الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi para wanita”
[Q.S. An Nisa’ :34].
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tabiat untuk hidup berkelompok. Tiap orang membutuhkan kepada yang lain dalam menjalankan kehidupannya. Masing–masing saling mengambil manfaat. Keadaan seperti ini, mengharuskan manusia butuh kepada pemimpin yang mengatur kehidupan sosial mereka.
Allah mengetahui bahwa manusia memiliki tabiat hidup yang berkelompok. Oleh sebab itu, dengan kasih sayang-Nya, Allah mengatur kehidupan manusia dan hubungan sesama mereka supaya mereka mendapatkan keteraturan dan kehidupan yang terbaik di atas aturan Allah. Pencipta mereka. Sehingga Allah tentu lebih mengetahui aturan yang terbaik bagi kehidupan manusia.
Salah satu aturan yang Allah tetapkan dalam syariat-Nya adalah menjadikan sebagian manusia sebagai pemimpin yang lain, sekaligus mengatur bagaimana cara bermuamalah antara pemimpin dengan rakyatnya. Pemimpin disini umum mencakup seluruh sendi kehidupan, kehidupan bernegara, berkeluarga, bahkan dalam safar(bepergian jauh) pun manusia diperintah untuk mengangkat seorang untuk memimpin safar tersebut. Telah diriwayatkan dari shahabat Abu Said Al Khudri Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila ada tiga orang yang keluar (untuk safar) maka hendaknya salah seorang dari mereka menjadi pemimpin (yang lain).” [H.R. Abu Dawud, dishahihkan oleh syaikh Al Albani Rahimahullah dalam Irwaul Ghalil].
Dengan penuh hikmah dan keadilan, Allah telah menetapkan bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin bagi para wanita. Kepemimpinan laki–laki atas kaum wanita mencakup seluruh aspek kehidupan mereka. Dalam kenegaraan, mengangkat hakim, kehidupan rumah tangga, juga dalam ibadah yang murni seperti shalat berjamaah, sebagaimana dalam ayat diatas, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi para wanita”.
Kalau kita cermati, penetapan kepemimpinan bagi kaum laki-laki atas kaum wanita ini sebenarnya selaras dengan keadaan fisik dan psikis masing-masing. Allah menciptakan fisik laki-laki dengan bentuk yang kokoh dan kuat, dimana keadaan fisik tersebut akan membantunya untuk melakukan perkara-perkara berat yang kebanyakan wanita tidak mampu melakukannya, seperti dalam urusan berperang di jalan Allah. Allah membebankan kewajiban berperang atas kaum laki-laki saja dan tidak mewajibkannya bagi wanita. Demikian pula dalam urusan mencari nafkah, kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada seorang suami. Jika wanita tersebut belum memiliki suami maka kewajiban itu dibebankan kepada bapak dan anggota keluarganya yang laki-laki.
Demikian pula dalam safar seorang wanita, ia harus ditemani dengan mahramnya yang laki-laki supaya mampu melindungi wanita tersebut dari gangguan di jalan.
Demikian pula dari segi psikis dan mental, laki-laki lebih mampu menguasai diri dari pada wanita. sehingga dalam Islam hakim harus diangkat dari kaum laki-laki. Supaya keputusan yang ditetapkan keluar dari pikiran yang jernih, tidak didominasi oleh rasa belas kasihan. Yang perasaan seperti ini terkadang bisa menyelewengkan dari ketetapan hukum yang seharusnya diputuskan.
Kaum wanita, memiliki keadaan fisik dan psikis yang berbeda dengan laki-laki. Kebanyakan wanita tidak akan mampu untuk melakukan amalan semisal laki-laki. Belum lagi keadaan wanita yang mengalami haid, hamil, nifas, dan menyusui serta mengasuh anak, yang semua keadaan ini akan menghambatnya dalam melakukan aktivitas. Oleh sebab itu, Allah tidak memberikan beban kepada perempuan sebagaimana kaum laki-laki, hal ini sesuai dengan hikmah Allah Ta’ala Yang Maha Adil.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak memberikan beban suatu jiwa kecuali sesuai kadar kemampuannya”. [Q.S. Al Baqarah:286].
Walaupun syariat membedakan kedudukan antara kaum laki-laki atas kaum wanita. Hal ini bukan berarti kaum laki-laki boleh merendahkan kaum wanita. Bahkan yang benar, secara umum kaum wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Perbedaan antara keduanya ini hanya dalam perkara tertentu, sesuai dengan keadaan masing-masing. sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Para wanita adalah saudara kandung bagi kaum laki-laki”. [H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya dari sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah].
Para pembaca, sungguh sangat disayangkan, kita mendapati ada sebagian kaum muslimin yang tidak terima dengan ketentuan syariat Allah yang sesuai dengan fitrah ini. Mereka menginginkan persamaan hak serta kewajiban bagi kaum laki-laki dan wanita secara mutlak. Lebih dari itu, kalau memungkinkan justru mereka menginginkan wanita yang memimpin kaum laki-laki. Telah menjadi ketetapan Allah bahwa apapun yang menyelisihi syariat-Nya sudah pasti akan berbuah kejelekan. Tatkala seorang wanita menguasai dan memimpin kaum laki-laki, maka pasti akan menuai kerugian, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinan pada wanita.” [H.R. Muslim dari sahabat Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhu].Wallahu a’lam bisshawwab. [Ustadz Hammam].