Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan pada diri-diri kalian (terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya) tidakkah kalian melihat.” [Q.S. Adz Dzariat:21].
Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan kita untuk berfikir dan merenungi tentang penciptaan manusia. Sebuah karya besar yang menunjukan Maha Luas-Nya kekuasaan Allah, ilmu, dan pengaturan-Nya. Allah ta’ala berfirman,
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ
“Maka hendaknya manusia melihat dari apa ia diciptakan.” [Q.S. Ath Thariq:5]. Dalam ayat yang lain Allah berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ * ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ * ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (nuthfah)(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (‘alaqah), lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging (mudhghah), dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” [Q.S. Al Mukminun:12-14].
Ayat semakna sangat banyak dalam Al Quran. Allah mengajak untuk melihat dan memikirkan awal proses penciptaan manusia, fase demi fase perubahan penciptaan, dan akhir penciptaan. Karena diri dan penciptaannya termasuk ayat terbesar yang menunjukkan keagungan Penciptanya. Selain itu, hal ini adalah ayat yang paling dekat dengan seseorang, yang di sana banyak terdapat perkara yang menakjubkan. Umur seseorang tidak akan cukup untuk menggali keajaiban sebagiannya. Ironisnya, banyak orang yang lalai darinya, tidak mau berfikir dan merenunginya. Seandainya seseorang mau memikirkan, mengetahui keajaibannya tentu akan jauh dari kekufuran terhadap Penciptanya.
قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ * مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ * مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ * ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ * ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ * ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ
“Binasalah manusia; Alangkah sangat kekafirannya. dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya. Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembal.” [Q.S. ‘Abasa:17-22].
Allah tidaklah mengulah-ulang ayat semacam ini pada pendengaran dan akal kita untuk sekedar kita mendengar lafal nutfah, ‘alaqah, dan mudhghah. Tidak pula sekedar supaya kita fasih mengucapkannya saja atau mengenalnya. Tetapi maksudnya adalah untuk sesuatu di balik itu semua.
Marilah kita perhatikan, setetes mani hanyalah air yang hina, lemah, dan dianggap jijik. Seandainya dibiarkan beberapa saat saja, mani itu akan segera rusak dan busuk. Bayangkan, bagaimana Allah mengeluarkannya antara tulang sulbi dan tulang dada. Air ini begitu patuh terhadap perintah Rabbnya, melalui jalan- jalan yang begitu sempit, sampai Allah menyampaikannya pada tempatnya.
Lihatlah pula, bagaimana Allah mempertemukan antara laki-laki dan perempuan. Allah kaitkan rasa saling cinta antara keduanya. Bagaimana pula Allah menuntun keduanya melalui rangkaian kasih sayang dan syahwat sebagai sebab penciptaan anak. Kemudian Allah mentakdirkan pertemuan dua air mani, padahal sebelumnya kedua air tersebut saling berjauhan, masing-masing Allah keluarkan dari urat-urat dan bagian tubuh yang paling dalam. Allah mengumpulkan dua air tersebut dalam satu tempat yang kokoh. Aman dari udara luar yang bisa mematikan, atau hal lain yang mengganggu dan merusaknya.
Allah pun merubah setetes air yang keruh lagi hina tersebut menjadi segumpal darah berwarna merah kehitaman, kemudian setelahnya menjadi segumpal daging yang wujudnya berbeda dengan sebelumnya. Perhatikanlah fase-fase ini, dari yang mulanya berupa setetes air, lalu perubahan kedua dan seterusnya. Seandainya jin dan manusia berkoalisi untuk menciptakan pendengaran, penglihatan, akal, ilmu, ruh, satu tulang atau satu urat yang paling kecil atau bahkan sehelai rambut saja, mereka tidak akan mampu.
Ini semua adalah sebagian kecil dari ciptaan Allah. Dialah Yang membaguskan segala ciptaan-Nya dari setetes air yang hina. Seandainya ciptaan Allah dari setetes air yang hina sedemikian luar biasa, lalu bagaimana dengan langit dengan ketinggian dan keluasannya. Allahu a’lam. [Ustadz Farhan].
Referensi: Miftah Daris Sa’adah karya Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah.