Tashfiyah
Tashfiyah

saat fir’aun bertobat

8 tahun yang lalu
baca 7 menit
Saat Fir’aun Bertobat

Allah mengutus Nabi Musa ‘alaihis salam kepada si durjana Fir’aun. Berbagai keterangan, bukti dan mukjizat yang nyata yang diberikan Nabi Musa ‘alaihis salam kepada Fir’aun nyatanya tidak membuat Fir’aun mau tunduk dan mengikuti ajaran dan seruan Nabi Musa ‘alaihis salam. Bahkan kecaman, ancaman dan intimidasi yang justru keluar dari mulut besarnya. Arogan dan keras kepala memang. Kezaliman dan kejahatannya pun semakin menjadi-jadi ketika mendengar bahwa Nabi Musa beserta orang-orang yang beriman telah keluar dari negeri Mesir untuk menyelamatkan diri dan keyakinan mereka. Amarahnya pun memuncak. Ia segera mengumpulkan bala tentaranya untuk mengejar rombongan Nabi Musa ‘alaihis salam.

Saat itu, pelarian Nabi Musa ‘alaihis salam dan para pengikutnya terhenti di tepi laut Merah. Ketika itu keadaan sangatlah mencekam. Bagaimana tidak, mereka tertahan di tepai pantai dan belum tahu apa yang harus mereka lakukan. Sementara Fir’aun dan bala tentaranya semakin mendekat. Dan bahkan kedua kelompok ini sudah bisa saling melihat. Allah ta’ala gambarkan betapa gentingnya keadaan itu saat dalam firman-Nya yang artinya, “Maka ketika dua kelompok itu saling melihat satu sama lain. Para pengikut Musa pun menyatakan, ‘Sesungguhnya kita pasti tersusul” Musa pun menimpali, “Tidak mungkin, sesungguhnya bersamaku Rabb-ku, Dia pasti memberikanku petunjuk. Maka Kami wahyukan kepada Musa agar ia memukulkan tongkatnya ke lautan maka lautan itu pun terbelah. Maka setiap kelompok pengikut Musa terpisah dengan ombak yang seperti gunung besar.” [Q.S. Asy Syu’ara: 61-63]

Inilah jalan keluar dan bantuan yang Allah ta’ala berikan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam dan para pengikutnya. Dan ini merupakan janji Allah bagi setiap orang-orang yang beriman. Bahwa Ia akan selalu menolong dan membela mereka.

Seperti yang Allah sampaikan dalam ayat-Nya, “Dan merupakan kewajiban atas Kami untuk menolong orang-orang yang beriman” [Q.S. Ar Rum: 47]

Dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berkhianat lagi kafir.” [Q.S. Al Hajj: 28]

Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di menyatakan bahwa ayat ini merupakan berita, janji, dan kabar gembira dari Allah untuk orang-orang yang beriman. Bahwasanya Allah ta’ala akan membela mereka dari segala hal yang tidak mereka sukai. Allah juga akan menahan segala bentuk keburukan dari mereka -dengan sebab iman yang mereka miliki- baik itu keburukan orang-orang kafir, keburukan waswas setan, keburukan nafsu dan keburukan amalan-amalan mereka yang jelek.

Nabi Musa ‘alaihis salam pun segera melakukan apa yang Allah ta’ala perintahkan. Ia pukulkan tongkat yang ia bawa dan subhanallah, lautan itu pun membelah dan dengan semata mata kekuasaan Allah terbentuklah 12 jalan yang bisa dilalui oleh Nabi Musa ‘alaihis salam dan para pengikutnya. Tidak menunggu lama, Nabi Musa ‘alaihis salam dan para pengikutnya pun segera menyeberang laut merah. Bergegas dan penuh keterburuan dikarenakan mereka melihat Fir’aun dan bala tentaranya juga semakin mendekat. Kini, pasukan Fir’aun sudah di seberang lautan. Tanpa menunggu waktu mereka pun turut serta menyeberangi jalan tersebut dengan penuh kecongkakan dan kesombongan. Nabi Musa p dan para pengikutnya sudah menyeberang lautan. Sementara itu Fir’aun dan bala tentaranya masih berada di tengah lautan. Ketetapan Allah pun tiba. Lautan yang terbelah itu kembali menyatu menenggelamkan si durjana Fir’aun dan bala tentaranya. Tragis, sungguh hukuman yang pantas baginya.

 

Fir’aun Bertobat

Nah, satu kisah menarik sempat terjadi pada diri Fir’aun menjelang kematiannya. Ketika ia menyadari kebenaran ajaran dan ancaman Nabi Musa ‘alaihis salam, maka menjelang kematiannya ia pun sempat mengumumkan tobatnya. Allah ta’ala menceritakan, “Dan Kami bantu Bani Israil menyeberang lautan. Maka Fir’aun dan bala tentaranya pun membuntutinya dengan penuh rasa zalim dan permusuhan. Hingga ketika ia hampir tenggelam, maka ia pun berseru, ‘Aku beriman bahwa tidak ada sesembahan yang sebenarnya selain sesembahannya Bani Israil dan aku termasuk orang-orang yang berislam’.” [Q.S. Yunus: 90]

Inilah pengakuan tobat yang disampaikan oleh Fir’aun menjelang kematiannya. Tobat yang tidak mungkin diterima oleh Allah. Allah sendiri yang menyatakan, “Apakah baru sekarang kamu beriman padahal sebelumnya engkau telah bermaksiat dan termasuk orang-orang yang merusak. Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar bisa menjadi pelajaran berharga bagi orang-orang setelahmu. Sungguh mayoritas manusia itu, mereka lalai dari ayat-ayat Kami.” [Q.S. Yunus: 91-92]

Pada ayat di atas, Allah ta’ala mempertanyakan Fir’aun dengan pertanyaan yang mengandung pengingkaran, mengapa baru saat ini ia mau beriman. Pertanyaan ini mengindikasikan bahwa Allah sama sekali tidak menerima tobatnya. Allah ta’ala hanyalah menerima tobat seseorang yang memang benar-benar jujur dan atas kesadarannya sendiri untuk kembali kepada-Nya. Bukan tobat yang dibangun di atas keterpaksaan karena tidak ada jalan lain yang bisa menyelamatkannya dari kebinasaan selain bertobat dan mengakui kebenaran ajaran Nabi Musa ‘alaihis salam.

Tobat orang yang menjelang kematiannya adalah tobat yang tertolak dan tidak akan diterima oleh Allah. Dalam salah satu ayat-Nya Allah ta’ala mengumumkan yang maknanya, “Hanyalah tobat yang diterima oleh Allah itu dari orang-orang yang berbuat keburukan karena kebodohannya dan lalu ia lekas bertobat. Maka mereka inilah yang Allah terima tobatnya dan sungguh Allah adalah Zat Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan bukanlah tobat yang diterima oleh Allah itu dari orang-orang yang melakukan perbuatan jelek hingga ketika kematian hendak menjemputnya ia menyatakan saat ini aku bertobat dan bukan pula bagi orang-orang yang mati dalam keadaan kafir. Mereka-mereka inilah yang Allah siapkan untuk mereka azab yang teramat pedih” [Q.S. An Nisa: 17-18]

Pada ayat di atas dengan tegas Allah ta’ala menyatakan bahwa Ia tidak akan menerima tobat siapa pun yang bertobat ketika kematian hampir datang menjemputnya. Kisah Fir’aun dan ayat di atas ini mengandung faedah mengenai syarat diterimanya tobat ialah hendaknya tobat itu dilakukan tidak dalam keadaan menjelang kematiannya.

Senada dengan ayat di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya,“Sesungguhnya Allah menerima tobat hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” [H.R. At Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani di dalam Shahih Targhib]

Hadis ini menunjukan bahwa jika nyawa sudah sampai di tenggorokan yang menggambarkan dekatnya kematiannya, tobat yang ia ikrarkan sama sekali tidak akan diterima oleh Allah.


Tobat orang yang menjelang kematiannya adalah tobat yang tertolak dan tidak akan diterima oleh Allah.


 

Dalam kisah ini terdapat motivasi dan anjuran bagi kita untuk sering-sering bertobat dan beristighfar kepada Allah ta’ala atas segala bentuk dosa dan alpa yang kita lakukan. Ketika kita menyadari bahwa kita memiliki bertumpuk dosa, sementara kita tidak bisa mengetahui dengan pasti kapan kematian kita datang. Maka seyogianya bagi setiap muslim untuk banyak bertobat dan beristighfar kepada Allah setiap saatnya agar ketika kematian menjemput, kita menjadi pribadi yang telah bertobat kepada-Nya. Dan inilah yang telah dicontohkan oleh Nabi kita yang sangat patut untuk kita ikuti.

Sebagaimana yang dituturkan sahabat Al Aghar Al Muzani radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai manusia, bertobatlah kalian kepada Allah! Sungguh aku bertobat kepada Allah dalam satu hari sebanyak 100 kali” [H.R. Muslim]

Dalam hadis ini Rasulullah memerintahkan kita untuk banyak bertobat kepada Allah sebagaimana beliau juga telah mencontohkan bahwa beliau dalam satu harinya bertobat sebanyak 100 kali.

Allah ta’ala juga berfirman yang artinya, “Dan bersegeralah kalian menuju ampunan dari Rabb kalian dan menuju surga yang luarnya seluas langit dan bumi yang dipersiapkan bagi orang-orang yang bertakwa.” [Q.S. Ali Imran: 133]

Di dalam ayat di atas Allah memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan dari Allah. Makna bersegera menuju ampunan Allah ta’ala ialah hendaknya manusia bersegera melakukan amalan-amalan yang bisa mendatangkan ampunan dari Allah terhadap dosa-dosa. Dan kita semua sepakat bahwa di antara amalan yang bisa mendatangkan ampunan dan rahmat dari Allah ialah beristighfar dan bertobat kepada Allah atas segala bentuk dosa.

Maka bersegera yang paling baik adalah bersegera menuju ampunan Allah ta’ala. Dan penundaan yang terjelek adalah menunda-nunda untuk bertobat kepada Allah. Kita selalu memonon kepada Allah ta’ala agar Ia selalu memberi taufik kepada kita untuk bisa senatiasa dan terus menerus bertobat kepada-Nya. Sebagaimana kita juga memohon kepada-Nya agar tobat yang kita mohonkan, kesemuanya diterima oleh Allah. Wallahu a’lam.

[Ustadz Abu Ruhma Sufyan]