Warisan Salaf
Warisan Salaf

fatawa kurban 3: hukum berhutang untuk berkurban, berkurban dengan kerbau, dan mana yang afdhal antara kambing dan sapi

10 tahun yang lalu
baca 5 menit
FATAWA KURBAN 3: HUKUM BERHUTANG UNTUK BERKURBAN, BERKURBAN DENGAN KERBAU, DAN MANA YANG AFDHAL ANTARA KAMBING DAN SAPI
image_pdfimage_print

Pertanyaan Ketiga: BERHUTANG UNTUK KURBAN

Apa Hukum berkurban dan apakah boleh seseorang berhutang untuk berkurban?

Asy-Syaikh Al-Utsaimin menjawab, “(hukum) berkurban adalah sunnah muakkadah bagi orang yang mampu. Bahkan sebagian ahlul ilmi menyatakan, hukum berkurban adalah wajib. Di antara ulama yang berpendapat wajib adalah Abu Hanifah dan pengikutnya ­–semoga Allah merahmati mereka, juga dalam satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal –semoga Allah merahmati beliau-. Dan pendapat ini yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –semoga Allah merahmati beliau-. Atas dasar ini maka tidak sepantasanya bagi orang yang mampu untuk tidak berkurban.

Adapun orang yang tidak memiliki uang, maka tidak sepantasanya dia berhutang hanya untuk berkurban, karena hutang akan membebani dirinya, sedangkan dia tidak tahu apakah mampu untuk membayar hutang itu atau tidak?! Akan tetapi bagi orang yang mampu maka jangan meninggalkan berkurban karena itu adalah sunnah.

Dan hakekat berkurban adalah (1 ekor) mencukupi seorang (yang berkurban) dan keluarganya, ini yang sunnah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau dahulu menyembelih satu ekor domba dengan niat dari beliau dan keluarga beliau. Dan seseorang jika menyembelih satu ekor domba dengan niat dari dirinya dan keluarganya, maka hal itu sudah mencukupi bagi keluarganya yang masih hidup dan yang sudah meninggal. Sehingga tidak perlu berkurban khusus untuk keluarga yang telah meninggal sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang, dimana mereka mengkhususkan kurban untuk keluarga yang telah meninggal tapi membiarkan diri-diri mereka dan keluarga yang hidup tidak berkurban.

Adapun berkurban bagi orang yang telah meninggal jika itu adalah wasiat darinya maka harus dilaksanakan wasiat tersebut. Wallahu ‘alam.

Pertanyaan Keempat: HUKUM BERKURBAN DENGAN KERBAU

Pertanyaan: “Ada banyak perbedaan sifat antara kerbau dan sapi sebagaimana perbedaan antara kambing kacang dan domba. Dan Allah telah menjelaskan secara rinci di dalam surat Al-An’am antara domba dan kambing kacang, tapi tidak merinci antara kerbau dan sapi. Apakah kerbau masuk dalam kategori 8 pasangan hewan (yang disebutkan dalam surat Al-An’am) sehingga boleh berkurban dengannya atau tidak?

Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin menjawab, “ Kerbau termasuk dari jenis sapi. Allah Azza wa Jalla menyebutkan di dalam Al-Qur’an perkara-perkara yang dikenal oleh bangsa arab yaitu yang mereka haramkan apa yang mereka mau dan menghalalkan apa yang mereka mau. Sedangkan kerbau tidak ma’ruf bagi bangsa arab.

Pertanyaan Keempat: LEBIH AFHDAL MANA DOMBA ATAU SAPI?

Pertanyaan: “manakah yang lebih afdhal di dalam berkurban, domba atau sapi?”

Asy-Syaikh Al-Utsaimin menjawab, “Para fuqoha’ menyebutkan, apabila ditinjau dari sisi seorang yang berkurban dengan satu hewan (sendirian), maka yang afdhal adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, dan kambing domba lebih afdhal dari kambing kacang. Akan tetapi jika berserikat 7 orang dalam berkurban unta dan sapi, maka berkurban kambing lebih afdhal, dan domba lebih afdhal dari kambing kacang. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 25/34-35)

Pertanyaan Kelima: LEBIH AFHDAL MANA, HEWAN YANG BESAR dan BANYAK DAGINGNYA, ATAU YANG MAHAL HARGANYA?

Pertanyaan: “Manakah yang lebih afdhal di dalam berkurban, yang besar hewannya dan banyak gajih dan dagingnya atau yang mahal harganya?

Asy-Syaikh Al-Utsaimin menjawab, “Permasalahan ini apakah yang afdhal dalam berkurban yang mahal harganya atau yang gemuk badannya? Sebenarnya keumuman yang ada bahwa dua perkara itu adalah mutalazim, dan bahwasanya hewan yang gemuk dan banyak dagingnya lebih afdhal, tapi terkadang juga sebaliknya.

Apabila kita melihat kepada manfa’at dari berkurban tersebut maka tentu hewan yang besar lebih afdhal walaupun harganya murah. Tapi jika kita melihat kepada kejujuran hati dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla bisa kita katakan bahwa yang mahal lebih afdhal, karena ketika seseorang mengeluarkan hartanya dalam jumlah banyak untuk beribadah kepada Allah, itu sebagai bukti atas kesempurnaan ibadahnya dan kejujuran ibadahnya.

Sebagai jawaban dari pertanyaan ini kami katakan, coba perhatikan mana yang lebih bermaslahat bagi hatimu maka lakukanlah. Ketika dua maslahat yang telah disebutkan tadi bertentangan, maka perhatikanlah mana yang lebih bermasalahat bagi hatimu. Jika engkau memandang bahwa dirimu akan bertambah keimanannya dan rasa tunduknya kepada Allah Azza wa Jalla dengan memilih yang harganya mahal, maka berkurbanlah dengan yang harganya mahal.

(Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 25/34-35)