatkan hukuman.
- Jenis kedua: akan dihisab.
- Jenis ketiga: dihapuskan dosanya.
- Jenis keempat: ia mendapatkan pahala sempurna.
- Dan jenis kelima: ia termasuk orang yang dekat dengan Allah, sebab ia tergolong sebagai orang-orang yang merasa tenang hatinya dengan ibadah shalat, merasa tenteram dengan shalat,
seperti yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ,
يَا بِلَالُ أَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ
"Wahai Bilal [iqamah-lah], agar kami merasa nyaman dengan mengerjakan shalat."
SHAHIH (Shahih Sunan Abu Dawud) H.R. Abu Dawud (4985) dan Ahmad (23088)
• Dan beliau bersabda,
وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
"Ketenangan hatiku dijadikan dalam ibadah shalat."
HASAN SHAHIH (Shahih Sunan an-Nasa-i) H.R. An-Nasa-i (3949) dan Ahmad (13079)
Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Barang siapa yang hatinya tenang dengan beribadah kepada Allah, maka seluruh hati akan merasa nyaman dengannya. Sedangkan, siapa yang hatinya tidak merasa nyaman dengan Allah, maka jiwanya akan hancur dengan dunia, dipenuhi dengan kepedihan.
Sesungguhnya kekuatan seseorang untuk menghadirkan hati dalam shalat dan untuk fokus hanya dengan mengingat Allah dapat terwujud ketika ia mengalahkan syahwat dan hawa nafsunya. Jika tidak, maka sungguh hati yang telah dikuasai oleh syahwat dan telah ditawan oleh hawa nafsu, setan akan mendapatkan tempat di hati itu untuk menguasainya. Jika demikian, lalu bagaimana ia bisa selamat dari bisikan dan berbagai pikiran (saat shalat)?!
Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Sebagian ulama menerangkan bahwa seseorang memerlukan 4 hal agar shalatnya diangkat (ke hadapan Allah):
- hati yang hadir;
- pikiran yang fokus;
- perasaan merendah; dan
- anggota badan yang tenang.
Orang yang shalat namun hatinya tidak hadir, dia tergolong orang shalat yang lalai.
Orang yang shalat namun pikirannya tidak fokus, maka dia termasuk orang shalat yang lupa.
Orang yang shalat tanpa adanya ketundukan hati, maka dia tergolong sebagai orang shalat yang keras.
Orang yang shalat dengan tanpa tenangnya anggota badan, maka dia orang shalat yang salah.
Namun, siapa yang dapat shalat dengan keempat hal ini sekaligus, dia lah orang yang shalat dengan sempurna.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda kepada seseorang yang meminta wasiat ringkas kepada beliau,
صَلِّ صَلَاةَ مودِّعٍ
"Shalatlah kamu seperti shalatnya orang yang akan berpisah."
HASAN LI GHAIRIHI (Shahih at-Targhib, 3350) H.R. Ath-Thabrani (al-Aushath, 4427), al-Baihaqi (az-Zuhd al-Kabir, 528)
Maknanya, jika kamu mengerjakan shalat, maka sempurnakanlah dengan baik shalatmu, seakan-akan itu shalat terakhir dalam hidupmu.
Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Khusyuk dalam pelaksanaan ibadah shalat ialah suatu keadaan di mana anggota badan merasa tenang dalam menjalankan gerakan-gerakan shalat, yang diiringi dengan dzikir-dzikir yang berasal dari kesadaran penuh dan penghayatan, diiringi pula dengan nilai-nilai iman yang menancap dalam hati berupa pengagungan kepada Allah, rasa memuliakan-Nya, dan terpusatnya hati kepada Allah dengan penuh kerendahan dan ketundukan.
Tidak akan sempurna shalat tanpa kekhusyukan, walau sebagus apa pun yang tampak dari ibadah shalat itu, sebagus apa pun gerakan yang ia lakukan, maupun bacaan yang ia lantunkan.
Khusyuk di dalam shalat adalah hal yang yang tidak mudah untuk dilakukan kecuali bagi orang yang senantiasa berupaya menjaga kesucian hatinya; senantiasa basah lisannya dengan berdzikir kepada Allah di tiap keadaan; yang hatinya menjadi lembut tatkala menyadari keagungan Robb-nya, hingga mengalir dalam jiwanya mata air keimanan; ia mengetahui bagaimana rasa tenang keyakinan, sehingga ia pun memperbagus ibadahnya seolah-olah ia melihat Allah.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?!" (Q.S. Al-Hadid: 16)
Nabi Muhammad telah menjelaskan bahwa makna ihsan ialah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya. Jika kamu tidak mampu di tingkatan itu, maka kamu menyadari bahwa Allah melihatmu.
Baca juga : URGENSI DAN PENGARUH KHUSYUK
Syaikh Abdullah alu Jarullah rahimahullah:
Kekhusyukan ialah perpaduan dari makna-makna yang beragam, seperti:
- rasa menghadap kepada Allah;
- totalitas dalam menjalankan ibadah karena-Nya; dan
- dan mengosongkan hati dari selain-Nya;
- menghadirkan rasa kemuliaan dan keagungan Allah,
- merendah kepada-Nya,
- merasa tunduk dan hina di hadapan-Nya.
Harus ada rasa-rasa semacam ini pada tiap bacaan dan gerakan shalat.
Khusyuk ialah berdirinya hati di hadapan Allah dengan penuh kerendahan dan penghinaan diri. Semua orang yang mengenal Allah sepakat bahwa kekhusyukan itu letaknya di hati dan buahnya terlihat pada anggota badan. Orang-orang yang khusyuk ialah orang-orang yang merasa rendah di hadapan Allah dan merasa takut kepada-Nya.
Kekhusyukan dalam shalat juga dimaknakan dengan terfokusnya perasaan untuk menjalankan ibadah shalat dan berpaling dari segala hal yang tidak terkait dengan ibadah shalat.
Khusyuk juga merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, yang mana hal itu merupakan faktor terbesar keberhasilan seseorang dalam kehidupan ini.
Keberhasilan orang yang shalat itu ditentukan dengan kekhusyukannya, maka di sini diketahui bahwa orang yang tidak khusyuk dalam melaksanakan shalat tidak termasuk sebagai golongan yang beruntung.
Penerjemah: Hari Ahadi [Terjemahan Kutaib al-Khusyuk fish Shalah]
_______________________________
▶️ Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala.
📡 https://t.me/nasehatetam
🖥 www.nasehatetam.net