Ukhuwah Anak Kuliah
Ukhuwah Anak Kuliah oleh Admin UAK

rahasia – rahasia taharah

sebulan yang lalu
baca 10 menit

•┈┈✺ ﷽ ✺┈┈•

🚰🚿 *RAHASIA-RAHASIA TAHARAH*

💦 Banyak orang yang bertaharah atau bersuci, mereka melakukannya hanya sebatas amalan-amalan dzahir, tidak atau kurang memperhatikan adab atau etika dalam melakukan amalan-amalan tersebut, sehingga efek dari amalan-amalan yang sifatnya fundamental itu menjadi hambar,  tidak menimbulkan _zhouf_ atau kesan mendalam, hanya sekedar rutinitas, padahal amalan tersebut sangat menentukan bangunan keislaman kita.

📜 Uraian berikut ini merupakan pembahasan yang penting untuk kita pelajari dan kita amalkan dalam kaitannya dengan taharah atau bersuci.

📖 Kita akan masuk kepada uraian kitab Mukhtashor Minhajul Qosidin karya Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Rahimahullahu Ta’ala.

Beliau mengatakan, _”Ketahuilah bahwa bersuci itu memiliki empat tingkatan”._

❗Perhatikanlah, sepertinya baru kali ini kita dapatkan ilmu tentang hal ini.

🚿 Pada umumnya orang memahami tentang taharah atau bersuci hanya sebatas mandi wajib (mandi janabah), tayamum, dan wudhu’ dengan berbagai syarat dan ketentuannya.

💺Tetapi di sini dijelaskan oleh Al Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Rahimahullahu Ta’ala, beliau menjelaskan lebih dalam kepada kita, bahwa taharah atau bersuci itu ada empat tingkatan.

1️⃣ Tingkat yang pertama adalah, bersuci dari perkara yang dzahir berupa hadas, najis dan sisa-sisa makanan (kotoran). Tingkat pertama ini yang umumnya banyak diketahui oleh orang Islam. Sebenarnya ini level yang paling dasar, dimana mereka memahami taharah dengan mensucikan dan membersihkan diri hanya sebatas dzahir (lahiriah) saja, tujuannya hanya agar badan bersih dari hadas, najis dan sisa-sisa makanan (kotoran ketika buang air besar dan air kecil).

🚽 Ketika kita buang air besar dan air kecil disyariatkan untuk istinjak dan istijmar (membersihkan/cebok dengan air atau dengan batu). Jadi ini level yang pertama.

2️⃣ Naik ke level berikutnya yakni tingkatkan yang ke dua yaitu mensucikan anggota tubuh dari segala macam dosa-dosa.

🚰 Jadi bersuci itu dalam syari’at Islam bukan hanya pada perkara yang dzahir (lahiriah) saja, tetapi juga membersihkan diri kita dari perkara-perkara yang tidak nampak (batiniah) yaitu kotoran dosa dan kotoran kemaksiatan, sesungguhnya ini jauh lebih kotor daripada kotoran tinja dan air seni.

🧴Tetapi yang terjadi dikalangan umat manusia, mereka lebih peduli, lebih risih kalau pada tubuh mereka ada kotoran dzahir itu, mereka tidak akan merasa nyaman jika ada najis di badannya atau pakaiannya.

🥼 Jangankan kotoran manusia, kotoran cicak saja jika menempel di baju, maka seserorang tidak akan merasa nyaman memakainya.

🍄‍🟫 Misalkan seseorang setelah pipis, kemudian istinjak/cebok lalu mengenakan celana, tiba-tiba ia merasa seolah-olah ada setetes air seninya yang ke luar. Yang seperti ini menyebabkan dia merasa risih dan tidak nyaman, dan membuatnya gelisah.

🔨 Tetapi sebaliknya ketika yang menempel di tubuhnya begitu banyak kotoran-kotoran dosa dan maksiat justru dia tidak merasakan risih sama sekali. Bahkan ia _enjoy-enjoy_ saja. Tidak merasa ada yang aneh, atau tidak merasa ada yang tidak beres pada dirinya.

🆘 Jika demikian, ini pertanda bahwa detektor _qolb_ (hati) yang ada pada diri seseorang itu tidak lagi sensitif (kotor).

💯 Sesungguhnya hati yang bersih jika terkena kotoran dosa dan kemaksiatan sedikit saja dia akan merespon seperti respon kita terhadap kotoran tinja atau najis yang melekat pada pakaian atau tubuh kita.

💧 Contoh hati yang bersih adalah, ketika ada seseorang dengan maksud bercanda _(nge-prank)_ temannya, tiba-tiba temannya itu menangis, lalu dia merasa sangat bersalah dan menyesal, gelisah tak nyaman lalu minta maaf. Ini tanda hatinya masih bersih dia peka terhadap dosa dan kesalahan meskipun kecil.

💦 Jadi, kita harusnya rajin bersih-bersih, bukan hanya membersihkan jasad kita dari benda-benda najis, tetapi mestinya kita harus rajin membersihkan badan kita dari kotoran dosa dan kemaksiatan.

3️⃣ Naik ke tingkat berikutnya yaitu membersihkan diri dari akhlak-akhlak yang tercela dan perangai yang rendah dan dimurkai Allah ﷻ. Ini tingkat yang ketiga level yang lebih tinggi lagi.

Sebenarnya dosa yang dilakukan oleh anak Adam sejalan dengan tingkatan-tingkatan tersebut.

☝️ Sumber dosa itu empat perangai,

Yang pertama perangai _rububiah,_ yaitu seseorang yang ingin memiliki hak _rububiah,_ mengatur, menguasai dan mendominasi. Contohnya adalah perangai _kibr_ (sombong) dan _ujub_ merasa lebih baik dari orang lain.

Sumber kedua dari dosa adalah sifat _bahimiah_ (sifat hewan) yang berkaitan dengan nafsu syahwat, seperti zina, selingkuh, mengumbar pandangan dan yang lainnya. Ini adalah bentuk karakter _bahimiah_ atau watak kehewanan yang di adopsi oleh manusia.

Dan yang ketiga adalah sifat _Sab’iyah,_ bahwa dosa itu bersumber dari sifat memangsa, buas, dan predator seperti sifat dzalim, membunuh, menyakiti dan sebagainya.

Dan yang terakhir yang ke empat adalah sifat _syaitoniyah,_ yakni sifat-sifat syaitan, akhlak-akhlak yang _majmumah roja’il mamkutah._

4️⃣ Selanjutnya kita sampai pada pembahasan level taharah yang ke empat. Naik ke level yang ke empat, ini lebih dalam lagi lebih _complicated_ dari pada yang sebelumnya, yaitu membersihkan hati dan jiwa dari yang selain Allah ﷻ.

🔍 Tingkatan yang ke empat ini mencakup pembersihan sesuatu yang _sir_ sangat rahasia, samar dan halus. Ini lebih sulit karena bekerjanya kejelekan dosa dan maksiat itu terkadang tidak nampak dan tidak terasa.

Jika kita melihat orang yang bengis, tutur katanya kasar, dan prilakunya buruk, maka yang seperti itu jelas terlihat, sehingga tentu akan lebih  mudah untuk mengobati atau membersihkannya karena nampak di mana letak penyakitnya.

🔏 Ada jenis dosa dan kemaksiatan yang _sir_ yakni sesuatu yang sangat jauh tersimpan di dalam relung hati yang dalam, maka yang seperti ini membersihkannya tidak mudah, butuh ilmu yang betul-betul dalam, dan orang yang memang pakar di bidangnya untuk dapat mengobati.

🩺 Penyakit _sir_ ini terkadang menjangkiti seseorang yang secara dzahir itu baik. Dari penampilan luar dan bagian dalam yang tidak begitu dalam, kelihatannya baik, normal, tidak ada masalah. Tetapi ternyata di relung hati yang paling dalam ada penyakit yang bersarang.

Contohnya penyakit hasadnya orang-orang yang berilmu.

📙 Karena dia orang yang berilmu, dia pandai menyimpan hasadnya, cara mainnya sangat halus tidak ada orang yang tahu. Orang tidak bisa melihat bahkan dia pandai mengemas penyakit hasadnya seperti seolah-olah syar’i untuk melegalkan/menghalalkan apa yang ia lakukan. Bahkan terkadang dirinya sendiri tidak merasakan bekerjanya penyakit itu.

Pembersihan pada level ke empat ini tentu lebih sulit yakni membersihkan hati dari yang selain Allah ﷻ.

Kata Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Rahimahullahu Ta’ala, _”Pembersihan level empat inilah puncak dari segala pembersihan”._

📌 Jadi jika kita dalam bertaharah atau bersucinya sampai pada level empat, In Syaa Allah aman, karena itu puncaknya. Jika puncaknya dapat kita kuasai, maka yang lain akan lebih mudah dan lebih gampang.

Terkadang kita sibuk menangani yang level pertama, kedua, dan ketiga, tapi level yang ke empat malah lolos. Sehingga ketika kita lolos dari tingkatan yang ke empat (level tertinggi), lalu kita anggap sudah aman, di situlah hati yang masih kotor itu akan merusak (mengotori) kembali apa yang sudah kita bersihkan.

Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Rahimahullahu berkata, _”Maka barang siapa yang kuat basirahnya (pandangnya) maka dia akan bisa menebus pembersihan sampai level ke empat”._

_”Dan tidak ada yang bisa mendapatkan hal tersebut kecuali orang-orang yang sabar”_

_”Adapun orang-orang yang buta pandangannya dia tidak akan bisa memahami tingkatan tingkatan taharah ini kecuali yang dia pahami hanyalah level yang pertama”._

Sehingga jika kita hanya bisa bersih-bersih diri dari hadas dan najis sisa-sisa makanan (kotoran), kita masih termasuk dalam golongan yang masih buta.

🕶️ Orang-orang yang masih merasa nyaman dengan maksiat-maksiat yang dilakukannya setiap hari, tidak meras risih dan tidak merasa malu dengan dosa-dosanya. Apakah dosa-dosa yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, mereka itu buta meskipun matanya melihat.

Orang yang demikian itu masih pada level pertama tingkatan taharahnya, fenomenanya akan terlihat bahwa dia akan membuang-buang waktu hanya untuk bersungguh-sungguh (mantap) dalam beristinjak/cebok saja.

Kalau urusan istinjak/cebok betul-betul bersih sekali, dengan menghabiskan air yang banyak dan disabun tak cukup sekali.

Dia hanya menghabiskan waktunya untuk bersih-bersih yang bersifat dzahir. Padahal itu semua hanya berdasarkan dugaan semata, meras kurang bersih, merasa masih bau dan sebagainya. Dia lebih yakin dengan was-was hatinya (dari syaitan) karena sedikitnya ilmu.

Dan Dia menduga bahwa taharah/bersuci yang dipahami hanya itu saja (level pertama). Dia pikir bersih itu sudah cukup hanya dari hadas, najis dan kotoran saja.

Dia jahil dengan apa yang dilakukan ulama terdahulu dimana mereka menghabiskan waktunya tenggelam dengan aktivitas untuk membersihkan hati dari dosa.

Orang-orang di zaman sekarang lebih mementingkan penampilan dzahir, hingga rela meminjam barang orang lain agar terlihat _perfect,_ begitu terbalik dengan kondisi perjalanan hidup orang-orang Soleh terdahulu _(mutakaddimin)._

Para _mutakaddimin_ justru mereka menghabiskan waktu, tenggelam untuk fokus membersihkan hati mereka dari berbagai kotoran dosa dan kemaksiatan. Mereka _yatasahaluun_ begitu mudah dalam perkara dzahir sederhana dan tidak berlebihan.

📚 Sebagaimana diriwayatkan oleh Sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Beliau pernah berwudhu’ dari sebuah penampungan air wanita nasrani, padahal mereka hampir-hampir tidak pernah membersihkan tangan ✋ mereka dari _zahm_ lemak dari hewan (termasuk babi dan anjing).

Salaf terdahulu shalat di permukaan bumi tanpa alas, di atas pasir atau tanah. Terkadang mereka berjalan dengan kaki telanjang. Dan terkadang mereka mencukupkan _istijmar_ (istinjak dengan batu).

✔️ Jadi untuk urusan dzahir mereka sederhana (sedang), tapi untuk urusan bersih-bersih hati dari dosa mereka bersungguh-sungguh.

Bersuci hanya sebatas dzahir menurut beliau rahimahullahu adalah tindakan kedunguan dan keteledoran, karena pembersihan batin (hati) dari dosa dan kemaksiatan yang lebih penting malah mereka abaikan.

Bahkan karena kedunguannya orang-orang zaman sekarang mengatakan bersih-bersih badan dari hadas, najis dan kotoran itulah puncak kebersihan.

Sehingga dampak yang lebih luas Anda akan menyaksikan orang-orang di zaman sekarang akan menghabiskan waktu dan energinya untuk menghiasi perkara lahiriah.

🧥 Anda akan menyaksikan bagaimana orang-orang zaman sekarang ingin tampil _perfect_ di hadapan orang lain, wajahnya di permak sedemikian rupa, dagunya dioperasi agar lancip, hidungnya 👃 disuntik agar mancung, matanya dipasang lensa agar bersinar, pipinya dipoles hingga tirus dan seterusnya.. dan seterusnya.. semua dilakukan untuk perkara dzahir.

🥀 Dalam kondisi batin-batin mereka rapuh dan runtuh terisi oleh kotoran-kotoran penyakit sombong, ujub, jahl, ria, dan nifak.

Sehingga banyak terjadi prilaku kemunafikan..

Orang-orang seperti ini, jika melihat orang-orang yang mencukupkan _istijmar_ hanya dengan batu, mereka akan kaget bukan kepalang dan mengingkarinya. Jika dia melihat seseorang yang berjalan di muka bumi tanpa sandal atau sepatu, atau melihat orang yang sholat tanpa sajadah, atau melihat orang berwudhu dari tempayan yang sudah usang dia akan mengingkari dengan pengingkaran yang keras.

🚫 Dia akan memberikan gelar, dan julukan yang merendahkan (Si Jorok atau Si Miskin).
Mereka enggan untuk duduk makan satu tempat dengan orang-orang yang demikian karena dianggap tidak level.

Coba engkau lihat orang ini, bagaimana ia menjadikan orang yang hidupnya bersahaja, sederhana, dipandang bagaikan kehidupan yang miskin, kotor dan menjijikan.

Jadi keteledoran mereka justru mereka anggap sebagai bentuk kebersihan, mereka mengubah perkara mungkar dianggap baik, dan perkara yang baik dianggap munkar.

💡Akan tetapi untuk orang-orang yang memaksudkan dalam taharah itu dia jadikan sebagai bentuk kebersihan dalam hidupnya, tanpa berlebihan menggunakan air, dan tidak meyakini bahwa menggunakan air yang berlebihan itu adalah pokok dari agama, maka ini bukan kemungkaran, dan bagus jika seseorang memiliki kepedulian sepantasnya.

❌ Yang dilarang adalah yang berlebihan. Hendaknya dia memiliki pengetahuan tentang najis dan hadas sebagaimana ilmu di dalam kitab-kitab fikih karena pembahasan ini dimaksudkan untuk menitikberatkan pada adab dan etika.

_Wallaahu a’lam bish-shawab._

Semoga bermanfaat.

🌹 _*جزاكم الله خيرا و بارك الله فيكم*_

=================
Sumber:
📀 Ditranskrip dari Audio Kajian Kitab Mukhtashor Minhajul Qosidin
كتاب الطهارة وأسرارها والصلاة وما يتعلق بها
Dengan judul: *4 Tingkatan Thoharah* yang disampaikan oleh Al-Ustadz Abu Sufyan Al-Musy حفظه الله, Pada Tanggal 19 Jumadal ‘Ula 1443 H./24 Desember 2021 M. Di Masjid Ma’had Al-Bayyinah Al-Islamy Gresik, Jawa Timur.
=================
🗂️ Catatan HAF di Lhokseumawe – Aceh, Jum’at 6 Al-Muharram 1446 H./12 Juli 2024 M.

💡Sudah dikoreksi oleh: Tim Fawaid dan Asatidzah pembimbing حفظهم الله جميعا

📝 Mau ikut ngirim catatan taklim juga? Klik https://bit.ly/Catatan_Taklim
https://bit.ly/Catatan_Taklim atau
https://t.me/UAKcenter_bot

🎒t.me/ukhuwahanakkuliah [UAK]
🌏 www.ukhuwahanakkuliah.com

Oleh:
Admin UAK