Tashfiyah
Tashfiyah

hukum puasa

8 tahun yang lalu
baca 2 menit
Hukum Puasa

Bukan hanya wajib, bahkan Puasa Ramadhan adalah rukun Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Islam ini dibangun di atas lima perkara: syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan salat, memberi zakat, berhaji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim dari Shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma ].

Puasa Ramadhan wajib dilakukan oleh muslim yang berakal, baligh, sehat, tidak sedang melakukan perjalanan jauh, dan khusus bagi wanita, harus suci dari haid dan nifas. Jika tidak termasuk dalam kriteria tersebut, berarti puasa tidak wajib baginya. Dalilnya sebagai berikut:

  1. Berakal dan Baligh

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Pena diangkat (kiasan bahwa tidak dituliskannya dosa pada mereka) dari tiga golongan: dari orang yang tidur hingga bangun, orang yang masih kecil hingga baligh, dan orang gila hingga kembali akalnya.” [H.R. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani  rahimahullah]. Meski begitu, dianjurkan bagi orang tua untuk tetap mendorong anaknya yang masih kecil berpuasa. Bukan karena wajib, tapi untuk memberi pengajaran kepada mereka.

2. Tidak safar atau perjalanan jauh

Firman Allah subhanahu wata’ala yang artinya, “Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam safar (perjalanan jauh), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” [Q.S. Al-Baqarah:184]. Jadi, seseorang yang jika berpuasa penyakitnya menjadi lebih parah atau lebih lama masa penyembuhannya, diperbolehkan baginya untuk tidak berpuasa. Demikian pula seseorang yang berada dalam perjalanan safarnya, boleh tidak berpuasa dengan catatan mereka harus menggantinya di luar bulan Ramadhan sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkannya.

3. Tidak Haid

Sabda Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wasallam yang artinya, “Bukankah jika mereka haid tidak salat dan tidak puasa?” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Hadis ini menunjukkan bahwa wanita ketika haid tidak salat dan puasa secara umum, termasuk puasa Ramadhan. Bahkan, melakukan dua amalan ini ketika haid justru merupakan sesuatu yang dilarang. Namun, tetap harus mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan ketika suci.  Mu’adzah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang haid, ia menjawab, “Kita pun dahulu (pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) mengalami haid juga. Maka kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan tidak diperintah untuk mengganti salat.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim]. Adapun hukum wanita yang nifas sama dengan wanita yang haid.

[Ustadz Farhan]

Baca Juga:

Orang Yang Boleh Tidak Berpuasa Namun Wajib Membayar Fidyah

Sumber Tulisan:
Hukum Puasa