RANGKAIAN FATWA I’TIKAF (1):
DEFENISI I’TIKAF DAN PENJELASAN BEBERAPA HUKUMNYA
Dari Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz kepada saudara yang mulia … Semoga Allah memberinya taufik kepada kebaikan, amin.
Salamun ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh, wa ba’du:
Telah sampai kepadaku surat anda yang mulia yang berisikan pertanyaan berikut ini:
Soal: apa hukum i’tikaf di masjid-masjid? dan apa makna i’tikaf secara syari’at? Dan apakah i’tikaf (di masjid) juga mencakup tidur dan makan di dalamnya atau tidak?
Jawab: “Tidak diragukan bahwa i’tikaf di masjid merupakan salah satu bentuk mendekat diri (kepada Allah), melakukannya di bulan Ramadhan lebih afdhal dari selainnya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
{وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ}
“Dan janganlah kalian mencampuri mereka (istri-istri kalian) sedangkan kalian beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah:187)
dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dahulu melakukan i’tikaf di sepuluh terakhir bulan Ramadhan, dan pernah sekali beliau meninggalkannya lalu beliau beri’tikaf di bulan Syawwal.
Tujuan dari i’tikaf itu sendiri adalah meluangkan waktu dan menyendiri (kholwat) dalam rangka beribadah kepada Allah. Inilah bentuk kholwat yang syar’i (tidak seperti kholwatnya kaum Shufi,pen).
TENTANG DEFENISI I’TIKAF, sebagian mereka (ulama) mengatakan, “I’tikaf ialah memutus segala hubungan dengan makhluk dalam rangka berkhidmat kepada Sang Pencipta.” maksudnya adalah memutus segala hubungan yang bisa menyibukkan diri dari keta’atan dan ibadah kepada Allah.
I’tikaf disyari’atkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan dan di selain bulan Ramadhan, sebagaimana (telah dijelaskan) tadi. Dan i’tikaf yang dilakukan (di selain bulan Ramadhan) jika disertai puasa itu lebih afdhal. tapi jika tidak disertai puasa maka tidak mengapa. Ini menurut pendapat yang benar dari dua pendapat ‘ulama. Berdasarkan riwayat yang terdapat dalam Ash-Shahihain dari Umar radhiallahu ‘anhu, bahwasanya ia berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bernadzar melakukan i’tikaf satu malam di masjidil haram. (Nadzar) itu (diucapkan) sebelum masuk Islam.”
Maka Rasulullah bersabda kepadanya, “Tunaikanlah nadzarmu.”
Sudah dimaklumi bahwa malam hari bukanlah tempatnya berpuasa, siang hari lah tempatnya puasa. Tidak mengapa untuk makan dan tidur di masjid bagi orang yang i’tikaf dan selainnya, berdasarkan hadits-hadits dan riwayat dari shahabat tentang hal itu. demikian pula keadaan ahli shuffah (yang tinggal dan makan di masjid,pen).
Tentu saja dengan memperhatikan kebersihan masjid, dan berhati-hati dari sebab-sebab yang bisa mengotori masjid baik itu sisa makanan atau selainnya.
Dikarenakan telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda, “Ditampakkan kepadaku pahala-pahala (yang dilakukan) umatku, hingga kotoran yang ia keluarkan dari masjid.” (Diriwayatkan Abu Daud, at-Tirmidzi, dan dishahihkan Ibnu Khuzaimah)
dan hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membangun masjid di kampung-kampung, dan agar membersihkannya juga memberinya wewangian. (diriwayatkan al-khomsah selain an-Nasai dengan sanad yang bagus)
Aku memohon kepada Allah agar memberikan kepada kita taufik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan mengamalkannya, dan agar memperbaiki hati-hati dan perbuatan kita semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber: Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz (15/437-439)
Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/426