Ukhuwah atau persaudaraan adalah ciri khas orang beriman di dunia dan akhirat. “Sesungguhnya hanyalah orang-orang beriman itu yang bersaudara.” (QS Al Hujurat : 10)
Bukti tentang ukhuwah di akhirat Allah ‘azza wa jalla firmankan di Al Quran surat Al Hijr ayat 47. “Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka (di surga) merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”
Ukhuwah adalah nikmat besar dan Allah ‘azza wa jalla perintahkan kita untuk selalu mengingatnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di Al Quran surat Ali Imran ayat 103. “Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara.”
Adalah iman dan akidah yang melatarbelakangi adanya ukhuwah di antara orang beriman. Ukhuwah yang dilandasi cinta karena Allah. Inilah ikatan tali iman yang paling kuat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatan iman yang paling kuat adalah memberikan loyalitas karena Allah, memberikan sikap permusuhan karena Allah, mencintai karena Allah, dan membenci karena Allah.”
Ukhuwah yang dilandasi cinta karena Allah akan mendatangkan pahala. Sekian hadits menyebutkan tentang keutamaan saling mencintai karena Allah ‘azza wa jalla. Semisal hadits tentang 7 golongan yang kelak akan mendapatkan naungan di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah subhanahu wa ta’ala. Salah satu dari 7 golongan itu adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah ‘azza wa jalla.
Dalam hadits qudsi, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ، وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ، وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ، وَالْمُتَحَابُّونَ فِي اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
“Kecintaan-Ku berhak didapat oleh orang yang saling mencinta karena-Ku, saling memberi karena-Ku, dan saling mengunjungi karena-Ku. Orang-orang yang saling mencinta karena Allah, akan berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, di bawah naungan ‘Arsyi ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.”
Sungguh, ukhuwah yang dilandasi cinta karena Allah itu sangat menyenangkan. Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bertemu dengan ikhwan-ikhwan itu obat kesedihan.”
Imam Sufyan Ats Tsauri rahimahullah pernah ditanya, “Apa yang disebut air kehidupan?” Sesuatu yang bisa membuat hidup. Beliau jawab: “Bertemu dengan teman.”
(Catatan #1 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 1))
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya sesuatu itu akan semakin jelas jika diketahui apa yang menjadi lawannya.” Ini artinya untuk mengetahui bagaimana membangun ukhuwah yang kuat, kita perlu mengetahui hal-hal yang bisa merusak ukhuwah.
Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah dalam dauroh berjudul “Hal-hal yang Merusak Dakwah” di Balikpapan (16-17 Zulhijah 1443H) menyebutkan beberapa hal yang bisa merusak persaudaraan.
Yakni, (1) Tamak terhadap dunia dan rakus kepada apa yang ada di tangan orang lain. (2) Abai dalam menjalankan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan jatuh dalam pelanggaran syariat dan melakukan dosa. (3) Tidak ada adab dalam berkomunikasi. (4) Tidak ada kasih sayang.
(1) Rakus kepada dunia dan rakus pada sesuatu yang ada di tangan orang lain menjadi penyebab hilangnya kasih sayang dalam persaudaraan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berlaku zuhudlah kamu dalam urusan dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Dan berlaku zuhudlah kamu terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.”
(2) Abai dalam menjalankan ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla dan jatuh dalam pelanggaran syar’i dan dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah ada dua orang yang saling mengasihi karena Allah atau karena Islam lalu keduanya berpisah, melainkan disebabkan dosa yang dikerjakan salah seorang dari keduanya”.
Ketika ada takwa, ukhuwah ada dan utuh. Ketika tidak ada takwa, ukhuwah akan runtuh.
(3) Tidak ada adab dalam berkomunikasi. Dalam hal apa pun dibutuhkan komunikasi yang baik. Apalagi dalam ukhuwah yang melibatkan banyak orang. Tidak ada adab dalam berkomunikasi jadi pintu bagi setan masuk untuk merusak ukhuwah:
Contoh tak ada adab dalam berkomunikasi adalah sebagai berikut. Berkata kasar, meninggikan suara. Tidak menyimak pembicaraan teman atau memalingkan wajah dengan lawan bicara. Tidak memberi kesempatan orang lain bicara, berlebihan dalam bercanda. Dan menyampaikan kritikan yang cenderung menjatuhkan dan melukai perasaan.
Makanya Rasulullah shallallahu’ ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbaikilah kata-kata.”
Satu kata bisa jadi petaka dalam ukhuwah. Seribu kata belum tentu bisa memperbaiki ukhuwah. Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa yang kata-katanya lembut akan mendapatkan kecintaan.”
(4) Tidak ada kasih sayang, dingin, acuh tak acuh terhadap teman bakal merusak ukhuwah.
Ukhuwah tanpa kasih sayang, tanpa kedekatan, tanpa ada rindu itu ukhuwah yg kurang.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Imam Hasan al Bashri rahimahullah menuturkan, teman-teman kita lebih kita cintai daripada keluarga sendiri. Teman-teman kita selalu mengingatkan kita pada urusan akhirat. Sedangkan keluarga kita mengingatkan kita pada urusan dunia.
Bersambung, insyaAllah…
(Catatan #2 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 2))
Maksud hati hendak membenahi, yang terjadi justru menyakiti. Maunya melakukan perbaikan, akibatnya justru pembunuhan. Pembunuhan karakter.
Demikianlah dampak buruk dari sebuah nasihat yang tidak disampaikan secara sehat. Yakni, menyampaikan nasihat kepada teman secara terang-terangan di muka umum. Di depan khalayak ramai. Ini merupakan salah satu hal yang bisa merusak ukhuwah.
“Bisa membuat gaduh dalam ukhuwah. Bisa membuat dendam. Fitrah manusia itu benci jika disebutkan kesalahannya di muka umum. Jadi petaka dalam ukhuwah, membuat hubungan persaudaraan jadi renggang,” papar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah.
Tujuan nasihat itu membimbing bukan menghujat. Nasihat itu ajakan untuk melakukan sesuatu yang ada kebaikan di dalamnya. Nasihat itu ajakan untuk meninggalkan sesuatu yang ada keburukan di dalamnya. Nasihat itu bukan pembunuhan karakter, dengan cara mengumbar aib teman sendiri di depan khalayak.
Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Seorang mukmin itu senantiasa menutupi aib saudaranya dan menasihatinya dengan baik. Sedangkan seorang fajir, dia menghancurkan dan mencela saudaranya.”
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #3 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 3))
“Banyak mencela, tidak memaklumi teman, hanya melihat sisi kekurangan dan tidak memaafkan kesalahan teman,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah menjelaskan hal-hal yang merusak ukhuwah.
Hal tersebut sering terjadi dalam interaksi pergaulan kita sehari-hari. Kita fokus pada kekurangan teman sementara kelebihannya nyaris tak terlihat. Ini penyebab retaknya hubungan.
Belum lagi ketika teman melakukan kesalahan kita kadang sulit untuk memberikan maaf kepadanya. Tidak mudah bagi kita untuk memaafkan. Lain perkara dengan meminta maaf, sangatlah mudah kita melakukannya. Tidak butuh perjuangan untuk meminta maaf.
Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, seorang kesatria (pemberani) adalah orang yang memaafkan kesalahan yang dilakukan temannya.
Allah subhanahu wa ta’ala pun memerintahkan kita untuk memberikan maaf dengan cara baik di Al Quran surat Al Hijr ayat 85. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan memberikan maaf yang baik dengan cara menampakkan keridhoan tanpa disertai celaan.
Lazim terjadi di tengah-tengah kita ketika memberikan maaf kepada teman disertai celaan yang menyakitkan. Bukannya kebaikan hubungan yang diperoleh justru sebaliknya.
Maafkan kesalahan temanmu secara tulus tanpa syarat. Jangan gugurkan pahala memaafkanmu gara-gara celaanmu.
Seorang penyair mengatakan,
kalau kamu dalam setiap urusanmu tidak lepas dari celaan maka kamu tidak akan berjumpa dengan teman yang tidak kamu cela. Kalau begitu hiduplah kamu sendirian. Atau, kamu tetap berhubungan dengan temanmu. Dan kamu harus tahu temanmu itu kadang melakukan kesalahan dan kadang terbebas dari kesalahan.
Kita tidak akan pernah menemui teman yang tidak lepas dari kekurangan. Begitu pula diri kita
Terimalah keadaan temanmu sebagaimana dia menerima keadaanmu.
Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Siapa yang mencari teman yang tidak memiliki aib maka dia tak akan memiliki teman.”
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #4 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 3))
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS Al Hujurat : 6)
Terhadap berita yang dibawa orang yang belum jelas keadaannya, kita harus bersikap hati-hati. Tabayun. Teliti dulu kebenarannya, jangan ditelan mentah-mentah. Apalagi jika berita tersebut menyangkut kehormatan teman kita.
“Merupakan kesalahan fatal menerima informasi yang menyangkut kehormatan teman kita secara mentah-mentah. Apalagi jika diketahui berita tersebut dari orang yang tidak baik. Tukang adu domba dan dikenal suka hasad,” kata al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah. “Orang-orang yang hasad, mereka akan melakukan apa pun untuk memporak-porandakan ukhuwah.”
Orang-orang yang hasad punya kecemburuan yang besar. Mereka tidak ingin kita bersatu.
Makanya jika ada berita yang menyangkut kehormatan teman, dahulukan husnudzon. Jika tidak tahu kondisi teman yang diberitakan tersebut lebih baik diam. Atau, katakan “Aku tidak mengetahui keadaannya kecuali.kebaikan”.
Seorang mukmin itu menggunakan akalnya dengan baik. Seorang mukmin selalu mengedepankan husnudzon kepada mukmin lain.
Apalagi jika berita yang dibawa menyangkut orang-orang yang berilmu yang memang sepantasnya dihormati. Di sisi mereka ada ilmu yang memiliki kehormatan tersendiri.
Dalam kitab Az Zuhud disebutkan sebuah riwayat tentang sahabat Abu Darda radhiyallahu’anhu. Beliau berkata: “Ikuti temanmu dan berlemah lembutlah kepadanya. Jangan sekali-kali kamu dengar omongan orang yang hasad dan musuh tentang temanmu. Esok hari bisa jadi sampai berita tentang kematian temanmu itu sehingga membuatmu kehilangan. Bagaimana kamu tangisi kematiannya ketika masih hidup kau putuskan hubungan dengannya?”.
Ukhuwah adalah nikmat yang seharusnya disyukuri. Bukan sebatas berucap syukur melainkan harus dijaga. Jangan lakukan hal-hal.bisa merusak persaudaraan. Hanya saja, seperti kata Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Nikmat itu seringnya dikufuri. Hubungan itu seringnya diputus.”
Padahal setiap nikmat yang kita kelak pasti akan dmintai pertanggungjawaban. “Kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan.” (QS At Takatsur : 8)
Untuk itu berusahalah menebar kebaikan di tengah-tengah teman. Jangan jadi penyebab kerusakan di tengah-tengah ukhuwah. Jangan jadi tukang adu domba, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan ancaman keras.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يدْخُلُ الجنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga, orang yang suka mengadu domba.”
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #5 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 3))
Menyebarkan rahasia teman menjadi salah satu hal yang bisa merusak ukhuwah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahumullah, disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seseorang menyampaikan suatu ucapan (rahasia) kepadamu kemudian dia berpaling muka (ucapannya) itu merupakan amanat.”
“Sesungguhnya Allah itu menyuruh kalian untuk menunaikan amanat,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah menukil ayat 58 dari Surat An Nisa.
Lazim terjadi karena sudah dianggap sebagai teman seseorang bisa bercerita banyak kepada temannya. Mulai urusan pribadi, keluarga hingga kerjaan kerap dicurhatkan. Karena teman adalah seseorang yang bisa membuat kita merasa aman, nyaman dan percaya kepadanya.
Hanya saja karena ada perselisihan diumbar semua hal yang pernah diceritakan kepada kita. Semua rahasia yang dipercayakan kepada kita diumbar. Dibongkar aibnya. Itu namanya, “Menikam teman dari belakang,” kata al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Jika ada perselisihan, selesaikan secara ilmiah, jangan dibongkar rahasianya. Jika kita menikam teman dari belakang, dia akan menikammu juga dari belakang.
“Teman ahlusunnah itu partner dalam kebaikan,” ujar ustadz pengasuh Ma’had Darul Atsar Tasikmalaya itu.
Jadi, jaga rahasia teman. Jangan diumbar. Lagipula apa sih manfaatnya? Toh, andaikan ada ketidakjujuran pun akan tersingkap dengan sendirinya di kemudian hari. Hari-hari itu akan menampakkan segala seuatu yang kamu sebelumnya tidak tahu.
Jadikan teman itu sebagai pendukung bagi teman lainnya. Jangan dianggap sebagai kompetitor.
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #6 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 3))
Selalu berhusnudzon dan lapang dada adalah dua hal yang bisa menguatkan ukhuwah. Itu artinya, su’udzon dan sempitnya dada bisa menghancurkan ukhuwah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di surat Al-Hujurat ayat 12. “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.”
“Banyak prasangka akan membuat ketidakpercayaan. Percayalah, bahwa teman dan sahabat kita itu baik, amanah dan tidak akan berkianat,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah.
Teman kita, mereka adalah ahlusunnah. Hukum asal pada ahlusunnah adalah harus hushudzon. Menanamkan kepercayaan kepadanya. Tidak mungkin kita berteman dengan ahlu bid’ah. Syaikh Sholeh Alu Syaikh rahimahullah mengatakan, satu hal yang mustahil kita memberikan loyalitas kepada oramg-orang yang membenci sunnah.
Apalagi mengikuti prasangka itu kebiasaan orang-orang kafir. Dalam Al Qur’an di surat An Najm ayat 28: “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran.”
“Kalau mengedepankan su’udzon tidak akan punya teman karena dihantui ketakutan terus. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jauhi oleh kalian prasangka karena prasangka itu sedusta-dusta ucapan’,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Mukmin itu bersandar pada bukti, dasar atau ilmu. Tidak boleh tergesa-gesa menghukumi teman hanya berdasar dugaan.
Imam Abdullah ibnu Mubarak rahimahullah berkata, seorang mukmin itu selalu mencari udzur untuk saudaranya.
Kasih udzur jika ada teman kita yang tidak ikutan kegiatan, semisal kerja bakti. Jangan langsung dihukumi bahwa dia enggan ta’awun lagi. Taklim dalam sebulan ada sekian kali, ada teman yang absen sepekan sudah dihukumi futur. Ini tidak boleh.
Beda dengan munafik. Mereka bukan mencari udzur tapi mencari kesalahan. Selalu ingin tahu. Mengintai. Tidak salah jika dikatakan su’udzon itu mendorong seseorang melakukan tajassus.
Apalagi jika su’udzon itu dilakukan oleh seorang dai terhadap teman dai lainnya. Ini bisa bikin kacau dakwah.
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #7 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 4))
“Ikut campur dalam urusan pribadi teman. Ini adalah hal yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Masing-masing kita punya urusan pribadi. Tidak ada gunanya ikut campur urusan teman kita,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah.
Ustadz pengasuh Ma’had Darul Atsar Tasikmalaya itu kemudian menyebutkan hadits yang melarang perkara tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu melakukan tahassus, tajassus, saling hasad, saling membelakangi, dan saling benci. Jadilah kalian bersaudara, wahai para hamba Allâh!”. (HR Al-Bukhari)
Perkara-perkara yang dilarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut bertolak belakang dan berlawanan dengan ukhuwah.
Imam al Auza’i rahimahullah menjelaskan tajassus itu artinya mencari-cari sesuatu. Ada pun tahassus itu berusaha mendengarkan pembicaraan suatu kaum dalam kondisi kaum tersebut benci pembicaraannya didengar orang lain. Atau, memasang telinga di pintu-pintu rumah suatu kaum.
Bisa dibayangkan jika hal tersebut dilakukan, ini jadi petaka dalam ukhuwah. Siapa sih yang suka diintai dan dimata-matai? Kita akan marah dan tersinggung. Begitu pula teman kita. Tak ada yang mau pembicaraannya didengar, dicatat apalagi menyangkut hal-hal pribadi yang menjadi privasinya.
“Bukankah orang-orang yang beriman itu mampu mewujudkan ukhuwah yang baik? Innamal mukminuna ikhwah,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Beliau kemudian menyebutkan hadits tentang salah satu wasiat Nabi kepada sahabat Mu’adz bin Jabal dan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhuma. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi)
Tajassus, tahassus, saling membelakangi dan saling benci bukanlah akhlak yang baik. Dekatkan teman-teman kita dengan akhlak yang baik, jangan hanya karena ada kepentingan dunia semisal harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat baginya.
Tajassus dan tahassus tidak ada manfaatnya. Masing-masing dari kita punya latar belakang kehidupan yang berbeda. Yang perlu dilakukan adalah bersyukur karena kita diberi hidayah mengenal sunnah.
Jangan kemudian kita mencela teman hanya karena keluarga teman tersebut belum mengenal sunnah. Kondisi setiap orang berbeda. Ingat, taufik hanya di tangan Allah ‘azza wa jalla.
Jangan malah dijadikan catatan buruk atas teman kita tersebut. Dibikin daftar kesalahan yang kemudian dibongkar jika ada perselisihan di kemudian hari.
Pun begitu seorang dai. Masing-masing memliki latar belakang yang berbeda. Tidak semua keluarga dai mengenal dakwah. Jangankan dai, syaikh bahkan nabi sekali pun, ada anggota keluarganya tidak mengikuti seruan dakwah. Apakah itu sebuah kesalahan?
Dakwah bisa rusak jika seorang dai melakukan tajassus dan tanassus.
Siapa sih yang tidak menginginkan keluarga kita mengenal sunnah? Apalagi bagi seorang dai yang pada diri mereka ada ilmu, tentu lebih menginginkan keluarganya mengenal sunnah.
“Kalau ada dai yang istiqomah, baik akhlaknya, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengambil ilmu darinya meski ada keluarganya masih awam,” tutur al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Ukhuwah bukan sekadar simbol, tapi lebih ke keyakinan atau akidah dimana orang-orang yang beriman harus bersatu dalam bingkai ukhuwah. Kita berteman membangun persaudaraan niatnya dalam rangka ibadah. Ukhuwah adalah ibadah.
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #8 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 4))
Ukhuwah bukan simbol. Butuh praktik di kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah mendahulukan kepentingan teman ketimbang kepentingan pribadi. Kebersamaan. Dan ini telah dicontohkan para sahabat sehingga ukhuwah di antara mereka sangat kuat.
Salah satu riwayat dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Pernah ada suatu zaman yang telah kami lewati di mana tidak ada seorang pun dari kami yang merasa lebih butuh kepada dinar dan dirham daripada saudaranya yang muslim. Dan kini kita ada di suatu zaman di mana dinar dan dirham lebih dicintai daripada saudaranya yang muslim.”
Para sahabat memang benar-benar lebih mendahulukan kepentingan saudaranya ketimbang dirinya sendiri. Hal tersebut Allah ‘azza wa jalla sebutkan di Al Qur’an surat Al Hasyr. Mereka, kaum Anshar lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan saudaranya, kaum Muhajirin, meskipun diri mereka membutuhkan juga.
Sampai-sampai salah seorang dari kaum Anshar yang bernama Sa’ad bin Robi’ menawarkan salah satu istrinya kepada sahabat dari kaum Muhajirin yang bernama Abdurrahman bin Auf. Radhiyallahu ‘anhuma.
Kebersamaan yang mengundang decak kagum lainnya pernah dilakukan para salaf yakni. Masruq bin Ajda
dan Khaisama, rahimahumallah. Keduanya sama-sama memiliki hutang. Suatu ketika Masruq secara diam-diam melunasi hutang Khaisama. Khaisama mengetahui hal tersebut, kemudian dia secara diam-diam melunasi hutang Masruq.
Kejadian yang tak akan mampu diulang oleh seorang pun di zaman sekarang. Lazim yang terjadi, seseorang memberikan sesuatu menantikan balasan. Paling tidak menunggu ucapan terima kasih.
Itu harus dihindari. Lakukan pemberian karena ikhlas mengharap ridho Allah subhanahu wa ta’ala.
“Yang terjadi sekarang setelah memberi sesuatu menunggu sesuatu. Kita harus berbenah, membangun ukhuwah dengan apa yang kita mampu. Jangan pelit, jangan bakhil untuk memberi perhatian kepada teman. Sekadar menanyakan kabar keluarga atau pekerjaan ketika bertemu teman itu termasuk perhatian. Dan itu ibadah jika diniatkan untuk membahagiakan teman,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah.
Jika setelah memberikan sesuatu kemudian menunggu sesuatu berisiko bikin kecewa. Apalagi jika tak ada imbalan yang diharapkan walau sekadar ucapan terima kasih.
“Mau ada ucapan atau tidak, yang penting sudah bisa memberikan bantuan. Itu yang dilakukan sahabat. Tentu sebagai muslim patut bersyukur kepada yang memberi,” kata al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Ustadz pengasuh Ma’had Darul Atsar Tasikmalaya itu menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi rahimahullah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang diperlakukan baik, lalu ia mengatakan kepada pelakunya, ‘Jazakallahu khairan’, maka sungguh ia telah sangat menyanjungnya.”
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #9 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 4))
“Merasa lebih baik dan lebih hebat dari orang lain, ini bisa merusak ukhuwah. Kalau ada yang seperti ini akan menjadikan temannya sebagai kompetitor. Tidak mau ada seorang pun yang lebih darinya dalam segalanya,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah.
Beliau kemudian memberikan nasihat agar jangan merasa punya ilmu lebih ketimbang orang lain. Merasa lebih tinggi, kemudian merendahkan dan menghina orang lain yang dianggap ada di bawahnya.
“Ini bisa menghambat datangnya kecintaan orang lain.
Merasa dirinya paling banyak kontribusinya. Ini akan membuat tidak ikhlas apa pun yang dilakukannya. Akan merusak ukhuwah. Nggak mau kalah, cenderung meremehkan. Menghina. Menganggap semua nggak ada konstribusi. Ini ghurur, tertipu dengan keadaan diri sendiri,” papar pengasuh Ma’had Darul Atsar Tasikmalaya itu.
Ingat, yang Allah subhanahu wa ta’ala pandang adalah ketakwaan seseorang. Bukan ilmu apalagi harta. “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS Al Hujurat : 13)
Kuncinya adalah takwa. Ketakwaan akan mempengaruhi kontribusi dan ilmu seseorang. Tak pantas seseorang berbangga dengan ilmu, karena ilmu yang diberikan Allah ‘azza wa jalla hanya sedikit. “… dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS Al Isra : 85)
Pun begitu harta tak pantas dibanggakan. Kaya dan miskin bagi Allah ‘azza wa jalla semuanya fakir. “Wahai sekalian manusia kalian semua fakir di sisi Allah.” (QS Fathir : 15)
“Yang perlu dilakukan adalah mujahadah, bersungguh-sungguh. Saling menasihati dalam kesabaran dan kebenaran. Saling tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan,” kata al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Bangga diri membawa seseorang jadi sombong. Sulit menerima masukan, sulit diajak musyawarah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR Muslim)
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #10 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 4))
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) kamu berlaku lemah dan lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.
(QS Ali Imran : 159)
“Apa gunanya bersikap kasar dan kaku? Apa gunanya menampakkan kekuatan di depan teman-teman? Apa manfaatnya? Memangnya kita mau berantem dengan teman? Show of force (pamer kekuatan)?” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah.
Bersikap lembah lembutlah kepada teman agar semua orang mendekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kelemahlembutan tidaklah ada pada sesuatu, kecuali menghiasinya dan tidak hilang dari sesuatu, kecuali merusaknya.” (HR Muslim)
Contohlah para sahabat yang diceritakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al Qur’an. Mereka bersikap keras kepada orang-orang kafir, namun saling kasih sayang kepada sesama sahabat.
Bersambung, InsyaAllah…
(Catatan #11 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 4))
Fanatik pada suatu pemikiran. Fanatik pada pribadi tertentu. Fanatik pada sebuah golongan. Fanatik (ta’ashub) dengan segala bentuknya merusak ukhuwah.
Ta’ashub menurut kamus yang disebutkan oleh Ibnu Faris adalah mengikat sesuatu dengan sesuatu. Bentuknya bisa memanjang atau membulat.
Jika antum terikat dengan sebuah pemikiran, dengan sosok pribadi dengan sebuah golongan, itu artinya antum ta’ashub (fanatik).
“Antum memperjuangkan sebuah pemikiran atau pendapat, tidak bisa menerima atau mentolerir pendapat lain. Antum terjerembab dalam kubangan fanatik,” ujar al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah.
Pun begitu jika seseorang telah fanatik terhadap sosok pribadi tertentu. Membela mati-matian sosok tersebut benar atau salah. Bahkan menganggap sosok tersebut tidak mungkin salah.
“Ini penyakit. Penyakit yang membahayakan agama,” kata ustadz pengasuh Ma’had Darul Atsar Tasikmalaya itu.
Fanatik membuat seseorang buta mata buta hati. Kata-kata yang keluar adalah “Pokoknya”. Meski sosok pribadi tersebut melakukan kesalahan, mereka masih mengelu-elukannya. Masih memujanya.
Ahlusunnah tidak dididik untuk fanatik kepada pribadi tertentu kecuali kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Fanatik yang berlebihan bisa membuka pintu kesesatan.
“Prinsip ahlusunnah yang salah harus dikatakan salah, siapa pun yang melakukannya,” ucap al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Fanatik bisa merusak ukhuwah.
Selesai. Alhamdulillah…
(Catatan #12 Abu Zakariyya Thobroni dari Dauroh Balikpapan, 16-17 Zulhijah 1443H/16-17 Juli 2022 berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafidzahullah (sesi 4))
Sumber:
▪️t.me/geraifathimah
▪️atsar.id