Manhaj

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

bersemubunyi di balik ulama adalah metodenya ahlul bid'ah

BERSEMBUNYI DI BALIK ULAMA ADALAH METODENYA AHLUL BID'AH ✍️ Asy-Syaikh Al-Imam Rabi' bin Hadi Al-Madkhali حفظه الله berkata: Metode-metode seperti ini adalah metodenya ahlul bid'ah. Mereka bersembunyi (untuk menutup-nutupi kebid'ahan mereka) di balik seorang yang termasuk dari kalangan Al-Barizah (ulama kibar yang terkenal keilmuannya dan keberaniannya untuk . membantah ahlul bid'ah serta dianggap dan diterima ucapannya oleh manusia). Maka Al-Qadariyyah (kelompok yang mengingkari adanya takdir) mereka bersembunyi di balik Al-Hasan (Al-Bashri) رحمه الله. Mereka menulis, menyebarkan, dan menyusun risalah-risalah. Mereka menisbatkan ucapan tentang tidak adanya takdir kepada Al-Hasan رحمه الله dengan dusta dan palsu, padahal Al-Hasan رحمه الله bukan termasuk golongan mereka. Khawarij (pun demikian) mereka  bersembunyi di balik orang besar lainnya; yaitu Abu Asy-Sya'tsaa Jabir bin Zaid رحمه الله, salah satu murid kibarnya Ibnu Abbas رضي الله عنهما. Kepada Kibarul Fuqaha orang-orang khawarij bersembunyi di baliknya. Maka metode ini termasuk permainannya ahlul bid'ah. Karena kebid'ahan mereka tidak laku kalau tidak bersembunyi di balik Aimmatul Islam. Maka seperti inilah apa yang dilakukan manusia (sekarang). Al-Quthbiyyah (pengikut Sayyid Qutub) tidak laku kecuali dengan persembuyian seperti ini. (Mereka bersembunyi) di balik Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Baz, Al-Albani, Ibnu Utsaimin, dan yang selain mereka dari kalangan orang yang dianggap dan diterima ucapannya oleh manusia di penjuru dunia رحمهم الله. Mereka mengatakan, "kami termasuk murid-muridnya Ibnu Baz; kami di atas manhaj salaf, (kami) termasuk murid-muridnya Al-Albani, kami adalah murid-muridnya Ibnu Utsaimin." maka manusia pun mengira kalau para Imam ini bersama mereka (satu manhaj). Sehingga tertipulah kebanyakan dari para pemuda yang cinta ilmu dan Al-Haq.  Dan akan tetapi mereka menipu kebanyakan manusia sehingga mereka terjatuh ke dalam jalan mereka. [Adz-Dzari'ah: 2/101] 📲Sumber: Saluran Telegram| املئوا الدنيا علما | milik Syaikh Fawwaz Al-Madkhali حفظه الله telegram: https://t.me/RaudhatulAnwar1
2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

syubhat rujuk kepada ulama dalam segala perkara

SERUAN AJAKAN untuk bertahkim kepada Ulama, pada perkara yang sudah jelas, adalah Jejak Lelucon Ar'uriyah. Waspadalah! Soal: . Bantahan untuk Syubhat rujuk kepada Ulama dalam segala perkara. Jawab:  Rujuk kepada Ulama adalah perkara yang agung dalam Islam dan penting sekali. Namun dalam perkara-perkara yang tersamarkan urusannya bagi selain Ulama. Adapun dalam perkara-perkara yang jelas seperti perkara-perkara yang diselisihi oleh Abul Hasan, maka bagi Ulama itu tidak lain sifatnya melainkan sebagai penolong dan penguat terhadap kebenaran dan pembelanya, dan mengambil tangan yang dzalim lagi berbuat kebatilan yang menebarkan fitnah kekacauan. Sesungguhnya seruan ajakan untuk bertahkim pada perkara-perkara yang jelas seperti matahari itu termasuk dari lelucon yang dibuat-buat oleh kelompok Ar'uriyah yang berbuat makar dan menjalar pada kebanyakan Ahlis Sunnah." [Berlepasdirinya Ahlussunnah dari apa yang dinisbatkan kepada mereka berupa sebagai pemilik fitnah kekacauan] |Oleh Asy Syaikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali hafidzahullah _____ السؤال : الرد على شبهة الرجوع إلى العلماء في كل شيء الجواب : " الرجوع إلى العلماء أمر عظيم في الإسلام ومهم جدًا ، و لكن في الأمور التي يلتبس أمرها على غير العلماء ، أما في الأمور الواضحة كالأمور التي خالف فيها أبو الحسن فما على العلماء إلا النصر والتأييد للحق وأهله والأخذ على يد الظالم المبطل المثير للفتن. إن الدعوة إلى التحاكم في الأمور الواضحة كالشمس من المهازل الشنيعة التي افتعلتها هذه العصابة العرعورية الماكرة وانطلت على كثير من أهل السنة " [براءة أهل السنة مما نسبه إليهم ذو الفتنة]  https://t.me/joinchat/AAAAAEx1JZoxpLhpa5j1MA https://t.me/salafykawunganten/3959
2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

pemimpin organisasi / lembaga pendidikan bukanlah pemerintah

MUDIR LEMBAGA PENDIDIKAN BUKANLAH PEMERINTAH Soal: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda. Berkata penanya: "Apakah pemimpin Universitas, pemimpin Madrasah, Ketua Kabilah, Kepala Desa, Ketua Dusun dan Bapak, wajib untuk mentaati mereka seperti ketaatan kepada pemerintah? Dan apakah berdosa bila menyelisihi perintah mereka? . Jawab: Pemimpin Madrasah, atau pemimpin Universitas. Ketaatan yang sudah jelas tanpa ditawar itu adalah kepada pemerintah. Sedangkan kepada mereka tadi bukanlah ketaatan secara muthlak.  Tidak.  Yakni, ketaatannya terbatas. Begitu juga terhadap pemimpin Madrasah dan menteri yang berkompeten.  Jadi, ketaatan muthlak itu untuk pemerintah. Adapun mereka itu tadi, ia memiliki kekuasaan namun terbatas pada batas-batas wewenang mereka. Begitu pula kepala desa atau aku mengira sebagian lafadz menamakannya sebagai walikota desa, Demikian pula padanya memiliki batas-batas aturan untuk yang sifatnya terbatas. Dan bukan maknanya ada dua pemerintah, ini sekedar penyampai saja. Dan ketua Kabilah itu dihormati dimuliakan. Iya, ditaati dalam perkara persatuan kabilah dan bukan menyeluruh. Iya.  Sumber: https://bit.ly/3wTtbeu PEMIMPIN JAMAAH/ORGANISASI BUKANLAH PEMERINTAH Baca selengkapnya di sini https://asysyariah.com/mengenal-waliyyul-amr/ 🖊️ Catatan penting : 1. Mudir Universitas, Madrasah, Organisasi atau Jamaah suatu kelompok bukanlah ulil amri/pemerintah. Sehingga harus dibedakan jenis ketaatannya kepada mereka dan konsekwensinya. Serta dalil-dalil yang diarahkan kepada pemerintah ulil amri tidak boleh diarahkan kepada sebuah pimpinan kelompok kelembagaan, ormas, ponpes, ma'had, organisasi ataupun suatu pergerakan jamaah islam.  2. Terhadap selain pemerintah ulil amri, ketaatannya bersifat terbatas muqoyyad sesuai dengan kebutuhan maslahat kebaikannya selama bukan hal mungkar, dan tidak menyelisihi aturan pemerintah negara yang Sah, dan juga tidak menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya. Masuk kategori tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran.  3. Ketaatan kepada ulil amri pemerintah yang sah itu muthlak, namun tetap dalam rangka mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, yakni perkara ma'ruf dan bukan dalam ranah kemungkaran atau kemaksiatan.  Wallohu a'lam 💎https://t.me/salafykawunganten/4007
2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kaidah batil : berkeyakinan dulu kemudian cari dalil.

 .KAIDAH BATIL Berkeyakinan terlebih dahulu, baru kemudian mencari-cari dalilnya 🖐Jangan pernah menganggap bid'ah itu kecil, padahal besar urusannya! KAIDAH BATIL "Berkeyakinan dulu kemudian mencari dalil." Ibnul Jauzi ُرَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Datang kaum-kaum yang mereka menampil-nampilkan diri mereka sebagai orang yang Zuhud, dan membuat-buat Thoriqoh jalan yang hawa nafsu telah menghias-hiasinya kemudian mereka berusaha mencari-cari dalil, padahal seharusnya bagi seorang insan itu hanya untuk mengikuti dalil bukan mengikuti sebuah jalan lalu mencari-cari dalilnya." (Shaidul Khathir hal.27) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Dan maksud bahwasanya semisal mereka ini telah berkeyakinan terlebih dahulu dengan suatu pendapat kemudian membawa-bawa lafadz-lafadz Al Qur'an untuk mendasarinya, padahal mereka tidak mempunyai Salaf pendahulu dari para Shahabat dan Tabi'in yang mengikutinya dengan baik, dan tidak juga dari kalangan para imam-imam pemuka kaum muslimin, tidak dalam pendapat mereka dan tidak pula dalam tafsir penjelasannya." (Majmu'ul Fatawa 13/35) Imam Asy Syathibi رَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Maka Ahli bid'ah tatkala hawa nafsu mengalahkannya beriringan adanya kebodohan terhadap jalan Sunnah, maka akan mengkhayal bahwa apa yang tampak baginya berdasar akalnya itulah jalan yang kokoh bukan yang lainnya, kemudian berlalulah masa dan semakin menyimpang karenanya dari jalan yang lurus, sehingga dia itu sesat dari sisi menyangka bahwasanya dia seorang peniti jalan sejati. Jadi ahlul bid'ah dari umat ini hanyalah tersesat dalam dalil-dalilnya yang mana mengambilnya itu dari pengambilan hawa nafsu dan syahwat, bukan dari pengambilan bersifat ketundukan kepada hukum-hukum Allah. Dan inilah perbedaaan antara Mubtadi' dan selainnya, karena Mubtadi' menjadikan hawa nafsu itulah sebagai awal tujuan pencariannya, dan menjadikan dalil-dalil untuk mengikutinya. Sehingga apabila bergabung kepadanya kebodohan terhadap Ushul pokok syariat dan ketiadaan penerapan maksud-maksudnya, maka jadilah urusannya lebih berat dan sangat dekat kepada pengubah-ubahan dan keluar dari maksud-maksud tujuan syariat. Dan petunjuk akan hal itu bahwasanya kamu akan mendapati seorang Mubtadi dari kalangan orang yang menisbatkan diri kepada Agama, melainkan dia itu akan berusaha mencari-cari bukti dalil untuk menguatkan bid'ahnya dengan dalil syar'i, lalu meletakkannya pada apa yang sesuai dengan akalnya dan syahwatnya, berbeda dengan yang bukan Mubtadi', maka sesungguhnya dia menjadikan petunjuk kepada kebenaran itu adalah awal mula pencariannya, dan menjadikan hawa nafsunya itu dibelakang untuk mengikutinya." (Al I'tishom 1/134) Syaikh Al Allamah Ibnu Utsaimin رَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Dan oleh karena ini Para Ulama telah berkata sebuah kata yang baik, mereka mengatakan: "Wajib bagi seorang insan untuk berdalil kemudian berpijak dengannya, bukan membangun dulu, baru mencari dalil. Karena dalil itu adalah asal pokok sedangkan hukum itu adalah cabang, maka tidak mungkin untuk meletakkannya secara terbalik, dengan menjadikan hukum itu yang merupakan cabang sebagai asal pokok, dan asal pokok yang itu adalah dalil sebagai cabang.  Lalu bahwasanya seorang insan itu apabila berkeyakinan dulu sebelum berdalil dan tidak memiliki niat yang baik, maka jadinya dia menggiring leher-leher nash-nash dari Al kitab dan as Sunnah ke arah yang dia telah meyakininya, sehingga hasilnya dengan hal itu ia tetap selalu di atas hawa nafsu dan tidak mengikuti petunjuk hidayah." (Liqa-atul Babilmaftuh 2/141-142) Berkata pula Beliau dalam penjelasannya terhadap kitab As Safariniyah pada pasal tentang pembicaraan mengenai iman: "Bila kamu memperhatikan seorang insan maka akan diketahuilah bahwasanya fanatik terhadap pendapat itu adalah sebab kesesatan, dan bahwasanya seorang insan itu seharusnya berdalil baru kemudian berkeyakinan, bukan berkeyakinan dulu baru mencari dalil, karena apabila dia berkeyakinan dulu kemudian mencari dalil, maka dia akan memutar leher-leher nash-nash agar sesuai dengan apa yang telah dia yakini, namun jika berdalil pertama-tamanya kemudian baru berkeyakinan maka dia telah membangun akidah keyakinannya di atas dalil, dan dia telah sesuai dengan dalil." Semoga Allah membalas dengan kebaikan bagi orang yang menunjukkan kepadaku nukilan ini Sumber:https://bit.ly/3rswXJf Mift@h_Udin✍ Kawunganten, 5 Rajab 1443H 💎https://t.me/salafykawunganten/3601
2 tahun yang lalu
baca 3 menit