Sikap Tengah Ahlus Sunnah
Penulis: Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed hafidzahullah
*******************************************************************
Ahlus Sunnah adalah umat Islam yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman generasi pertama mereka. Mereka berjalan di atas Ash Shirath Al Mustaqim (jalan yang lurus) yang digariskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan telah dijalani oleh para shahabat dan para pengikut mereka (tabi’in).
Mereka adalah satu jamaah, tidak berbilang dan berjalan di satu jalan tidak bercabang. Siapa yang berjalan di atas jalan tersebut maka dia termasuk jamaah Ahlus Sunnah, sedangkan yang menyimpang darinya maka dia termasuk firqah-firqah bid’ah yang sesat.
Jalan Ahlus Sunnah adalah jalan tengah yang adil, mereka berjalan berdasarkan ilmu sedangkan firqah-firqah bid’ah berjalan dengan sikap ekstrim kanan dan kiri. Mereka berada di antara sikap ifrath dan tafrith.
Ifrath adalah melampaui batas dalam beribadah dan beramal tanpa ilmu. Sedangkan tafrith adalah sebaliknya, yaitu melalaikan dan meremehkan ibadah bahkan menentang ilmu Al Haq yang telah diketahui.
Syaithan menggoda anak Adam dengan dua jalan ini, yaitu ifrath dan tafrith. Pertama, dia mengajak manusia kepada kekufuran dan pengingkaran terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (tafrith). Kalau hal ini tidak berhasil maka dia akan mendorong mereka untuk beramal dan beribadah dengan melampaui batas (ifrath) sehingga terjerumus ke dalam berbagai macam bid’ah sehingga menyimpang dari jalan yang lurus dan akhirnya amembawa mereka kepada kesesatan dan kekufuran. (Lihat Makaidus Syaithan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah)
Gambaran mereka yang tersesat dalam sikap tafrith adalah seperti Yahudi, sedangkan yang tersesat dalam sikap ifrath adalah seperti Nashara.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Yahudi tidak melaksanakan Al Haq sedangkan Nashrani berlebih-lebihan padanya. Adapun Yahudi dicap dengan kemurkaan (Al Maghdhub ‘Alaihim) sedangkan Nashrani dengan kesesatan (Adh Dhaallin).”
Secara ringkas kekafiran Yahudi adalah karena mereka tidak beramal dengan ilmunya. Mereka mengetahui Al Haq tetapi tidak menyertainya dengan amal, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Sedangkan kekafiran Nashrani adalah dari sisi amal mereka tanpa ilmu. Mereka berusaha mengamalkan berbagai macam ibadah tanpa syari’at dari Allah. Dan mereka berbicara tentang Allah apa-apa yang tidak mereka ketahui.” (Iqtidha Shiratil Mustaqim oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 1/67)
Demikianlah Yahudi dan Nashrani, dua contoh kesesatan dan dua model kekufuran.
Yahudi terjerumus dalam sikap tafrith sehingga membunuh para Nabi dan mencela Isa bin Maryam ‘alaihis salam hanya karena nafsu dan kedengkian mereka. Mereka tahu dan
mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti mengenal anak mereka sendiri. Mereka mengenal namanya, sifat-sifatnya, dan lain-lain tentangnya, tapi mereka mengingkari dan menentang beliau.
Allah berfirman : “Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapatkan kemenangan atas orang-orang kafir. Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah atas orang-orang yang ingkar.” (QS. Al Baqarah : 89 )
Demikianlah Allah murka dan melaknat Yahudi karena sikap tafrith, mengetahui Al Haq tapi mengingkarinya. Maka Allah mengatakan tentang mereka : Katakanlah : “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasiq) itu di sisi Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknat dan dimurkai oleh Allah dan di antara mereka ada yang dijadikan kera-kera dan babi-babi dan penyembah thaghut.” (QS. Al Maidah : 60 )
Dari ayat inilah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa Yahudi dijuluki dengan Al Maghdhub Alaihim (yang dimurkai).
Sedangkan Nashrani tersesat dalam sikap ifrath dengan menuhankan Isa dan menyembah pendeta-pendeta. Allah berfirman tentang mereka : “Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas (ghuluw) dalam agamamu dan janganlah kalian mengatakan atas (nama) Allah kecuali yang haq. Sesungguhnya Al Masih Isa putra Maryam adalah Rasulullah … .” (QS. An Nisa’ : 171 )
Itulah sikap ifrath (berlebih-lebihan dalam agama) mereka, berbicara tentang Allah dan atas nama Allah tanpa ilmu. Sehingga terucap dari mereka kalimat kufur yang sangat
besar yaitu mengatakan bahwa Isa adalah jelmaan Allah atau Isa adalah anak Allah atau Isa, Maryam, dan Allah adalah satu yang tiga, tiga yang satu. Subhanallah, Maha Suci
Allah dari apa yang mereka ucapkan!! Allah adalah satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan!
Maka kafirlah mereka dengan ucapan itu dan gugurlah amalan mereka dan ibadah mereka. Walaupun mereka beribadah kepada Allah dengan khusyu’ dan menangis, berdzikir menyebut nama Allah, dan memujinya dengan ikhlas. Demikianlah orang-orang yang berusaha untuk beribadah kepada Allah tetapi tanpa ilmu akhirnya mereka tersesat dan amalannya sia-sia.
Allah berfirman setelah mengatakan kekafiran orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah satu dari yang tiga : “Wahai ahli kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat terdahulu (sebelum kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). Mereka menyesatkan kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah : 77 )
Dari sinilah nashrani dijuluki dengan Adh Dhaallin (yang sesat).
Dari uraian tersebut di atas kita dapat melihat tiga jalan :
Yang pertama: jalan yang lurus (shirathal mustaqim),
yang kedua: jalan Al Maghdhubi Alaihim, dan
yang ketiga: jalan Adh Dhaallin.
Maka penyimpangan dari jalan yang lurus berarti masuk kepada salah satu dari dua jalan yang lain.
Kita berdoa setiap hari, setiap shalat, bahkan setiap rakaat agar diberi petunjuk ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang diberi nikmat, yaitu jalan para Nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang yang shalih. Dan berdoa agar jangan terjerumus ke jalan orang-orang yang dimurkai yang tidak mengamalkan Al Haq. Dan jangan pula terjerumus ke jalan orang-orang yang sesat, yang beramal tanpa ilmu. Kita ucapkan dalam Al Fatihah :
“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka. Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan
orang-orang yang sesat.” (QS. Al Fatihah : 6-7 )
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini : “Al Maghdhub Alaihim adalah orang-orang yang rusak niatnya. Mereka mengetahui Al Haq tapi menyeleweng darinya. Sedang Adh Dhaallin adalah orang-orang yang tidak memiliki ilmu sehingga mereka bingung dalam kesesatan, tidak mendapatkan petunjuk kepada Al Haq, … dan seterusnya.” (Tafsir Ibnu
Katsir 1/31-32 )
Al Maghdhub dan Adh Dhaallin Dalam Umat Ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang perpecahan umat yang sudah sering disinggung dalam edisi-edisi yang lalu. Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa semuanya akan masuk neraka kecuali satu.
Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggaris satu garis dengan tangannya kemudian berkata : “Ini adalah jalan yang lurus.”
Kemudian menggaris beberapa garis di kanan dan kirinya, kemudian berkata : “Ini jalan-jalan, tidak ada satu jalan pun daripadanya kecuali ada syaithan yang mengajak kepadanya.”
Kemudian membacakan ayat : “Ini jalanku yang lurus maka ikutilah dia dan janganlah mengikuti jalan-jalan (lain) … .” (QS. Al An’am : 153 ) [HR. Ahmad, Ad Darimi, Al Hakim]
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa umat beliau akan berpecah dalam berbagai macam jalan dan yang selamat hanya satu kelompok. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa yang selamat adalah mereka yang tetap berada dalam shirathal mustaqim (jalan yang lurus) sedangkan jalan-jalan yang lain adalah jalan-jalan syaithan. Dengan demikian hanya ada dua kemungkinan yaitu mengikuti jalan keselamatan atau jalan kesesatan, mengikuti jalan Allah atau jalan syaithan.
Dalam riwayat dari Abi Said Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sebagian umat ini akan mengikuti model yahudi dan nashrani.
“Pasti kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan/kebiasaan) orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta.” (Muttafaqun Alaihi)
Ketika para shahabat bertanya apakah yang dimaksud mengikuti yahudi dan nashrani beliau mengatakan : “Siapa lagi?”
Dari sini kita pahami bahwa dalam umat ini pun terdapat dua kesesatan model yahudi dan nashrani sebagai kaum yang dilaknat dan kaum yang sesat. Sufyan bin Uyainah dan para
ulama Salaf berkata : “Sesungguhnya orang yang rusak dari ulama kita, maka padanya ada penyerupaan terhadap yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka padanya ada penyerupaan dengan nashrani.” (Dinukil dari Kitab Iqtidha Shirathil Mustaqim oleh Syaikh Islam 1/68 )
Kerusakan Orang-Orang Berilmu Karena Sikap Tafrith
Kerusakan sebagian orang-orang yang berilmu adalah karena sikap tafrith, tidak mengamalkan ilmunya bahkan menggunakan ilmu mereka untuk kepentingan hawa nafsunya. Mereka menutupi kebenaran padahal mereka tahu, mencampurkan yang haq dengan yang bathil agar menjadi samar bagi manusia, merubah-rubah kalimat Qur’an dari tempat-tempatnya agar sesuai dengan hawa nafsu, menjual fatwa dan mengorbankan ayat-ayat Allah untuk mendapatkan harta dunia. Ini semua adalah sifat-sifat yahudi yang
terlaknat dan kebiasaan mereka.
Allah berfirman tentang mereka : “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit mereka itu sebenarnya tidak
memasukkan ke dalam perut-perut mereka kecuali api (neraka).” (QS. Al Baqarah : 174 )
Allah juga berfirman : “Dari orang-orang yahudi mereka merubah-rubah ucapan dari tempat-tempatnya.” (QS. An Nisa’ : 46 )
Allah berfirman lagi : “Wahai ahli kitab, mengapa kalian mencampuradukkan yang hak dengan yang bathil. Dan menyembunyikan kebenaran padahal kalian mengetahui.” (QS. Ali Imran : 71 )
Dari ayat-ayat di atas terdapat beberapa sifat yahudi :
1. Menyembunyikan Ilmi (Menyembunyikan Ilmu)
Syaikhul Islam berkata : “Allah menggambarkan mereka yang dimurkai oleh Allah dengan sifat “menyembunyikan ilmu”. Kadang-kadang karena pelit (QS. An Nisa’ : 36-37 ), kadang-kadang karena mencari dunia dan kadang-kadang karena takut ilmu tersebut menjadi hujjah untuk menyalahkan mereka (QS. Al Baqarah : 76 ).”
Selanutnya beliau mengatakan : “Dan beberapa golongan yang dianggap sebagai ulama (dari umat ini, pent. ) tertimpa musibah ini. Kadang-kadang mereka menyembunyikan ilmu karena pelit, khawatir orang lain akan mendapatkan keutamaan seperti mereka. Kadang-kadang karena mencari kedudukan atau harta atau kadang-kadang karena berhadapan dengan kelompok yang menyelisihi dalam satu masalah kemudian menutup ilmu yang dapat dijadikan hujjah oleh kelompok tersebut. Walaupun tentu kelompok yang menyelisihinya adalah bathil.” (Iqtidha Shirathil Mustaqim 1/73)
2. Tahrif Kalimah (Merubah-rubah Perkataan)
Syaikhul Islam berkata : “Tahrif ada dua macam. Tahrif tanzil (merubah kalimat) dan tahrif ta’wil (merubah makna). Adapun tahrif ta’wil banyak sekali (terjadi, pent.). Berapa kelompok dari umat ini telah terfitnah dengannya. Sedangkan tahrif tanzil telah terjadi pada kebanyakan manusia dalam lafadz-lafadz hadits, mereka meriwayatkan hadits dengan riwayat-riwayat yang munkar.”
(Iqtidha Shirathil Mustaqim 1/76 )
Sifat ini sangat jelas terlihat pada ahli bid’ah dari kalangan mu’tazilah dan rasionalis. Mereka merubah-rubah kalimat, merubah makna, menolak atau menyelewengkan ayat dan hadits agar sesuai dengan hawa nafsunya (baca : akalnya).
3. Talbis Al Haq (Penyamaran Al Haq)
Menyamarkan Al Haq atau mencampurkan Al Haq dengan yang bathil adalah sifat yahudi yang juga menimpa beberapa kelompok ahli bid’ah dari umat ini. Mereka mengerti Al Haq tetapi berusaha menyamarkannya dan mencampurinya dengan yang bathil sesuai kepentingan hawa nafsu atau manhaj mereka yang rusak.
4. Menjual Belikan Ayat
Sifat ini juga menimpa sebagian umat ini khususnya orang-orang yang diulamakan ternyata hati-hati mereka rusak dan niat mereka rusak dan mereka memakai sifat-sifat yahudi di atas dalam perkara ini. Na’udzubillah !!
Syiah Menyerupai Yahudi
Di antara firqah-firqah yang paling mirip dengan kesesatan yahudi adalah syiah rafidlah “Al Maghdhubi Alaihim.” Mereka merubah-rubah Al Qur’an, membuang surat Al Lahab, menambah surat wilayah, dan lain-lain.
Mereka membuat hadits-hadits palsu atas nama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdusta atas nama Ali radliyallahu ‘anhu seperti yahudi berdusta atas nama Musa ‘alaihis salam. Mereka mencampurkan Al Haq dengan al bathil untuk menyamarkan kebenaran persis seperti yahudi.
Mereka selalu menunda shalat Maghrib sampai waktu Isya seperti yahudi yang tidak shalat kecuali setelah muncul bintang-bintang.
Mereka menganggap Jibril berkhianat memberikan wahyu kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang semestinya kepada Ali radliyallahu ‘anhu seperti yahudi yang memusuhi Jibril hingga Allah mengatakan : “Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Jibril, dan Mikail maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah : 98 )
Mereka juga mengagungkan bahkan menganggap suci kelompoknya dan tokoh-tokohnya dengan melampaui batas seperti yahudi dan nashrani yang membanggakan golongannya secara berlebih-lebihan hingga mengatakan : Berkata yahudi dan nashrani : “Kami adalah anak-anak Allah dan kecintaan-kecintaan-Nya.” (QS. Al Maidah : 18 )
Mereka menggunakan taqiyyah (baca: nifaq) yaitu menyembunyikan aqidah sesat dan pemahaman bathil mereka dengan berdusta hingga tokoh mereka, Al Kulaini dalam Ushulul Kafi membawakan riwayat yang dusta mengatasnamakan Ja’far Shadiq bahwa : “Taqiyyah adalah agamaku dan agama nenek moyangku. Tidak ada keimanan bagi siapa yang tidak memiliki taqiyyah.” Ini persis seperti yahudi yang mempergunakan nifaq untuk menyembunyikan agamanya.
Allah berfirman ketika membicarakan yahudi : “Apabila mereka menjumpai kalian mereka berkata kami beriman dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari mereka lantaran marah dan benci terhadap kalian.” (QS. Ali Imran : 119 )
(Lihat Badzlul Majhud oleh Syaikh Jumaili 2/631 sampai dengan 658 )
Maka tepat sekali kalau kita mengatakan tentang syiah : “Telah tampak nyata kebencian dari mulut-mulut mereka dan apa yang mereka sembunyikan dalam hati-hati mereka lebih besar lagi … .” (QS. Ali Imran : 118 )
Setelah jelas demikian maka kita katakan kepada harakiyyin yang mengajak persatuan dengan syiah dengan ayat selanjutnya : “Beginilah kalian, kalian menyukai mereka padahal mereka tidak menyukai kalian. Padahal kalian beriman pada kitab seluruhnya.” (QS. Ali Imran : 119 )
Selain yang tersebut di atas masih banyak lagi persamaan syiah rafidlah dengan yahudi hingga Syaikh Abdullah Al Junaidi menulis kitab khusus dua jilid dengan nama Badzul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidlah lil Yahud yang artinya Upaya Menetapkan (Menjelaskan) Persamaan Rafidlah Dengan Yahudi.” Hanya saja yahudi masih lebih baik dari syiah (rafidlah) dalam satu masalah, yaitu : Ditanyakan kepada yahudi : Siapa orang terbaik dalam agama mereka? Yahudi mengatakan : Para shahabat Musa. Tapi tanyakanlah pada syiah tentang orang-orang terjelek dalam agama mereka, niscaya mereka akan mengatakan : Shahabat-shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Sya’bi rahimahullah, lihat Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah oleh Al Lalika’i juz 8 halaman terakhir).
Kerusakan Ahli Ibadah Karena Sikap Ifrath
Adapun kerusakan ahli ibadah adalah karena sikap ifrath (berlebih-lebihan) dan melampaui batas dalam beribadah tanpa ilmu. Di antaranya :
1. Bersikap ifrath terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kepada Nabi mereka dengan memujinya berlebihan hingga memberikan kepadanya sifat uluhiyyah dan rububiyyah. Kadang-kadang dengan perbuatan seperti berdoa, beristighatsah (mengadu), beristi’anah (meminta pertolongan, dan bertawassul kepadanya atau kepada kuburannya. (Akan dibahas masalah ini pada edisi mendatang, Insya Allah))
2. Bersikap Ifrath Terhadap Ulama
Mereka juga berlebih-lebihan terhadap ulama mereka dengan menganggap mereka ma’shum (tidak memiliki kesalahan), taqlid buta (mengikuti tanpa dalil), menganggap mereka boleh merubah-rubah hukum dan menambah-nambahnya. Di antara mereka ada yang membuat patung-patung atau memasang gambar-gambarnya, bahkan membangun kuburan-kuburannya, mengagung-agungkannya kemudian mereka thawaf mengelilinginya, memakan tanahnya, mengusap dindingnya, i’tikaf (tirakatan) di sampingnya dan lain-lain. Semuanya mereka lakukan tanpa ilmu dan tanpa perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Dalil mereka hanyalah dzan (prakiraan) hasil dugaan pikirannya dan tebakan perasaannya. Mereka menganggap dengan perbuatannya tadi mereka mendapat berkah dan petuah atau mendapatkan yang mereka harapkan, melepaskan kesulitan, memberikan jalan keluar, memberikan jodoh dan lain-lain dari anggapan-anggapan mereka tanpa ilmu.
3. Ifrath Dalam Ibadah dan Zuhud
Selain itu mereka juga berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah, puasa terus-menerus tanpa berbuka atau shalat malam terus-menerus tanpa tidur. Mereka juga tidak mau menikahi wanita karena dianggap mengganggu ibadah. Mereka tidak mau memakan daging dan makanan mewah (hanya memakan sayuran dan sejenisnya) juga karena mereka menganggap akan mengganggu ibadah (yang mereka menamakannya zuhud) bahkan mereka berusaha untuk menyengsarakan dirinya dengan berpuasa di tengah terik matahari atau tidak mau bernaung sampai berbuka atau tidak mau berpakaian kecuali yang paling jelek dan lain-lain dengan anggapan bahwa yang demikian lebih besar pahalanya.
Semua anggapan tadi muncul dari dzan (dugaan pikiran dan perasaannya) tanpa berdasarkan ilmu sama sekali. Maka inilah yang dinamakan bid’ah, muhdatsah, dhalalah yang membawa mereka kepada kesesatan!
Semua sifat-sifat di atas adalah persis dengan sifat-sifat nashrani. Allah menjelaskan sifat ghuluw mereka di dalam Al Qur’an : “Wahai ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas (ghuluw) dalam Dien kalian dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali kebenaran. Sesungguhnya Al Masih Isa bin Maryam adalah Rasulullah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh (ciptaan)-Nya.” (QS. An Nisa’ : 171 )
Dan Allah menceritakan tentang sikap ifrath mereka terhadap ulama, hingga menjadikan mereka sebagai rabb-rabb yang menghalalkan dan mengharamkan : “Mereka menjadikan pendeta-pendeta mereka dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah dan juga (mempertuhankan) Isa bin Maryam.” (QS. At Taubah : 31 )
Kemudian tentang ifrath mereka dalam ibadah dan zuhud, Allah berfirman : “Dan mereka mengada-adakan bid’ah rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka tapi mereka sendirilah yang mengada-adakan untuk mencari ridla Allah … .”
Rahbaniyyah adalah sikap kependetaan, tidak beristri atau bersuami dan mengurung diri di biara-biara dan mengkhususkan diri hanya beribadah kepada Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thabari dan Nasa’i dari Ibnu Abbas bahwa ketika penguasa-penguasa nashrani merubah-rubah Injil, orang-orang yang beriman (baca: ahli ibadah) yang membaca Injil membantah dan menegur mereka. Kemudian mereka diancam dan disuruh agar berhenti bicara.
Maka sebagian mereka meminta dibuatkan tempat yang tinggi (untuk beribadah) dan agar diantarkan kepada mereka makanan dan minuman. Sebagian yang lain meminta ijin untuk mengembara memakan pohon-pohonan dan meminum air seperti binatang ternak (juga untuk beribadah) dan sebagian yang lain meminta dibaratkan rumah khusus untuk ibadah dan bercocok tanam. Inilah rahbaniyyah yang mereka ada-adakan. (Dinukil secara makna dari Tafsir Ibnu Katsir juz 4 halaman 333 )
Sedangkan tentang sifat ifrath nashrani terhadap ulama dan ahli ibadah hingga membangun kuburan-kuburan sebagai masjid dan memasang foto-foto dan patung-patung mereka telah diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Aisyah radliyallahu ‘anha sebagai berikut : “Dari Aisyah radliyallahu ‘anhu: Bahwa Ummu Salamah menyebutkan kepada Rasulullah tentang gereja yang dia lihat di Habasyah yang dinamakan Maria. Dan apa yang dia lihat padanya berupa gambar-gambar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah kaum yang jika ada seorang shalih di antara mereka mati atau hamba yang shalih, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan menggambar padanya gambar-gambarnya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” (HR. Bukhari Kitabus Shalah bab Shalat fil Bi’ah dan Muslim Kitab Masajid bab An Nahyu an Bina’il Masajid Alal Qubur)
Hampir semua ahli ibadah terjerumus dalam kesesatan model nashrani ini, terutama aliran sufi yang hampir semua sifat-sifat nashrani di atas ada pada mereka.
Kesesatan model seperti ini lebih berbahaya dari yang sebelumnya, karena para pelakunya tidak mengetahui dan tidak merasa bahwa mereka dalam kesesatan, bahkan sebaliknya mereka merasa sedang berbuat baik dan beramal shalih. Lantas kapan mereka akan bertaubat!
Allah berfirman : “Katakanlah : Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling rugi perbuatannya? Yaitu orang yang sia-sia (sesat) usahanya dalam kehidupan dunia sedangkan mereka mengira bahwa mereka sedang berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi : 103-104 )
Sikap Tengah Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah berjalan lurus di antara dua kesesatan tadi. Mereka tidak bersikap tafrith terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Mereka mengamalkan yang wajib-wajib dan berusaha menambah dengan yang mandub (jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa, pent.).
Mereka meninggalkan yang haram dan berusaha mengurangi yang makruh-makruh. Kalau mereka berdosa dengan melanggar yang wajib atau mengerjakan yang haram, mereka cepat bertaubat dan tidak mencari dalil untuk membenarkan perbuatannya. Mereka mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan dari Allah dan Rasul-Nya dengan ikhlas dalam mencari keridlaan-Nya.
Di sisi lain, mereka tidak bersikap ifrath dalam beramal. Mereka tidak berani mengharamkan yang makruh apalagi yang halal. Tidak berani pula mewajibkan yang mandub apalagi yang haram. Mereka mengucapkan persis seperti apa yang mereka dapatkan dari ilmu (hujjah/dalil). Jadi kalau ada kekeliruan pada mereka dalam masalah ini, ingatkanlah dengan hujjah dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah!
Niscaya mereka akan segera rujuk kepadanya dan meninggalkan kesalahannya. Mereka tidak berani menambah-nambah satu bentuk ibadah kecuali jika mendapatkan perintah. Mereka memegang kuat ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada atasnya perintahku maka dia tertolak.”
Inilah Ahlus Sunnah, syiar mereka ialah berilmu dan beramal, tidak seperti yahudi yang berilmu tanpa amal dan tidak seperti nashrani yang beramal tanpa ilmu. Wallahu A’lam.
Maraji’:
1. Badzlul Majhud oleh Syaikh Abdullah Al Jumaili.
2. Fathul Bari Syarh Shahihul Bukhari oleh Ibnu Hajar.
3. Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid oleh Syaikh
Abdurrahman Ali Syaikh.
4. Iqtidha Shirathil Mustaqim oleh Ibnu Taimiyyah.
5. Shahih Muslim dengan Syarh Imam Nawawi.
6. Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah oleh Al Lalika’i.
Sumber Majalah Salafy VI/Muharram/1417/1996