Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

cara istisqa (meminta hujan)

9 tahun yang lalu
baca 8 menit

CARA-CARA ISTISQA (Meminta Hujan)


cara istisqa meminta hujan


Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab “Zaadul Ma’aad” (1/456-458) :

“Telah sah riwayat dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau meminta hujan dengan beberapa cara :

1. Pertama : Pada hari Jum’at di atas mimbar di sela-sela khutbah, sambil beliau berdo’a :

«اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا» «اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا ،اللَّهُمَّ اسْقِنَا »
"Ya Allah berilah kami hujan yang bermanfaat, hujan yang bermanfaat, hujan yang bermanfaat.

Ya Allah turunkah air kepada kami, Ya Allah turunkah air kepada kami, turunkah air kepada kami"


2. Kedua, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam menjanjikan hari tertentu untuk bersama-sama keluar ke mushalla (tempat terbuka untuk shalat)
[ UNTUK MELAKSANAKAN SHALAT ISTISQA ]

3. Ketiga, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam meminta hujan dari atas mimbar, hanya doa minta hujan semata, bukan pada hari Jum’at, dan tidak diriwayatkan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam melakukan shalat dalam kesempatan tersebut.

4. Keempat, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam meminta hujan ketika beliau sedang duduk di masjid. Beliau mengangkat kedua tangannya dan berdo’a kepada Allah 'Azza wa Jalla.

5. Kelima, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam meminta hujan di Ahjar Zait dekat dengan az-Zaura’ di luar pintu masjid Nabawi, yang pada hari ini disebut dengan pintu “as-Salam” sejarak lemparan batu berbelok ke arah kanan di luar masjid.

6. Keenam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam meminta hujan pada sebagian peperangan, ketika kaum musyrikin mendahului sampai ke sumber air.

Dinukil secara ringkas dengan ada sedikit perubahan.

Dari Kitab “Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalat at-Tathawwu’” hal. 155-156, karya asy-Syaikh DR. muhammad bin 'Umar Bazmul hafizhahullah

•••••••••••••••••

BAGAIMANA ISTISQA (Meminta Hujan) PADA HARI JUM’AT?


Pertanyaan : “Di tempat kami terjadi peristiwa dan berulang-ulang setiap tahun, yaitu orang-orang terbiasa melaksanakan Shalat Istisqa SEBELUM PELAKSANAAN SHALAT ‘ID, baik ‘Idul Fithri maupun ‘Idul Adha, yaitu dengan berkumpul pada satu imam shalat Id, terlebih dahulu shalat dua rakaat shalat Istisqa, selang beberapa saat kemudian melaksanakan shalat ‘Id dua rakaat.

Ketika kami tegur, mereka mengatakan, bahwa kita memanfaat kesempatan banyak orang berkumpul untuk shalat.

Kejadian ini bukan hanya terjadi pada hari ‘Id saja, namun JUGA MEREKA LAKUKAN SETELAH SHALAT JUM’AT pada waktu tertentu dalam setahun ketika terjadi kekeringan dan tidak ada hujan. Tata caranya : setelah imam selesai dari shalat Jum’at, dia memerintahkan kepada para makmum untuk berniat shalat Istisqa, lalu dia mengimami mereka shalat rakaat seperti shalat ‘Id (yakni Shalat Istisqa, pen).

Ketika kami katakan kepada mereka, “Cukup sang khatib berdo’a meminta hujan pada akhir khutbah, sementara kalian (para makmum) mengaminkannya, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam.” Mereka menjawab, “Bahwa Presiden memerintahkan kita untuk melakukan shalat Istisqa pada hari Jum’at. Ini adalah waktu yang terbaik, karena orang-orang berkumpul dan jumlah mereka banyak.

Wahai Syaikh, kami menginginkan fatwa dari Anda supaya kami bisa memberikan jawaban memuaskan kepada umat bahwa tidak disyari’atkan Shalat Istisqa dengan cara tersebut, jika memang benar bahwa itu tidak disyari’at. Adapun jika ternyata benar bahwa cara tersebut disyari’at dan sesuai dengan kebenaran, maka Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.”



Jawab :
Cukup bagi khatib untuk berdo’a minta hujan KETIKA KHUTBAH JUM’AT, dan TIDAK MELAKUKAN SHALAT ISTISQA’ SETELAH SHALAT JUM’AT.

Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam berdoa minta hujan pada khutbah Jum’at dan tidak lagi melakukan Shalat Istisqa’ setelahnya, namun mencukupkan dengan shalat Jum’at.

Demikian juga hukum yang berlaku pada Shalat ‘Id, cukup berdo’a minta hujan ketika khutbah, dan tidak disyari’atkan Shalat Istisqa baik sebelum shalat ‘Id maupun setelah shalat ‘Id. Karena yang demikian itu BERTENTANGAN dengan petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Wa Billahi at-Taufiq. Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

Al-Lajnah ad-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’
Fatwa no. 17575

Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz

---------------------

السؤال السابع من الفتوى رقم (17575)

📬 س 7: عندنا أمر يحدث ويتكرر كل عام وهو أن الناس اعتادوا أن يصلوا صلاة الاستسقاء قبل صلاة العيد، سواء كان فطرا أم أضحى، وذلك بأن يجمعهم من يؤمهم لصلاة العيد ويصلي بهم ركعتين، صلاة الاستسقاء ثم بعد الفراغ من هاتين الركعتين يصلون صلاة العيد، وإذا عارضناهم قالوا: نستغل كثرة وجود المصلين، وليس هذا الأمر قاصرا على صلاة العيدين فحسب، بل كذلك يفعلون بعد صلاة الجمعة في وقت معين من السنة عند الجدب والقحط، وقلة الأمطار، وكيفية فعلهم هي: بعد أن ينتهي الإمام من صلاة الجمعة يأمرهم بأن ينووا صلاة الاستسقاء، ثم يصلي بهم ركعتين مثل ركعتي صلاة العيد، وإذا قلنا لهم: يكفي استسقاء الخطيب في آخر الخطبة وأنتم تؤمنون كما فعل النبي - صلى الله عليه وسلم - قالوا: أمرنا الرئيس بأن نصلي الاستسقاء يوم الجمعة، وهذا هو أحسن أوقاتها، لاجتماع الناس وكثرتهم.

فيا فضيلة الشيخ: نريد منكم فتوى لعلنا نستطيع إقناع الناس بعدم مشروعية هذه الصلاة على هذه الكيفية، إن كانت غير مشروعة، وإن كانت مشروعة وموافقة للصواب فالحمد لله رب العالمين؟

🔦🔐 ج 7: يكفي أن يستسقي الخطيب في خطبة الجمعة، ولا يصلي صلاة الاستسقاء بعدها؛ لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - استسقى في خطبة الجمعة ولم يصل للاستسقاء بعدها، بل اكتفى بصلاة الجمعة،

🔎 وكذا الحكم في صلاة العيد يكفي أن يستسقي في الخطبة، ولا يشرع له صلاة الاستسقاء لا قبلها ولا بعدها؛ لأن ذلك مخالف لهدي النبي - صلى الله عليه وسلم -.

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو ... عضو ... عضو ... الرئيس

بكر أبو زيد ... عبد العزيز آل الشيخ ... صالح الفوزان ... عبد العزيز بن عبد الله بن باز

•••••••••••••


MENGANGKAT TANGAN KETIKA DO'A MINTA HUJAN dalam KHUTBAH JUM'AT berlaku untuk imam dan makmum


Asy-Syaikh 'Abdul Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah
------------------------

Khatib tidak mengangkat kedua tangannya ketika khutbah, kecuali ketika meminta hujan. Apabila dia meminta diturunkannya pertolongan, mohon diturunkan air, dan meminta hujan maka dia mengangkat kedua tangannya.
Sebagaimana perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika meminta hujan dalam khutbah Jum'at,  maka beliau pun  MENGANGKAT KEDUA TANGANNYA

Pada khutbah (Jum'at) biasa, yang tidak ada istisqa (do'a minta hujan) padanya, maka  tidak disyari'atkan padanya mengangkat kedua tangan. Namun khatib berdo'a TANPA MENGANGKAT kedua tangannya. Demikianlah tuntutan Sunnah.
Makmum apabila dia mengaminkan do'a antara dirinya dengan Rabb-nya (dengan suara pelan,  pen), maka itu tidak mengapa insya Allah, namun diapun TIDAK MENGANGKAT kedua tangannya.

Jadi makmum seperti imam : tidak mengangkat kedua tangannya kecuali ketika do'a minta hujan.
Para makmum demikian juga, mereka MENGANGKAT KEDUA TANGANNYA apabila imam mengangkat tangan dalam do'a minta hujan.

 Adapun khutbah Jum'at biasa,  maka imam tidak mengangkat tangan padanya. Demikian juga dalam khutbah Id,  tidak mengangkat tangan.

Mengangkat tangan hanya ada pada Khutbah minta hujan secara khusus,  sebagiamana di atas, berdasarkan riwayat yang pasti dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

.................................
  ولا يرفع يديه في الخطبة إلا في الاستسقاء إذا كان يستغيث يطلب السقيا ويطلب المطر يرفع يديه، كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم لمّا استسقى في خطبة الجمعة رفع يديه،

الخطبة العادية التي ليس فيها استسقاء فلا يشرع فيها رفع اليدين بل يدعو من دون رفع يديه هكذا السنة، والمأموم إذا أمّن بينه وبين نفسه على الدعاء فلا حرج عليه إن شاء الله، ولا يرفع يديه،
👈🏻 المأموم كالإمام لا يرفع يديه إلا في الاستسقاء،
🔑 والمأمومون كذلك يرفعون أيديهم إذا رفع الإمام في الاستسقاء،

 أما خطب الجمعة العادية فإنه لا يرفع فيها، وهكذا خطب العيد لا يرفع فيها، الرفع في خطبة الاستسقاء خاصة، كما تقدم، ولما ثبت عن النبي عليه الصلاة والسلام.

Dinukil dari
💻 http://www.binbaz.org.sa/node/4692

••••••••••••••
🌠📝 Majmu'ah Manhajul Anbiya

Oleh:
Atsar ID