Dari bermain, terkadang anak pulang sambil menangis. Tak jarang pula ada luka di tubuhnya. Saat ditanya kenapa, jawabnya berkelahi sama Fulan, salah seorang temannya.
Pemandangan seperti ini biasa terjadi pada anak-anak. Kurangnya akal mereka bisa membuat anak mudah berselisih dengan yang lain. Penyelesaiannya pun seringnya dengan adu fisik. Bila sudah menangis, biasanya baru mereka pulang. Kembali ke pangkuan orang tua masing-masing guna mengadu dan mencari perlindungan.
Saat hal itu terjadi pada anak, apa sikap orang tua? Tak jarang mereka langsung menyalahkan Fulan, teman berkelahinya. Saking sayangnya kepada buah hati, hingga tak mau meneliti apa yang sebenarnya terjadi. Bila seperti ini, anak merasa bagai di atas angin. Dia yang benar, temannya yang salah. Begitu kira-kira yang ada di dalam benaknya.
Tipe orang tua yang lain, mungkin sebaliknya. Merasa anaknya ‘superaktif’ dia pun langsung menjatuhkan vonis salah pada permata hatinya. Tidak mungkin terjadi perkelahian kalau bukan akibat ulah anaknya. Maka si anak pun merasa bahwa dirinya selalu salah, apapun yang ia perbuat.
Dua sikap ini tentu kurang bijaksana apabila terjadi pada orang tua. Dia yang menjadi pendidik utama bagi anak-anaknya. Dari sikapnyalah anak akan mengambil teladan. Seharusnya orang tua berlaku adil pada permasalahan anak-anak. Sehingga anak-anak sadar bila dirinya salah dan mau menerima kebenaran.
Dulu, di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pertengkaran seperti ini juga pernah terjadi. Dua orang pemuda saling berkelahi. Lalu bagaimana sikap beliau? Coba simak kisah yang diungkapkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berikut ini.
(Pada suatu hari) ada dua orang pemuda berkelahi. Salah satunya dari Muhajirin dan yang lain dari Anshar. Maka pemuda dari Muhajirin – atau orang-orang Muhajirin – berteriak, “Wahai orang-orang Muhajirin (berikanlah pembelaan!).” Pemuda Anshar juga berteriak, “Wahai orang-orang Anshar (berikanlah pembelaan!).” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dan berkata, “Ada apa dengan seruan jahiliyah ini?!” Mereka menjawab, “Bukan itu maksud kami wahai Rasulullah. Namun ada dua pemuda berkelahi lalu salah satunya memukul pantat yang lain.” Lalu beliau berkata, “Baiklah. Hendaknya seseorang menolong saudaranya yang berbuat zalim atau yang dizalimi. Apabila saudaranya berbuat zalim, hendaknya ia mencegahnya dari hal itu. Dan itu adalah bentuk pertolongan kepadanya. Dan bila saudaranya dizalimi, hendaknya dia menolongnya.” [H.R. Muslim no 4681]
Pembaca, demikianlah sikap beliau ketika menghadapi perkelahian. Maka seperti itu pula yang semestinya kita lakukan. Apabila anak salah maka kita sampaikan kesalahannya dan kita bimbing dia untuk meninggalkan kesalahan tersebut. Adapun saat anak dizalimi temannya maka kita berikan pertolongan untuknya dengan cara yang benar dan santun tentunya. Allahu a’lam bish shawab.
[Ustadzah Ummu Umar]