Tashfiyah
Tashfiyah

kenapa tidak tahu diri?!

8 tahun yang lalu
baca 4 menit

Sebenarnya, Allah selalu memenuhi kebutuhan kita. Hanya saja kitalah yang tidak tahu diri. Bangun tidur, Allah l kembalikan pandangan kita. Kembali, memandang istri dan anak-anak tercinta. Kembali melihat kerlip indah dan hijaunya dunia. Kembali menatap hari esok dan masa depan. Sebuah nikmat besar yang sebenarnya kita pinta. Namun, kita lalai untuk melafalkan dengan lisan ini. Lupa untuk menengadahkan tangan memohon kepada-Nya. Akan tetapi Allah Maha belas kasih kepada kita.

Vector illustration of natural scene, Paper plane between grass.

Dua mata yang sehat. Sejak lahir kita menggunakannya. Tanpa keluhan atau sakit yang mengganggu, kecuali sekali waktu. Bisa dibanyangkan seandainya setiap saat mengeluarkan air mata. Tentu akan kerepotan, harus selalu menyeka dan membersihkannya. Belum lagi kalau yang keluar adalah kotoran. Tidak hanya sibuk membawa tissue, mungkin kita tidak akan keluar rumah karena malu. Apalagi mata yang melulu merah, rasa gatal-gatal. Atau buta, gelap, tidak bisa melihat sama sekali. Astaghfirullah, nikmat mata ini betapa kita selalu butuh. Kita pun setiap saat memintanya. Walaupun tak terucap dalam doa. Walaupun tak perlu kita merengek mengiba. Toh, Allah telah memberikannya kepada kita.   

 Bahkan kita tidak pernah ingat bahwa mata adalah nikmat. Padahal, setiap saat kita manfaatkan. Tanpa harus sibuk mengontrol sistem keamaannya. Tidak perlu capek merawat dan mengawasi penurunan fungsinya. Semua serba otomatis. Semua serba praktis. Semua serba gratis. Ada kelopaknya, ada bulunya, ada air mata sebagai pelumasnya, alis juga berguna. Bagaimanakah apabila tidak ada itu semua? Atau seandainya mata sakit, aktivitas kita pasti terganggu? Waktu, tenaga, pikiran, dan biaya juga tersita? Sungguh, kita sebenarnya berharap mata ini selalu sehat, tidak terjadi suatu apa. Dan itu tidak pernah tersebut dalam doa. Kita terlalu sibuk untuk bisa sujud meminta kepada-Nya. Dan Allah l tetap mengabulkannya.

 

Hanya saja memang kitalah yang tidak pernah berkaca. Bahwa kita ada dan masih ada ini adalah juga semata karena karunia-Nya. Bahkan Allah telah membaguskan bentuk kita. Dengan dua mata menghiasai wajah. Bukan hanya manfaat yang besar, bahkan bentuk keindahan. Pernahkah membayangkan wajah kita tanpa mata? Betapa buruknya rupa kita. Adakah yang sudi mendekat? Kalau tidak lari karena takut, paling tidak mereka akan risih melihat. Betul! Kita sangat butuh kepada mata. Kita ingin mata kita selalu baik-baik saja. Sayangnya lidah ini kelu untuk merangkai kata dalam sebuah doa. Sayangnya badan terlalu malas untuk bersimpuh dan merunduk mengharap kepada-Nya. Sekali lagi, Allah l masih berkenan meminjamkankan keduanya kepada kita.

 

Ya, dua mata yang sehat. Kita belajar mengeja Al Quran dengannya. Dahulu kita belajar buku cara wudhu menggunakan mata untuk membaca. Kita sekarang bisa salat, mengerti hukum zakat, paham manhaj yang benar, tidak lepas dari peran besar mata. Bukankah sekarang kita masih bisa beribadah dengannya? Membaca Al Quran, belajar agama, mentadabburi ayat-ayat kauniyah-Nya. Mata yang secara khusus tidak kita pinta, telah Allah l berikan. Masihkan kita merasa dalam derita?

 

Lihatlah mereka yang hidup ala kadarnya, pun bergelimang dosa! Ingatlah bahwa karena taufik dari Allah l semata kita bisa menggunakan mata untuk melihat ayat-Nya. Bukan karena kita orang yang pandai bersyukur. Bukan karena kita bersih jiwanya. Bukan karena kita orang yang cerdas. Sehingga kita paham bahwa mata itu memang hanya untuk beribadah kepada-Nya. Namun sekali lagi, semua adalah taufik-Nya semata. Pernahkan terpikirkah bahwa kita memohon nikmat mata untuk beribadah kepada-Nya? Pernahkah kita meminta dua mata itu? Namun Allah l telah menganugerahkannya.

 

Sebenarnya, Allah l selalu memenuhi kebutuhan kita. Hanya saja kitalah yang tidak tahu diri. Tidakkah kita melihat orang yang di bawah garis kita? Agar kita tahu malu, sehingga tidak selalu merasa kurang. Agar kita tidak melulu merasa hidup sempit. Tidak senantiasa bersuuzhan kepada Allah l-Wai’iyadzubillah-, bahwa doa kita tak kunjung terkabul. Ingat, sudah terlalu banyak Allah l mengabulkan permintaan dan keinginan kita. Walaupun kita lupa tidak memanjatkannya. Hanya saja kita memang tidak tahu diri.