Tashfiyah
Tashfiyah

mengufuri nikmat

9 tahun yang lalu
baca 3 menit
Mengufuri Nikmat

5Pembaca yang budiman, nikmat dan anugrah Allah kepada manusia begitu banyak dan senantiasa tercurah dalam kehidupan dunia ini. Memang manusia acapkali lupa dan lalai dengan keberadaan berbagai nikmat yang ia rasakan. Padahal jika seseorang mau merenungi satu kenikmatan saja, sungguh ia akan merasakan betapa besarnya karunia Allah kepadanya.

Apalagi jika seseorang mencoba untuk memikirkan dan merenungi berbagai nikmat Allah yang dilimpahkan kepadanya, pasti ia akan menyadari bahwa nikmat dan karunia Allah itu sangat banyak sekali. Baik kenikmatan yang lahir seperti makanan, pakaian, harta benda, tempat tinggal dan yang lainnya. Maupun kenikmatan batin seperti nikmat Islam, iman, ketentraman, atau yang lainnya. Ia juga akan mengetahui bahwa siapa pun tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat tersebut. Bisa dibayangkan, berbagai kenikmatan Allah senantiasa meliputi seorang manusia di alam dunia ini semenjak ia dilahirkan dari rahim seorang ibu hingga akhir hayatnya.  Allah tegaskan dalam firman-Nya; ”Kenikmatan apapun yang ada pada kalian maka itu berasal dari Allah.” Lalu bagaimana mungkin ia akan mampu mengetahui apalagi menghitung secara terperinci apalagi mensyukuri secara total kenikmatan tersebut. Bahkan, kenikmatan yang kita rasakan sekarang ini saja tidak mungkin bisa kita membilangnya. Pasti ada karunia Allah yang tidak kita sadari atau terlewatkan dalam perhitungan.

Namun sungguh sangat disayangkan, begitu banyak manusia yang tidak mau mensyukuri dan justru mengingkari nikmat-nikmat tersebut. Di antara bentuk pengingkaran mereka adalah dengan menyandarkan suatu nikmat kepada selain Allah secara lisan. Semisal ucapan sebagian orang tatkala sembuh dari penyakitnya, ’Kalaulah bukan karena jasa dokter itu niscaya penyakit saya tidak sembuh.’ Atau ucapan sebagian orang,’Kalau bukan karena jasa Fulan pasti aku tidak bisa mendapatkan rejeki selancar ini’. Padahal ungkapan semacam ini termasuk bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah. Bukankah pada hakikatnya semua nikmat itu berasal dari Allah. Adapun manusia hanya sebagai perantara sampainya nikmat tersebut kepada manusia. Sehingga sudah selayaknya semua nikmat  tersebut dinisbatkan kepada pemberi kenikmatan tersebut.

Tentang hal ini, Allah ta’ala berfirman

Mereka mengetahui nikmat Allah, Kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. [Q.S. An-Nahl : 83]

Imam Mujahid mengatakan tentang ayat di atas, ‘Ini adalah harta kekayaanku, aku telah mewarisinya dari bapakku.’ Maksudnya orang ini menyandarkan kepemilikan harta kepada sebab semata yaitu melalui harta warisan dan melupakan Allah ta’ala. Ia mengatakan hal tersebut bukan semata-mata karena menyampaikan informasi kepada orang lain.  ‘Aun bin Abdillah mengatakan, ‘Ayat di atas terkait dengan seseorang yang menyatakan, “Kalau bukan karena Fulan tentu aku tidak akan bisa seperti ini.”’ Qutaibah berkata, ‘Mereka berkata,’Semua ini karena sesembahan-sesembahan kita.’’ Seharusnya seseorang menyandarkan nikmat-nikmat itu hanya kepada Allah ta’ala. Dengan mengucapkan ‘Alhamdulillah atau yang semisalnya. Ini merupakan salah satu rukun syukur kepada Allah ta’ala, yaitu bersyukur dengan lisannya. Karena setiap muslim tetap diwajibkan mensyukuri nikmat-nikmat Allah. bersyukur dengan kalbunya yaitu dengan meyakini bahwa semua kenikmatan tersebut semata-mata berasal dari Allah. Bersyukur dengan lisannya yaitu dengan banyak memuji Allah, misalnya mengucapkan Alhamdulillah atau bacaan yang semisalnya. Dan juga rasa syukur itu diwujudkan dengan anggota badan yaitu dengan menggunakan semua kenikmatan tersebut dalam hal-hal yang baik dan diridhai oleh Allah. Dengan bersyukur kepada Allah, niscaya kenikmatan yang ada pada diri seseorang akan semakin bertambah.  Allahu A’lam

[Abu Hafy Abdullah]

Sumber Tulisan:
Mengufuri Nikmat