Allah menciptakan manusia agar mereka beribadah kepada-Nya. Padahal, Allah tidak butuh terhadap ibadah hamba tersebut. Justru hamba itulah yang berkepentingan dengan ibadahnya kepada Allah. Allah yang memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya, Allah berikan berbagai sarana untuk mendukung kemudahannya, Allah pula yang menyediakan ganjarannya. Manfaat dari semua itu tidak lain kembali kepada manusia. Sungguh maha luas karunia-Mu ya Allah.
Coba perhatikan hadis berikut, dan melayanglah penuh bahagia dengan mengharap janji-Nya! Rasulullah ` bersabda:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat salat sunah fajar (sebelum Shubuh) lebih baik daripada dunia dan segala yang ada di sana.” [H.R. Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah ]. Dalam hadis ini Rasulullah memberikan berita sekaligus dorongan. Yaitu berita tentang rendahnya dunia. Dunia beserta segala isinya tidak bisa dibandingkan dengan keutamaan ibadah kepada Allah. Sendainya membuka Al Quran, membaca terjemahannya, maka kita dapatkan tidaklah disebutkan dunia kecuali dalam konteks celaan. Cukuplah ini sebagai tanda hinanya dunia. Apalagi dengan melihat bimbingan Rasulullah dalam bersikap terhadap dunia, dunia benar-benar tidak berharga.
Adapun dorongan dalam hadis ini sangat jelas. Pentingnya salat sunah dua rakaat sebelum Shubuh. Rasulullah pun sangat memerhatikan dua rakaat ini. Ummul Mukminin Aisyah menyampaikan kepada kita, bahwa Nabi tidak lebih memerhatikan salat sunah daripada dua rakaat salat Fajar. [H.R. Al Bukhari dan Muslim]. Bahkan ketika safarpun beliau tetap melakukannya. Abu Maryam menyebutkan bahwa, “Kami pernah bersama Rasulullah dalam safar beliau. Kami berjalan di malam hari. Ketika mendekati Shubuh, beliau singgah beristirahat, kemudian tidur, dan para sahabat pun tidur. Tidaklah kami terbangun kecuali setelah matahari terbit. Rasulullah segera memerintahkan muadzin untuk adzan, kemudian salat dua rakaat sebelum fajar, lalu memerintahkan untuk iqamah. Beliau pun salat mengimami para sahabat. Kemudian beliau menyampaikan kepada kami apa yang akan terjadi sampai tegak hari kiamat.” [Shahih Sunan An Nasai].
Mempertegas hal ini Ibnul Qayyim menjelaskan, bahwa termasuk bimbingan Nabi dalam safar beliau adalah mencukupkan diri dengan salat wajib. Tidak diriwayatkan dari beliau bahwa beliau salat sunah sebelum dan sesudahnya. Kecuali salat witir dan sunah fajar. Beliau tidak pernah meninggalkan keduanya saat mukim maupun safar. [Zaadul Ma’ad 1/473].
Saking besarnya keutamaan salat sunah sebelum fajar ini, bagi mereka yang terlewatkan tidak sempat mengerjakannya sebelum salat Shubuh, dianjurkan mengqhada’ setelah salat subuh langsung atau yang lebih afdhal setelah terbit matahari. Karena Rasulullah bersabda yang artinya, “Siapa yang belum salat dua rakaat salat sunah fajar, hendaknya salat setelah terbit matahari.” [H.R. At Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi]. Dalam hadis ini ada perintah langsung secara lisan dari Rasulullah ` sehingga tentu lebih afdhal untuk dikerjakan dari pada sekadar persetujuan dari beliau. Seperti hadis yang menunjukkan bolehnya mengqadha’ salat sunah sebelum subuh setelah salat subuh langsung. Hadis tersebut sebagai berikut; Qais bin Qahd pernah bersama Rasulullah dalam salat Shubuh. Sementara Qais bin Qahd belum sempat salat sunah fajar. Ketika Rasulullah mengucapkan salam, ia ikut membaca salam. Setelahnya ia bangkit dan salat dua rakaat. Sementara Rasulullah melihatnya, dan beliau tidak menegurnya.” [H.R. At Tirmidzi, Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi].
Pembaca, disunahkan meringankan salat sunah ini. Hal ini terinformasikan dalam hadisnya Ummul Mukminin Hafshah dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah apabila muadzin selesai mengumandangkan adzan salat Shubuh, telah masuk waktu Shubuh, beliau salat dua rakaat yang ringan sebelum salat Shubuh. Adapun bacaan surat setelah Al Fatihah adalah pada rakaat pertama Al Kafirun, pada rakaat kedua Al Ikhlas. Berdasarkan riwayat Al Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah. Bisa juga rakaat pertama Al Baqarah ayat 136 dan rakaat kedua Ali Imran ayat 52. Atau dalam riwayat lain rakaat kedua membaca Ali Imran ayat 64. Sebagaimana dalam hadisnya Abdullah bin Abbas riwayat Muslim. Alangkah bagusnya apabila seorang muslim kadang mengamalkan hadisnya Abu Hurairah, kadang hadisnya Ibnu Abbas. Karena semua shahih, artinya Rasulullah pun mengamalkan kedua-duanya. Sehingga penerapan sunah akan semakin nyata.
Rasulullah biasa berbaring pada sisi kanan badan beliau yang mulia, setelah salat sunah ini. Tentu ini dilakukan di rumah sebelum berangkat ke masjid, sambil menunggu iqamah. Bahkan beliau memerintahkan hal ini sebagaimana dalam hadisnya Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya, “Apabila kalian selesai salat sunah dua rakaat fajar, maka berbaringlah di atas sisi kanan tubuhnya.” [H.R. At Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’]. Kenapa kita simpulkan berbaring ini dilakukan di rumah, tidak di masjid? Padahal hadisnya perintah umum. Dalam kitab Shalat Tarawih, Syaikh Al Albani menjelaskan, ”Akan tetapi kami tidak mengetahui ada seorang sahabat pun yang melakukannya, yaitu berbaring di masjid setelah salat sunah fajar. Maka cukup dilakukan di rumah saja, sebagaimana sunah Nabi.” Menguatkan pendapat ini, apa yang disebutkan oleh Ummul Mukminin Aisyah, bahwa Nabi apabila selesai salat sunah fajar, apabila aku tidak tidur, beliau berbincang denganku. Apabila aku tidur, beliau berbaring sampai iqamah untuk salat. [H.R. Al Bukhari].
Begitu mudah mendapat keutamaan melebihi dunia seisinya. Cukup dua rakaat ringan sebelum salat subuh, di awal pagi kita telah melebihi raja dunia. Semoga keimanan ini tertancap kokoh dalam lubuk kalbu yang paling dalam, sehingga ringan menggerakkan badan untuk berupaya menggapainya. Sungguh, Maha luas karunia-Mu ya Allah!