Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

datang ke masjid dengan bersih tanpa bau yang mengganggu

2 tahun yang lalu
baca 11 menit

DATANG KE MASJID DENGAN BERSIH TANPA ADA BAU YANG MENGGANGGU

بسم الله الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Datang Ke Masjid dengan Baju Bersih Tanpa Bau yang Mengganggu

Alhamdulillah washollallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa’alaa aalihi wa ashhaabihi wa ba’du:

Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Allah pembahasan ini cukup penting. Karena masih ada dari saudara-saudara kita muslimin yang belum terlalu mengerti tentang betapa tidak baiknya tatkala seseorang mendatangi masjid dalam keadaan tidak memperhatikan kebersihan dan mengganggu saudara-saudara yang lain dalam keadaan salat ataupun tidak atau mengganggu malaikat. Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat untuk kaum muslimin. Jazaakumullaahu khairan bagi yang telah menjadi sebab tersebarnya faedah ini.

LARANGAN MENDATANGI MASJID BAGI YANG MENGONSUMSI BAWANG DAN YANG SEMISALNYA

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَن أكَلَ مِن هذِه البَقْلَةِ، الثُّومِ، وقالَ مَرَّةً: مَن أكَلَ البَصَلَ والثُّومَ والْكُرَّاثَ فلا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنا، فإنَّ المَلائِكَةَ تَتَأَذَّى ممَّا يَتَأَذَّى منه بَنُو آدَمَ.

Barang siapa yang makan sayuran ini: bawang putih dan dalam kesempatan lain beliau bersabda, ‘Barang siapa yang makan bawang merah, bawang putih dan daun bawang, maka jangan mendekati masjid kami karena sesungguhnya malaikat terganggu sebagaimana manusia terganggu”( Muslim, no. 564).

APAKAH LARANGAN INI HANYA TERKHUSUS DI MASJID NABAWI

Di dalam hadis di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan jangan mendekati masjid kami. Namun, larangan di sini mencakup semua masjid baik masjid Nabawi ataupun yang lainnya karena disebutkan dalam lafal lain dengan kontek umum. Al-Imam an-Nawawi berkata,

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ يَعْنِي الثَّوْمَ فَلَا يَقْرَبَنَّ الْمَسَاجِدَ هَذَا تَصْرِيحٌ يَنْهَى مَنْ أَكَلَ الثَّوْمَ وَنَحْوَهُ عَنْ دُخُولِ كُلِّ مَسْجِدٍ وَهَذَا مَذْهَبُ الْعُلَمَاءِ كَافَّةً

“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Barang siapa yang mengonsumsi sayuran ini yakni bawang putih, maka janganlah dia mendekati masjid-masjid.’

Ini jelas, seseorang dilarang ketika memakan bawang putih dan yang semisalnya untuk memasuki semua masjid. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama”( Syarh Shahīh Muslim, 5/47-48).

APAKAH TUMBUHAN INI HARAM DIKONSUMSI?

Jawabannya adalah tidak, tumbuhan tersebut secara asal halal namun, ketika mengonsumsinya, kita tidak boleh mendatangi masjid karena akan mengganggu. Al-Imam an-Nawawi berkata,

إِنَّ هَذَا النَّهْيَ إِنَّمَا هُوَ عَنْ حُضُورِ الْمَسْجِدِ لَا عَنْ أَكْلِ الثَّوْمِ وَالْبَصَلِ وَنَحْوِهِمَا فَهَذِهِ الْبُقُولُ حَلَالٌ بِإِجْمَاعِ مَنْ يُعْتَدُّ بِهِ

“Sesungguhnya larangan ini hanyalah dari mendatangi masjid bukan dari mengonsumsi bawang putih, bawang merah dan yang semisalnya. Tumbuhan ini halal berdasarkan kesepakatan ulama yang teranggap” ( Syarh shahīh Muslim, 5/48).

APAKAH YANG DAPAT MEMUNCULKAN BAU DARI SELAIN BAWANG JUGA TERMASUK?

Jawabannya adalah ia. Al-Imam an-Nawawi berkata,

قَالَ الْعُلَمَاءُ ويلحق بالثوم والبصل والكراث كل ماله رَائِحَةٌ كَرِيهَةٌ مِنَ الْمَأْكُولَاتِ وَغَيْرِهَا 

“Ulama berkata, ‘Dan diikutkan dengan bawang putih, bawang merah dan daun bawang adalah segala yang memiliki bau tidak sedap dari makanan-makanan dan selainnya” ( Syarh shahīh Muslim, 5/48).

APAKAH LARANGAN INI KHUSUS UNTUK SALAT SAJA?

Jawabannya adalah umum karena bukan hanya manusia yang terganggu, para malaikat pun terganggu. Hal ini berdasarkan keumuman hadisnya. Al-Imam an-Nawawi berkata,

قَالَ الْعُلَمَاءُ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى مَنْعِ آكِلِ الثَّوْمِ وَنَحْوِهِ مِنْ دُخُولِ الْمَسْجِدِ وَإِنْ كَانَ خَالِيًا لِأَنَّهُ مَحَلُّ الْمَلَائِكَةِ وَلِعُمُومِ الاحاديث

“Ulama berkata,

‘Di dalam hadis ini terdapat dalil dilarangnya orang yang mengonsumsi bawang putih dan yang semisalnya untuk mendatangi masjid walaupun di masjid tersebut tidak ada orang karena masjid itu adalah tempat malaikat dan hal ini berdasarkan keumuman hadis-hadis” ( Syarh shahīh Muslim, 5/49).

APAKAH LARANGAN INI BERMAKNA HARAM?

Al-Imam Ibnu Rajab menerangkan,

ولو أكله، ثم دخل المسجد كُره له ذلكَ.

وظاهر كلامِ أحمد: أنه يحرمُ، فإنه قال في رواية إسماعيل بن سعيد: إن أكل وحضر المسجدَ أثمَ.

“Jika dia mengonsumsinya kemudian masuk masjid, hal itu makruh baginya dan yang nampak dari ucapan imam Ahmad adalah haram, sesungguhnya beliau berkata di dalam riwayat Ismail bin Said, jika dia mengonsumsinya dan tetap mendatangi masjid, dia berdosa”( Fath al-Bārī, libni Rajab, 8/15).

Dari dua pendapat ini, seorang mukmin tentu lebih memilih yang lebih berhati-hati karena hadisnya jelas sekali yaitu larangan yang sangat tegas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semestinya bagi kita untuk tidak melakukannya. Bahkan pendapat yang mengatakan haram adalah pendapat yang kuat. Syekh Abdulaziz Ibnu Baz berkata,

ولو قيل بتحريم حضوره المساجد ما دامت الرائحة موجودة لكان قولا قويا؛ لأن ذلك هو الأصل في النهي، كما أن الأصل في الأوامر الوجوب إلا إذا دل دليل خاص على خلاف ذلك،

Meskipun pendapat sebagian ulama adalah haram baginya mendatangi masjid selama masih ada baunya, maka ini adalah pendapat yang kuat karena pendapat ini kembali kepada asal larangan. Sebagaimana perintah secara asal hukumnya adalah wajib kecuali ada dalil khusus yang menyelisihinya” ( Majmū’ al-Fatāwā, 12/83).

Dari penjelasan para ulama, menunjukkan bahwa pembahasan di atas, berkaitan tantang haram atau tidaknya. Adapun dari sisi sahnya, tidak ada yang berkaitan tentang batalnya salat, sehingga jika seseorang datang ke masjid dalam keadaan seperti itu salatnya tetap sah namun, dia telah menerjang larangan. Allaahulmusta’aan

BAGAIMANA JIKA BAUNYA SUDAH TIDAK ADA LAGI?

Jika baunya hilang, maka tidak dilarang karena ‘illah(yang menjadi sebab) hukumnya telah hilang. Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata,

فإذا زالت الرائحة فلا بأس أن يحضر إلى المسجد ويكون إماماً أو مأموماً أو منفرداً، أما ما دامت الرائحة باقية فلا يجوز أن يدخل المسجد.

 

“Apabila baunya hilang, tidak mengapa mendatangi masjid baik dia menjadi imam, makmum atau salat sendiri. Adapun selama baunya tetap ada, maka tidak boleh mendatangi masjid” ( Al-Liqā’ asy-Syahrī, 42/33).

Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata,

فإن زالت الرائحة فلا بأس، لأن الحكم يدور مع علته وجوداً وعدماً، والرائحة إذا زالت لم يتأذ أحد بهذا لا الملائكة الذين في المسجد ولا المصلين.

“Jika baunya hilang, tidak mengapa karena hukum itu berjalan bersama ‘illah(sebab)nya, ada dan tidaknya. Dan bau mulut tersebut apabila telah hilang, maka tidak ada seorang pun yang terganggu dengannya, tidak malaikat yang berada di masjid dan tidak pula orang-orang yang salat” ( Liqā’ al-Bāb al-Maftūh, 74/34).

Oleh karena itu tatkala seseorang mengonsumsi sesuatu yang berbau seperti bawang, pete, jengkol atau yang semisalnya, maka segeralah hilangkan baunya baik dengan sikat gigi atau dengan cara yang lain agar dapat menunaikan ibadah di masjid dengan nyaman. Sahabat yang mulia Umar bin al-Khattab memberi solusi agar tidak bau, beliau berkata,

فَمَنْ أَكَلَهُمَا فَلْيُمِتْهُمَا طَبْخًا

“Barang siapa yang hendak mengonsumsi bawang putih dan bawang merah, hendaklah dihilangkan baunya dengan cara dimasak” ( Muslim, no. 567).

Telah kita ketahui bawang putih, bawang merah, pete dan yang semisalnya tidak akan hilang secara menyeluruh baunya walaupun setelah dimasak. Namun, dengan dimasak menjadi lebih minimal baunya. Syekh Abdulmuhsin al-Abbad juga memberikan solusi dalam hal ini. Beliau berkata,

ومعلوم أن الثوم حتى مع الطبخ يكون فيه شيء من الرائحة، لكن ليست كالحالة التي يكون فيها قبل الطبخ.

والنهي عنهما ليس المقصود به تحريمهما، وإنما النهي عن استعمالهما على وجه يؤذي، وإذا كانوا لابد فاعلين فعليهم أن يميتوهما طبخاً، وكذلك لو أكلوهما وهم بحاجة إليهما بدون طبخ، فليكن في وقت مبكر بحيث تذهب الرائحة.

“Telah diketahui bahwa bawang putih walaupun dimasak, masih ada baunya namun, tidak seperti keadaannya sebelum dimasak. Larangan dari mengonsumsi bawang putih dan bawang merah ini, bukanlah yang dimaksud haram mengonsumsinya. Hanyalah larangan ini dari mengonsumsinya jika mengganggu. Dan jika harus mengonsumsinya, maka hendaknya dihilangkan baunya dengan dimasak. Demikian pula jika mereka memakannya karena ada hajat tertentu tanpa dimasak, maka konsumsilah di waktu pagi agar baunya segera hilang”

( Syarh sunan Abī Dāūd, 432/14).

Jika seseorang mengonsumsi bawang atau yang semisalnya untuk kepentingan kesehatan seperti untuk obat atau untuk kepentingan lainnya yang mengharuskan mengonsumsinya tanpa dimasak, sebaiknya dia mengonsumsinya di waktu pagi karena jarak dari pagi sampai waktu Zuhur, cukup panjang sehingga baunya diharapkan bisa segera hilang. Wallahua’lam.

BOLEHKAH MENYENGAJA MENGONSUMSINYA SUPAYA TIDAK IKUT SALAT BERJAMAAH KE MASJID?

Jawabannya tentu tidak boleh bahkan dia berdosa atas hal ini. Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata,

إنْ قَصَدَ بأكلِ البصلِ أنْ لا يُصلِّيَ مع الجماعةِ فهذا حرامٌ ويأثمُ بتَرْكِ الجمعة والجماعة، أما إذا قَصَدَ بأكلِهِ البصلَ التمتُّعَ به وأنَّه يشتهيه، فليس بحرامٍ

“Jika dia bertujuan mengonsumsi bawang agar tidak salat berjamaah, maka hukumnya haram dan berdosa karena dia meninggalkan salat jumat dan berjamaah. Adapun apabila mengonsumsinya karena tujuan sekadar menikmatinya, maka tidak haram” ( asy-Syarh al-Mumti’, 4/322).

Oleh karena itu, ketika seseorang menikmati sayur tersebut dan dia tidak menyengaja supaya tidak salat berjamaah kemasjid, tidak mengapa namun, sekarang sudah mudah urusannya, setelah mengonsumsinya, hendaknya seseorang menyikat giginya sehingga baunya tidak nengganggu. Wallahua’lam.

ADA YANG LEBIH PARAH DARI BAWANG

Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Allah, yang lebih parah dari bawang dan yang semisalnya adalah bau rokok, baunya sangat menyengat dan mengganggu. Di samping rokok ini berbahaya untuk kesehatan baik bagi yang mengonsumsinya secara langsung maupun bagi yang pasif yakni yang terkena asapnya, rokok ini tidak ada manfaatnya ketika seseorang mengonsumsinya, bahkan dokter dan kalangan kesehatan semuanya sepakat bahwa rokok dapat memudaratkan, atas dasar inilah syariat islam melarang untuk mengonsumsi rokok karena kita dilarang membahayakan diri kita dan orang lain. Dan larangan ini, lebih ditekankan lagi tatkala baunya masih ada ketika seseorang salat berjamaah di masjid. Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata,

ونأسف فإن بعض الناس، نسأل الله لنا ولهم الهداية والعصمة، يشرب الدخان أو الشيشة ويأتي إلى المسجد ورائحة الدخان والشيشة في فمه أو على ثيابه، مع أن هذه رائحة كريهة كلٌ يكرهها، حتى إن بعض الناس لايستطيع أن يصلي جنب مثل هؤلاء، وهؤلاء يحرم عليهم أن يدخلوا المسجد والروائح الكريهة بفيهم.

Perkara yang sangat kita sayangkan, sebagian manusia -kita memohon kepada Allah untuk kita dan mereka hidayah dan penjagaan- mengonsumsi rokok atau tembakau dan datang ke masjid sedangkan bau rokok dan tembakau masih ada di mulutnya atau di bajunya, padahal bau ini adalah bau yang tidak sedap, semua orang tidak menyukainya. Sehingga sebagian manusia tidak mampu salat di sebelah orang-orang yang semisal ini. Dan mereka ini, haram hukumnya memasuki masjid ketika bau tidak sedap ini masih ada di mulut mereka”( Syarh Riyadh ash-Shālihīn, 3/163).

Oleh karena itu yang seharusnya dijauhi oleh kita semua adalah merokok karena perbuatan ini betul-betul memudaratkan. Perhatikanlah wahai saudaraku! Penjelasan-penjelasan di atas, tatkala bau rokok dari mulut seseorang belum hilang, maka dia tidak boleh mendatangi masjid karena akan mengganggu oran-orang yang di masjid dan para malaikat, lantas bagaimana dengan seseorang yang sengaja melakukannya di dalam masjid? Tentu ini lebih mengganggu baik bani Adam maupun para malaikat dengan asapnya yang bertebaran dan baunya yang tidak sedap, terlebih lagi hal ini sangat mengganggu kesehatan orang yang tidak bersalah yang terkena asapnya sehingga semestinya seseorang memikirkan hal ini dengan hati nuraninya. Semoga Allah menunjuki kita semua.

APAKAH JUGA DILARANG MASUK MASJID ORANG YANG PADA ANGGOTA TUBUHNYA ATAU PAKAIANNYA BERBAU?

Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Allah, sungguh Allah telah memerintahkan kita untuk mengenakan pakaian yang paling bagus ketika mendatangi masjid. Allah ta’ala berfirman,

{يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ} [الأعراف:٣١] .

‘Wahai bani Adam pakailah perhiasan kalian ketika hendak menuju setiap masjid.'( al-A’raf: 31).”

Ayat ini jelas sekali bahwa dituntut bagi kita untuk mendatangi masjid dalam keadaan bersih. Oleh karena itu apabila seseorang tubuh dan pakaiannya terdapat bau yang mengganggu,maka semestinya tidak mendatangi masjid sampai dia membersihkannya,hal ini sebagaimana para pekerja keras seperti para tukang dan yang semisal mereka, syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin ditanya tentang mereka dan beliau menerangkan,

إذا كانت الرائحة مؤذية لا تحتمل فهم يمنعون من دخول المسجد، ويؤمرون بأن يزيلوا هذه الرائحة بقدر الإمكان ويحضروا إلى المسجد

“Apabila baunya mengganggu yang tidak tertahan, maka mereka dilarang untuk masuk masjid dan diperintahkan untuk menghilangkan bau ini sesuai dengan kemampuan dan setelah itu silakan mendatangi masjid” ( Liqā’ al-Bāb al-Maftūh, 9/190).

APAKAH PARA TUKANG DILARANG MASUK MASJID?

Jawabannya adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Beliau berkata,

وليس معنى ذلك: أن نمنعهم من دخول المسجد ونقول: صلوا حيث شئتم! لأننا لو قلنا لهم هذا؛ لفتحنا لهم أبواب الكسل، لكن نقول: نمنعكم وفي الوقت التالي تنظفون أنفسكم وتحضرون، وبهذا يحصل المطلوب ويزول المكروه.

“Ini bukan maknanya kita melarang mereka untuk masuk masjid. Kita katakan, ‘Salatlah sebagaimana yang kalian inginkan! Karena jika kita melarang mereka, kita akan membuka pintu malas bagi mereka. Namun, kita katakan, kami melarang kalian dan hendaknya kalian membersihkan diri kalian dan silakan datang setelah itu, dengan ini, tercapailah yang diinginkan dan hilanglah yang tidak disukai”( Liqā’ al-Bāb al-Maftūh, 9/190).

JIKA MEREKA TIDAK BISA MENGHILANGKAN BAUNYA?

Jika baunya tidak hilang, maka sebaiknya mereka tidak salat di masjid dan silakan salat berjamaah di rumah atau di tempat kerja mereka karena yang akan terganggu bukan hanya bani Adam namun, juga para malaikat. Hal ini juga telah dijawab oleh syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, beliau berkata,

أما إذا كانوا لا يستطيعون القدوم إلا هكذا فيقال لهم: صلوا جماعة في محلكم، ودعوا مساجد الناس للناس.

“Adapun jika mereka tidak bisa datang ke masjid kecuali dalam keadaan seperti ini, maka dikatakan kepada mereka, ‘Salatlah berjamaah dan jangan salat di masjid-masjid'”( Liqā’ al-Bāb al-Maftūh, 9/190).

PENUTUP

Walhamdulillah selesai pembahasan ini mudah-mudahan bermanfaat untuk semua.

Baturaja, 27 Rajab, 1444/ 18 Ferbruari 2023,

Abu Fudhail Abdurrahman ibnu Umar غفر الرحمن له ولوالديه ولجميع ابمسلمين

📱Ayo Gabung dan Bagikan:

🏡 Kanal Telegram:

https://t.me/alfudhail

↘ Situs Web:  https://alfudhail.com