Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila anak Adam meninggal, terputuslah amalannya kecuali dari tiga (jalan): shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” [H.R. Muslim].
Hadits ini diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Nama beliau menurut pendapat yang paling kuat adalah Abdurrahman bin Shakhr Ad Dausi. Beliau masuk islam tahun ke 7 hijriah. Jadi, beliau menimba ilmu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kurang lebih selama 3 tahun. Meskipun demikian beliau adalah shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan semangat dan perjuangan yang luar biasa dari beliau dalam belajar. Dalam sejarah beliau ini terdapat pelajaran bagi kita bahwa tidak ada kata terlambat dalam belajar. Ketika seorang bersungguh-sungguh, berusaha keras, bersabar, dan senantiasa berdoa serta tawakal kepada Allah, pasti Allah akan memudahkan usahanya. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” [Q.S. Al Ankabut:69].
Hadits ini menunjukkan besarnya kasih sayang dan empati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat beliau. Di mana beliau mengajarkan kepada umat ladang pahala yang senantiasa mengalir walaupun setelah mati. Seorang yang cerdas tentu akan benar-benar memegangi wejangan beliau ini. Ketika ia sadar bahwa umur begitu pendek dan waktu begitu singkat, sedangkan ibadah yang ia kerjakan sangatlah sedikit. Maka, ia harus mewujudkan wejangan ini agar mampu meraih pahala yang sebanyak-banyaknya.
Dalam hadits ini terdapat palajaran disyariatkannya mengingat mati. Bahkan dalam banyak hadits beliau `, memerintahkan untuk sering-sering mengingatnya, kemudian mempersiapkan bekal untuk menyambutnya. Demikianlah mukmin yang cerdas. Pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya siapakah mukmin yang paling cerdas? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang paling banyak mengingat mati kemudian paling bagus persiapan dalam menyambutnya, merekalah mukmin yang cerdas.” [H.R. Ibnu Majah dari shahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahih At-Targhib].
Shadaqah jariyah adalah menyalurkan harta pada kepentingan umum yang kemanfaatannya tidak terputus. Seperti wakaf tanah atau shadaqah uang untuk pembangunan masjid, sumur, madrasah, rumah sakit dan lain-lain. Selama sarana ini dimanfaatkan, maka pahalanya akan mengalir. Inilah sesungguhnya harta yang dinikmati secara hakiki oleh pemiliknya. Bukan harta yang ia makan, untuk belanja pakaian, membeli rumah megah atau kendaraan mewah dan perhiasan. Pernah para shahabat menyembelih kambing untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,, beliau pun membagi-bagikan kepada tetangga. Beliau bertanya kepada Aisyah, “Apa yang tersisa?”. Aisyah menjawab, “Tidak tersisa kecuali satu paha depan.”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Justru semua sisa kecuali paha tersebut.” [H.R. At Tirmidzi dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah]. Karena yang dishadaqahkan itulah yang akan dinikmati di akhirat kelak, menjadi pahala yang kekal abadi.
Hadits ini termasuk dalil yang sangat jelas menunjukkan kemuliaan dan keutamaan ilmu. Hadits ini menunjukkan pula besarnya buah dari ilmu. Pahala yang senantiasa bisa dituai walaupun telah terkubur dalam tanah, selama ilmu tersebut bermanfaat. Seolah-olah ia tetap hidup dan terus beramal, bersamaan dengan tetap hidupnya penyebutan dan pujian orang lain terhadapnya. Pahala ilmu hasil pengajaranya yang diamalkan atau diajarkan oleh orang lain, akan ia dapatkan sebagaimana pahala yang didapat oleh orang yang mengamalkan. Karena ia sebagai sabab terjadinya amalan tersebut. Dalam hadits Abdullah bin Masud Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mengamalkan.” [H.R. Muslim]. Semakin banyak orang yang mengamalkan atau mengajarkan pengajarannya, semakin banyak pahala yang mengalir kepadanya. Begitu seterusnya sampai hari kiamat. Subhanallah…
Hadits ini juga mengajarkan kepada kita untuk memohon dan mengusahakan anak yang shalih. Yaitu anak yang berbakti kepada orang tua ketika hidup dan setelah matinya. Semasa hidup dengan berbuat baik, setelah mati dengan mendoakannya. Sehingga hadits inipun mengajarkan kepada kita untuk memperbanyak keturunan yang shalih dan shalihah.
Sekali lagi, seorang mukmin yang cerdas, ia akan selalu mengambil bekal dengan sebaik-baiknya, ia tidak akan melewatkan poin-poin yang mendatangkan pahala berlipat ini. Apalagi Allah juga menegaskan dalam firman-Nya,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Q.S. Yasin:12]. Allahu a’lam. [Ustadz Farhan].