Tubuh seorang manusia dikatakan sempurna jika telah tepat sesuai dengan kebutuhannya. Dengan sepasang tangan, sepasang kaki, kepala beserta seluruh anggota badan yang lengkap, manusia akan merasakan kenyamanan tubuh dan nikmatnya tubuh tersebut. Coba kita bayangkan, apabila kita terlahir dengan satu tangan, satu kaki, atau dengan mata yang buta, tentu hal tersebut akan menyedihkan dan mengganggu kehidupan kita. Kita merasakan kehidupan yang kurang normal. Demikian pula tatkala seseorang ditakdirkan memiliki tangan tambahan, kaki tambahan, atau anggota tubuh tambahan yang lain, tentu dikatakan kepadanya bahwa ia tidak normal. Jadi, kurang dari kebutuhan dikatakan kurang sempurna, sebagaimana kelebihan juga dikatakan tidak sempurna.
Allah telah memberikan nikmat yang begitu banyak kepada hamba-Nya, terlebih kepada kita kaum muslimin pengikut Rasulullah. Termasuk nikmat yang Allah karuniakan khusus bagi kaum muslimin tetapi tidak diberikan kepada umat selainnya, adalah dengan sempurnanya agama Islam ini, sebagaimana telah difirmankan oleh Allah,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan bagi kalian nikmat-Ku, dan Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.” [Q.S. Al MaidaH:3].
Dalam ayat ini Allah mengkabarkan bahwa agama Islam telah Allah sempurnakan bagi kita. Dan nikmat yang tidak diberikan kepada selain umat islam. Kesempurnaan islam meliputi segala sesuatu baik dari segi akidah, akhlak, muamalah, ibadah dan lain sebagainya. Sehingga semua perkara yang baik bagi manusia di dunia dan akhirat telah dijelaskan. Demikian pula setiap perkara yang jelek bagi manusia di dunia dan akhirat pasti telah disebutkan larangannya. Bukan hanya landasan dan pokok dalam agama saja yang telah Allah sempurnakan. Tetapi kesempurnaan ini mencakup seluruh aspek kehidupan. Bahkan dalam perkara buang air besar yang sebagian orang kurang mempehatikannya. simaklah apa yang disampaikan oleh seorang shahabat yang mulia Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan kita, dan tidaklah ada satu burung pun yang mengepakkan sayapnya, kecuali beliau telah menyebutkan ilmu tentangnya. kemudian beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
‘‘tidaklah ada yang tersisa dari sesuatu yang mendekatkan diri kepada surga dan menjauhkan dari neraka kecuali (semua) telah dijelaskan kepada kalian.” [H.R. Thabarani dengan sanad yang shahih].
Sudah sepatutnyalah kita bersyukur kepada Allah dengan pemberian nikmat ini, suatu pemberian yang membuat iri orang kafir, sebagaimana hal tersebut telah disampaikan oleh Thariq bin Syihab Radhiyallahu ‘anhu, “seorang yahudi berkata kepada Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu,, sesungguhnya kalian (kaum muslimin) membaca suatu ayat yang apabila ayat tersebut diturunkan kepada kami, pasti kami akan menjadikan hari tersebut sebagai hari raya. Maka Umar bertanya, “ayat apakah itu?”, mereka menjawab, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan bagi kalian nikmat-Ku, dan Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim]. Tentu saja syukur ini kita wujudkan dengan cara mengamalkan syariat yang sempurna ini. Dengan perbuatan, perkataan dan hati. Bukan sekedar ucapan syukur yang hanya manis dibibir saja.
Merupakan perkara yang tidak kita pungkiri, bahwa kaum muslimin banyak melakukan perkara yang tidak disyariatkan dan diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,seakan-akan agama Allah masih membutuhkan banyak tambahan. Lalu kesempurnaan apalagi yang masih perlu ditambahkan setelah Allah tetapkan kesempurnaan agama ini?
Ibarat satu tubuh yang sempurna tentu tidak akan bertambah sempurna ketika ditambahkan anggota tubuh yang lain. Justru, tubuh itu akan menjadi cacat dan hilang kesempurnaannya. Demikian pula agama yang telah sempurna ini, tentu tidak perlu tambahan syariat baru yang justru akan mencacatnya.
Oleh sebab itulah Imam Malik Rahimahullah berkata setelah menyebutkan ayat di atas, “Segala sesuatu yang pada hari itu bukan agama, pada hari ini pun bukan merupakan agama.”.
Sehingga sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah dengan cara mengamalkan kewajiban kita, menjauhi apa yang haram bagi kita, dan bukan dengan melakukan ibadah yang tidak dituntunkan. Allahu a’lam. [Ustadz Hammam].