Tashfiyah
Tashfiyah

sukses ujian akhir

7 tahun yang lalu
baca 9 menit

Saat tanah menghimpit jasad. Gelap, sempit, dan pengap. Kala para pelayat meninggalkan kita. Dua malaikat: Munkar dan Nakir datang membawa beberapa pertanyaan ujian. Ujian akhir yang menentukan sengsara dan bahagianya seorang hamba.

Tak seorang pun manusia yang mengingkari bahwa dirinya pasti mati. Tidak ada yang kekal abadi di dunia ini, kecuali Rabbul ‘alamin. Firman Allah yang artinya,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Setiap jiwa akan merasakan mati, lalu kepada kami kalian akan dikembalikan.” [Al-‘Ankabut:57] mengingatkan bahwa kita akan kembali kepada-Nya. Namun, sebagian besar kita lalai terhadap hari tersebut, lalai dari mempersiapkan kebutuhan di hari-hari setelahnya. Kita sibuk dengan dunia yang fana ini dan lupa terhadap kehidupan abadi kita. Padahal, sejatinya kita di dunia ini sebatas berteduh dalam sebuah perjalanan yang hanya sebentar, tak menetap, dan tak bermukim.

Awal dari Sebuah Akhir

“Jika seorang hamba yang beriman meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turunlah kepadanya malaikat dari langit yang berwajah putih bersih seperti matahari. Mereka membawa kafan dari kafan-kafan surga dan wewangian dari wewangian surga. Kemudian, mereka duduk sejauh mata memandang. Lalu, datanglah malaikat pencabut nyawa. Dia lalu duduk di dekat kepalanya sambil berkata, ‘Keluarlah wahai jiwa yang tenang, keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah.’ Keluarlah jiwanya dengan mengalir bagaikan mengalirnya tetesan air dari tempatnya. Malaikat pencabut nyawa kemudian mengambil ruh orang tersebut. Langsung, para malaikat yang membawa kafan dan wewangian tadi tidak membiarkan ruhnya sekejap mata pun berada di tangan malaikat maut. Mereka pun lantas meletakkannya pada kain kafan dan wewangian tersebut.

Ruh itu mengeluarkan bau wangi yang melebihi bau wangi misik di muka bumi. Para malaikat kemudian naik ke langit dengan membawa ruh tersebut. Mereka tidak melewati satu malaikat pun kecuali pasti bertanya, “Bau apa yang sangat wangi ini?”
Para malaikat pembawa ruh itu menjawab, “Ini adalah ruh Fulan bin Fulan.” Mereka menyebut nama-namanya yang paling baik sewaktu berada di dunia. Para malaikat bertanya seperti itu hingga dia sampai di akhir langit dunia. Mereka kemudian memohon agar dibukakan pintu langit untuknya. Lalu dibukakanlah baginya pintu langit tersebut. Semua malaikat yang dekat dengannya dari setiap langit  mengantarkannya sampai ke langit berikutnya hingga mereka sampai ke langit yang ketujuh.

Setelah mereka sampai ke langit yang ketujuh. Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Tulislah catatan hamba-Ku ini di dalam ‘Illiyyin lalu kembalikanlah dia ke bumi karena Aku telah menciptakan mereka darinya, kepadanya Aku kembalikan, dan darinya Aku mengeluarkannya sekali lagi.’
Ruhnya kemudian dikembalikan ke bumi, lalu datanglah dua orang malaikat yang kemudian mendudukkannya, Mereka lantas bertanya kepadanya, ‘Siapakah Rabbmu?’ Ia menjawab, ‘Rabbku adalah Allah .’
Kedua malaikat itu bertanya lagi, ‘Apakah agamamu?’ Ia menjawab, ‘Agamaku adalah Islam.’
Kedua malaikat itu bertanya lagi, ‘Siapakah laki-laki ini yang telah diutus di tengah-tengah kalian?”
Ia menjawab, ‘Beliau adalah Rasulullah.’
Malaikat itu bertanya, ‘Dari mana kamu tahu?’
Ia menjawab, ‘Aku membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.’
Lalu terdengarlah seruan dari langit, ‘Hamba-Ku ini benar, maka hamparkanlah untuknya hamparan dari surga, berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah untuknya pintu surga.’
Kemudian, dia pun merasakan bau dan wanginya surga lalu diluaskan kuburannya sejauh mata memandang. Selanjutnya, datanglah seorang laki-laki tampan yang berpakaian bagus dan berbau harum. Ia berkata, ‘Berbahagialah dengan segala yang membahagiakan Anda. Ini adalah hari kebahagiaan Anda yang telah Allah janjikan.’ Orang beriman tersebut bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan.’
Ia menjawab, ‘Aku adalah amal shalihmu.’
Orang beriman itu kemudian berkata, ‘Wahai Rabbku, datangkanlah hari kiamat. Rabbku datangkanlah hari kiamat sehingga aku dapat kembali pada keluarga dan hartaku.’

Hadits di atas adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dari sahabat Al-Barra` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu. Inilah sepenggal kisah yang Rasulullah ﷺ sampaikan kepada kita untuk menggambarkan perjalanan kita setelah malaikat maut mencabut nyawa kita jika kita seorang hamba yang shalih. Manis untuk didengar apalagi jika terealisasi pada diri kita.
Namun, nikmatnya kehidupan alam barzakh -demikian pula kehidupan setelahnya- bukan didapat tanpa adanya ujian. Dalam hadits di atas, seseorang yang masuk ke dalam kubur akan ditanyai tiga pertanyaan yang sering disebut dengan ‘fitnah qubur’ (ujian kubur). Jika dia lulus ujian ini, niscaya dia akan mendapatkan kehidupan yang bahagia, jika tidak, niscaya dia akan sengsara.
Ketiga pertanyaan ini adalah pokok landasan kaum muslimin dalam beragama. Yakni, mengenal siapa Rabb kita, apa agama kita, dan siapa Nabi kita. Bisa atau tidaknya kita menjawab tiga pertanyaan ini akan sangat ditentukan iman kita di dunia. Allah telah berfirman:

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah mengokohkan orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh di dunia dan di akhirat.” [Q.S. Ibrahim:27]. Yakni, ucapan yang kokoh ketika menjawab pertanyaan di alam kubur sebagaimana hal ini Rasulullah ﷺ tegaskan dalam sebuah hadits yang shahih (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
Nah, jika kita menginginkan agar bisa menjawab pertanyaan ini di kubur kita kelak, kita harus mengerti dan mengimani ketiga poin yang akan ditanyakan.

Siapa Rabbmu

Rabb adalah Dzat yang menciptakan, memelihara, mengatur, memberi kita rezeki, dan sebagainya. Tentu kita semua mengetahui bahwa Rabb kita adalah Allah semata.
Akan tetapi, penting untuk kita ketahui, pokok landasan pertama ini tidak hanya berhenti di sini. Pokok landasan pertama ini tidak hanya kita meyakini Allah sebagai Rabb. Kita juga harus mengetahui hak-hak Rabb kita dan konsekuensi pengakuan kita. Seseorang yang mengakui bahwa Rabbnya hanya Allah, dia harus beribadah kepada Allah semata. Pengamalan konsekuensi inilah yang membedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir. Meskipun seseorang telah mengetahui bahwa Rabbnya adalah Allah, tetapi jika dia tidak beribadah kepada Allah semata, maka dia belum masuk Islam karena dia belum berserah diri hanya kepada Allah. Keadaan orang ini seperti keadaan orang musyrikin pada zaman Rasulullah ﷺ. Allah berfirman kepada Nabi-Nya ` sebagai tantangan kepada kaum musyrikin zaman beliau:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi kalian rezeki dari langit dan bumi? Atau siapakah yang memiliki (kekuasaan untuk menciptakan) pendengaran dan penglihatan? Dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka (kaum musyrikin) akan menjawab, ‘Allah.’ Maka Katakanlah, ‘Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?’” [Q.S. Yunus:31].

Demikianlah, mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan, memberi rezeki, dan mengatur alam, tetapi mereka masih melakukan peribadahan kepada selain Allah, berupa: penyembelihan untuk sesembahan mereka (baik patung, pohon -seperti berhala ‘Uzza yang berupa pohon-, batu, kuburan -seperti berhala Latta yang merupakan kuburan orang shalih-, dan lainnya), merasa takut terjadinya bala jika mereka tidak memberikan kurban, berharap bahwa apa yang dia ibadahi itu memberikan hajat yang ia minta. Inilah yang membuat mereka masih diperangi Rasulullah ` hingga mereka melafalkan kalimat tauhid dan benar-benar mengamalkannya.
Seseorang yang mengakui Rabbnya adalah Allah juga harus mengakui semua asma` (nama-nama) dan shifat al-husna (sifat-sifat yang baik) hanyalah hak-Nya semata. Tidak ada makhluk yang menyamai hakikat asma` dan shifat ini.

Apa Agamamu

Islam adalah agama kita. Makna Islam secara umum adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan bertauhid, patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pemeluknya. Makna Islam secara umum ini adalah Islam yang dibawa oleh keseluruhan para Nabi dan Rasul sejak Adam, hingga Rasulullah Muhammad ﷺ.
Sedangkan secara khusus, Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad ﷺ serta peribadahan yang beliau tuntunkan. Kita harus memahami agama ini dengan mengikuti Rasulullah ﷺ. Karena, beliau adalah perantara antara kita dengan Allah. Maksudnya, beliaulah yang menyampaikan agama Allah kepada kita. Kita tidak diperbolehkan membuat suatu ibadah dari akal kita sendiri baik dari segi tata caranya, jumlahnya, waktunya, dan tempatnya. Demikian pula, kita tidak diperbolehkan mengutamakan suatu tata cara, jumlah, waktu, dan tempat tertentu tanpa ada keterangan dari beliau ﷺ. Karena, ibadah adalah sesuatu yang dicintai oleh Allah dan kita tidak bisa mengetahui sesuatu dicintai oleh Allah atau tidak kecuali melalui penjelasan beliau. Maka, beliau lah satu-satunya jalan bagi kita untuk mengetahui mana ibadah yang benar dan sah.

Siapa Nabimu

Nabi yang diutus kepada kita adalah Nabi Muhammad ﷺ. Beliau diutus kepada seluruh jin dan manusia, tidak terkhusus kepada kaum Arab saja. Syariat beliau menghapus syariat sebelumnya. Semua orang wajib beriman kepada beliau ﷺ. Beliau ﷺ bersabda yang artinya, “Tidak ada seorang pun yang mendengar aku dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia tidak beriman dengan apa yang aku bawa, kecuali dia akan menjadi penduduk neraka.” [H.R. Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu].
Bahkan, Nabi Musa pun jika hidup pada zaman Nabi ﷺ, beliau harus mengikuti Nabi Muhammad ﷺ. Beliau bersabda:

لَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ مَا حَلَّ لَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِى
“Seandainya Nabi Musa hidup di tengah-tengah kalian, tidak halal baginya kecuali harus mengikutiku.” [H.R. Ahmad dari sahabat Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan, “hadits ini hasan”].
Beliau adalah Nabi dan Rasul yang terakhir. Tidak ada Nabi dan Rasul lagi yang diutus setelah beliau ﷺ. Allah ta’ala berfirman:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Bukanlah Muhammad itu ayah dari salah seorang laki-laki dari kalian, tapi dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi.” [Q.S. Al-Ahzab:40].
Jika ada yang bertanya, “Nabi Isa ‘alaihi salam suatu saat akan turun ke bumi. Apakah dia bukan menjadi seorang Nabi? Bukankah seharusnya beliau adalah Nabi terakhir?”
Jawabannya, ketika Nabi Isa ‘alaihi salam turun ke muka bumi kelak menjelang hari kiamat, beliau menggunakan syariat Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, beliau bukanlah terhitung sebagai Nabi baru.
Demikianlah sekilas mengenai tiga landasan pokok yang wajib diketahui tiap muslim. Tentu, apa yang kami tuliskan ini jauh dari mencukupi seluruh aspek landasan pokok ini. Hanya saja, kami sebutkan sebagai kisi-kisi yang harus diketahui seorang muslim. Rabbana arinal haqqa haqqan warzuqnat tiba’ah, wa arinal bathila bathilan warzuqna ijtinabah (Ya Rabb kami, perlihatkanlah bagi kami kebenaran sebagai kebenaran dan berilah kami karunia untuk mengikutinya, dan perlihatkanlah bagi kami kebatilan sebagai kebatilan dan berilah kami anugerah untuk menjauhinya). Amin.

(Ustadz  Abdurrahman)

Sumber Tulisan:
Sukses Ujian Akhir