Selalu ada kisah yang terkenang dari pengalaman hidup di dalam pagar pesantren.
Salah satunya dari Abu Farhan, seorang alumnus santri dari pesantren di Jawa Tengah. Ia punya cerita menarik yang inspiratif.
Selain berfungsi menjadi sarana untuk belajar, pesantren juga merupakan ladang untuk beramal dengan bergotong royong. Seperti Abu Farhan ini, ia pernah menjadi bagian tim tamu di sebuah pesantren.
“Tidak menyangka dan bangga. Karena, di saat itu banyak yang lebih baik dan pantas untuk menjadi tim tamu. Namun, karena suatu amanah dari ma’had, kami berusaha semampu kami untuk menjadi bagian dari tim tamu”, kenang Abu Farhan saat awal kali dilantik.
Meskipun Abu Farhan saat itu masih aktif berstatus santri, kesempatan ini tidak ia sia-siakan begitu saja.
Dari sana, Abu Farhan bisa mendapatkan beragam hal baik. Apalagi, menjadi tim tamu di pesantren boleh dibilang merupakan peran yang sentral.
“Tantangan yang kami rasakan, tentunya harus menjaga nama ma’had kami dengan memberikan pelayanan yang baik kepada tamu”, ungkap Abu Farhan.
Ia juga menceritakan apa yang didengar dari Ustadz bahwa “Ruang tamu itu ibaratnya wajah pondok”.
Wajar saja, pelayanan yang Abu Farhan berikan kepada para tamu yang berkunjung, mungkin saja akan dijadikan barometer untuk menilai baik buruknya pesantren tersebut.
Jadwal belajar di pesantren biasanya dimulai seusai shalat shubuh hingga pukul 06.00. Lalu, dilanjutkan lagi pukul 07.30 – 11.30 dengan beragam mata pelajaran.
Di tengah kepadatan jadwal seperti itu, para tamu yang datang dari berbagai penjuru pun bisa berkunjung kapan saja tanpa aba-aba.
Saat itulah, Abu Farhan dan tim menerapkan kebijakan khusus agar waktu belajar mereka tidak terganggu.
“Cuma memang di saat itu ada kebijakan tak tertulis bagi tamu. Contohnya, jika tamu datang di bawah pukul 09.00, maka tetap kita beri pelayanan dari makan, dsb. Adapun tamu yang datang di atas jam tersebut, kita cukup mempersilahkan masuk agar dapat langsung beristirahat”, terang Abu Farhan menceritakan siasatnya.
Meskipun demikian, Abu Farhan juga selalu menjaga kerapian dan kebersihan kamar tamu. Sehingga, kamar tamu tersebut siap 24 jam untuk dikunjungi.
Memberikan pelayanan yang baik kepada tamu selalu menyisakan kesan tersendiri. Apalagi, para tamu yang datang berkunjung ke pesantren sangat beragam.
Kadang wali santri, ustadz, kenalan sendiri, ataupun tamu-tamu besar lainnya.
Bagi Abu Farhan, momen indah bersama tamu ialah saat berkenalan dengan orang-orang baru dan dapat menjalin persaudaraan dengan baik.
Menurut pengakuaannya, bercerita, memberikan perhatian, dan bertukar wawasan hingga membuat tamu merasa nyaman merupakan momen paling indah saat ia menjabat sebagai tim tamu.
Selain momen indah, ada juga kejadian lucu dan menegangkan yang Abu Farhan rasakan.
“Pengalaman paling tidak terlupakan, nih, waktu kita kedatangan tamu rombongan sekitar 7-10 orang. Ana lupa. Ketika kita tahu ada rombongan tamu tiba ba’da Isya’, kita segera mempersiapkan jamuan makan, yang waktu itu kita harus membelinya di luar”, kenang Abu Farhan yang harus tetap “on” meski lelah habis belajar seharian.
“Setelah sekian menit kita kembali ke ma’had untuk mempersiapkan jamuan. Baru saja kita sampai ma’had, kita lihat mobil yang membawa rombongan tamu sudah pulang …”.
“Nah di saat itu kita bingung sudah terlanjur beli jamuan, dll. Akhirnya, kita lelang untuk anak pondok siapa yang mau membelinya. Hehe”, tutup Abu Farhan.
Ia menunjukkan sikap tanggung jawabnya karena telah membelanjakan uang kas tamu yang akhirnya tamunya sudah pulang terlbih dahulu.
Bagi Abu Farhan, menjadi tim tamu adalah anugerah. Meskipun ia harus berjuang lebih keras daripada teman-temannya yang lain. Apalagi, saat bertugas Abu Farhan dapat berkenalan dengan banyak orang.
“Menambah banyak saudara yang kita kenal. Manfaat lain ketika kita dalam 1 tim ada beberapa orang, sangat membantu dalam melatih kerja sama dan kekeluargaan”, jelas Abu Farhan tentang manfaat yang ia rasakan saat menjadi tim tamu.
“… terkhusus yang sedang aktif dalam berta’awun. Yang pertama, ikhlaskan niat kita dalam berta’awun. Yang kedua, bersungguh-sungguhlah dalam mengemban amanah tersebut”, pesan dari Abu Farhan untuk anak-anak muda.
Ia juga menambahkan bahwa kehidupan di dalam pesantren ibarat miniatur kehidupan bermasyarakat di luar.
Jadi, ketika kita masih berada di dalam pesantren, manfaatkan momen tersebut untuk banyak berlatih dalam bersosial, menyelesaikan masalah, dan mendewasakan diri.
“Mengapa dikatakan miniatur? Karena itu masih lingkup kecil, masih rata-rata seumuran, status masih santri semua, hanya yang beda watak, logat, dan bahasa”, ungkap Abu Farhan.
“Kalau sudah terjun di luar, maka yang akan dihadapi lebih besar lagi. Beda pemahaman, beda umur, beda status, dan masih banyak lagi tantangannya”, imbuhnya.
“Pokoknya, ikhlas dan sabar!”, tegas Abu Farhan.