? SESUNGGUHNYA DIATAS AL HAQ ADA CAHAYA
✍? Ditulis oleh Al Ustadz Abu ‘Abdillah Muhammad Afifuddin As Sidawy حفظه الله
Al hakim dalam Mustadrok nya meriwayatkan dr Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه beliau berkata:
فإنّ على الحق نورا
Atsar diatas dishohihkan Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahaby. Al haq yg dibawa dan di ajarkan rosulullah صلى الله عليه و سلم telah sempurna, menyeluruh dan bercahaya, dapat dilihat dg jelas dan dikenali dg baik oleh setiap muslim yg punya iman, ilmu dan fithroh yg masih lurus lagi bersih.
Cahaya al haq terkadang begitu benderang bagi siapa saja namun terkadang tertutup oleh kabut tebal ragam kebathilan, syahwat dan syubhat. Al haq pun menjadi samar atas kebanyakan pihak bahkan sampai pada tingkat al haq di anggap al bathil dan al bathil diyakini sebagai al haq.
Hal tsb sering kali terjadi manakala muncul fitnah besar lagi dahsyat yg melibatkan pihak2 yg selama ini dikenal sebagai pembawa panji2 sunnah dan pengibar bendera al haq. Jangankan kaum muslimin yg awam, banyak ahlul haq yg mengalami kebingungan dalam menghadapi situasi yg demikian; apalagi ketika suasana diperkeruh dg adanya fenomena masing2 pihak mengklaim “kembali kepada bimbingan ulama”.
Apabila kondisinya sudah sampai pada tingkat ini maka sangat penting bagi yg mendambakan keselamatan untuk mengenali cahaya al haq dg memperhatikan ciri-ciri berikut:
1. BERBUAH KEBAIKAN BUKAN KEJELEKAN
Al haq selalu membuahkan kebaikan, baik pada aqidah, manhaj, ibadah, dakwah, muamalah, akhlaq, adab maupun pada perkara2 duniawi. Walaupun pada awalnya membuat “kegaduhan” di tengah2 umat dalam bentuk mengidentifikasi setiap orang, dia diatas al haq ataukah diatas al bathil? namun kemaslahatan dan kebaikannya akan dirasakan langsung oleh siapa saja yg berpegang dengannya, imannya semakin bertambah, aqidahnya semakin kokoh, manhajnya semakin jelas, ibadahnya semakin giat, adab dan muamalahnya semakin bagus, jiwanya pun damai dan tentram diatas sunnah. disisi lain dia akan menjauh dan meninggalkan segenap kejelekan dan penyimpangan.
Kaidah besar yg disepakati seluruh ulama dan fuqoha :
*الدين مبني على جلب المصالح و درء القبائح.*
Ketika ada sebagian pihak memunculkan “kegaduhan” maka bisa dilihat yg dia bawa adalah al haq ataukah al bathil? dr hasilnya.
Kalau yg berpegang dengannya semakin bertambah iman dan taqwanya, semakin kokoh aqidah dan manhajnya, semakin bagus akhlaq dan adabnya, semakin indah muamalah dan interaksinya dan membuahkan maslahat untuk umat maka insyaallah itu adalah al haq.
Namun kalau yg terjadi justru sebaliknya, yg berpegang dengannya menjadi orang yg fanatik, malah banyak syubhat, terjatuh dlm sikap ghuluw, kotor ucapannya, keji tingkah lakunya, berani berdusta dll, maka yakinilah bahwa itu adalah al bathil walaupun yg membawanya adalah orang yg selama ini dikenal ilmunya, sunnahnya, dakwahnya dan akhlaqnya sebab dia sekarang telah mengalami pergeseran manhaj. نعوذ بالله من الخذلان.
2. TETAP DIATAS AL HAQ TIDAK BERUBAH WARNA
Ibnu Abi Syaibah dlm “Al Mushonaf” meriwayatkan dr Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه beliau menegaskan:
*ان الضلالة حق الضلالة ان تعرف اليوم ما كنت تنكره قبل اليوم و ان تنكر اليوم ما كنت تعرفه قبل اليوم و اياكم و التلوّن فإن دين الله واحد*
(Sesungguhnya kesesatan yg sebenarnya adalah engkau menganggap mungkar pada hari ini apa yg sebelumnya engkau yakini sebagai makruf dan engkau yakini makruf pada hari ini apa yg sebelumnya engkau anggap mungkar. Waspadalah kalian dr sikap talawwun! Sebab agama Allah hanya satu).
Ciri pokok lagi mendasar pada al haq adalah tsabat (kokoh, tegar), tdk berubah dg berjalannya masa dan berpindahnya tempat. Apa yg dikatakan makruf dlm syari’at maka dia adalah perkara makruf sepanjang masa dan tempat sampai qiamat. Begitu pula yg dikatakan mungkar dlm islam maka dia adalah perkara mungkar sampai qiamat.
Ahlul haq dg sifat-sifatnya selamanya dikatakan sebagai ahlul haq kecuali ketika ada individu yg bergeser dan menyimpang, begitu pula ahlul bathil dg atribut-atributnya, selamanya diyakini sebagai ahlul bathil kecuali bila ada individu yg bertaubat.
Cara mudah mengenali al bathil adalah dari sikap talawwun (berubah warna) saat fitnah mendera:
a. Orang yg selama ini diyakini sebagai ahlul fitan, ahlul masyakil bahkan ahlul bid’ah dan selama ini dijauhi dan ditahdzir, sekarang diyakini sebagai ahlul khoir was sholah ahlus sunnah, didekati, dijadikan sahabat, dirangkul kembali bahkan dipuji, padahal blm ada taubat yg nasuha pada org tersebut.
b. Dahulu akhlaqnya baik muamalahnya bagus namun sekarang berani berdusta, arogan dlm muamalah.
Dan yg lainnya dari perubahan warna, dulunya diatas cahaya al haq namun sekarang penuh warna kebathilan.
3. KEMANA ULFAHNYA?
Ulfah adalah kecondongan hati secara alami karena kesamaan aqidah, manhaj, dakwah, profesi dan lainnya yg memunculkan kenyamanan untuk bersahabat, bermajlas, berjalan bersama dan saling membantu.
Dalam Shohih Al Bukhory dan lainnya dari Abu Hurairoh dan Aisyah رضي الله عنهم Rosulullah صلى الله عليه وعلى آله وسلم bersabda:
*الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ*
(Ruh-ruh bagaikan tentara yang terhimpun. Jika saling mengenal maka akan bersatu, dan jika saling mengingkari maka akan berpisah, ed.)
Secara alami seorang mukmin bersama dg mukminin, seorang kafir bersama kafirin, seorang munafiq bersama munafiqin, seorang sunny salafy bersama salafiyyin dan seorang hizby bersama dg hizbiyyin yg semisal.
Ketika ada seorang sunny bisa berbasa-basi dg hizby atau maftun maka itu karena kemunafikan, sebagaimana yg di tegaskan oleh Fudhoil Bin Iyadh.
Ketika terjadi sesuatu atau ada sesuatu yg baru dan membuat kehebohan, fitnah dan kegaduhan lalu banyak pihak yg sulit menilai dan memutuskan maka konsep ulfah dipakai salaf untuk membongkar kedok semua pihak dg alami tanpa bisa ditutupi dan direkayasa.
Ahlul Haq akan bersama dg Ahlul Haq dan _Ahlul Bathil_ akan bersama Ahlul Bathil.
Kita bisa melihat secara alami:
? Siapa yg gembira dg fitnah tsb?
? Siapa yg bergabung dg fitnah tsb?
? Kepada siapa dia bermajlas?
? Siapa yg mendatangi dia?.
Banyak dari ulama yg mengatakan, seperti Imam Ahmad, Al Auza’iy dll:
*من ستر عنا بدعته لم تخف علينا ألفته*
(Siapasaja yg tersamarkan atas kita kebid’ahannya, tidak tersamarkan atas kita ulfahnya, ed.)
Jangan bangga dg banyak pihak yg menyahut dan menyambut kalau ternyata mereka adalah orang-orang yg dikenal sebagai Ashabul Masyakil Wal Fitan.
Seharusnya sadar dan segera taubat manakala Salafiyyin Ahlul Khoir justru sedih dan menjauh darinya sebab itu semua pertanda bahwa apa yg dibawa adalah penyimpangan dan kejelekan.
Jangan merasa dapat angin ketika memperoleh penjelasan sebagian ulama yg sedikit mendukung kalau buah dan hasilnya adalah fitnah, semua itu adalah fatamorgana, apalagi banyak ulama kibar lain tdk menyepakati.
4. ITTIBA’ BUKAN TAQLID DAN ASHOBIYYAH
Syiar Ahlus Sunnah Salafiyyun adalah Ittiba’ bukan taqlid dan ashobiyyah.
Ittiba’ ada 2 macam:
?a. Ittiba’us sunnah atau ittiba’ur rosul.
?b. Ittiba’ kepada selain rosul baik itu ulama, dai, ustadz dan yg lain nya dg dalil-dalil dan hujjah-hujjah syar’iyyah.
Dalil tentang masalah ini sangat banyak dan masyhur di kalangan para pencari ilmu. Ketika terjadi sebuah peristiwa dan kejadian yg menimbulkan fitnah dan kehebohan maka syiar ahlus sunnah dalam semua keadaan dan kasus adalah ittiba’, selalu berjalan dg dalil, selalu bersama ulama kibar DENGAN HUJJAH-HUJJAHNYA, tidak terjatuh pada taqlid buta atau ashobiyyah pada seseorang baik ustadz, syaikh ataupun yg lain.
Ciri sebuah fitnah dan penyimpangan adalah berjalan dg apa dan siapa saja yg sesuai dg hawa nafsunya, melahirkan sikap taqlid dan ashobiyyah yg sebelumnya tidak pernah ada. Jika diberitahu kesalahan-kesalahan orang yg dia bela, dg penuh ashobiyyah dia akan mencari segudang alasan untuk membelanya, tidak segan untuk berdusta, tidak takut untuk mencaci maki, tidak malu untuk berkata dan berbuat keji.. “pokoknya dia benar tidak salah!!”
Jika mendapat sedikit fatwa yg sedikit mendukungnya maka dg semangat berapi api memuji Syaikhnya seolah lupa dg ulama lainnya, semangat pula menyebarkannya tanpa pertimbangan maslahat dan madhorot, tanpa melihat fatwa tersebut dia dapatkan di majlis khusus ataukah majlis umum, tanpa berfikir fatwa tsb diizinkan untuk disebar atau tidak…
“pokoknya syaikh fulan!!”, tidak peduli fatwa tsb dg hujjah atau tdk…
“pokoknya fulan tamat dg fatwa ini!!”,
“pokoknya fulan sang pembela pihak yg selama ini ‘tertindas’..!!”.
5. WASATHIYYAH TIDAK GHULUW
Syiar Ahlus Sunnah Salafiyyun dalam semua hal baik urusan agama ataupun dunia adalah sikap wasathiyyah, pertengahan diatas alhaq, tidak ghuluw ataupun tafrith, kurang.
Dalinya juga sangat masyhur dikalangan para pencari ilmu. Wasathiyyah dalam menyikapi, wasathiyyah dalam menilai dan menghukumi. Semua dg dalil dan hujjah, penuh pertimbangan dan ketelitian, jauh dr sikap tergesa gesa dan ghuluw.
Bukti sebuah kejadian yg menghebohkan adalah fitnah yg menyesatkan apabila orang yg terbawa fitnah tsb jatuh dalam sikap ghuluw atau tafriith, baik dalam bersikap, menilai maupun menghukumi, sesuatu yg terkadang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan tanpa risih dia menjuluki dainya sebagai:
الاستاذ الشيخ الوالد
Sebuah julukan yg hanya kita dengar untuk alim kabir sekelas Syaikh Robi’ dan Syaikh Ubaid. Tanpa hujjah dan malu menjuluki seorang ustadz yg selama ini dia kagumi dan memang masyhur sebagai seorang ustadz salafy, dia juluki dg :
*كذاب*
atau: ustadz latah… dll.
Sebuah tindakan yg tidak pernah ada sebelumnya dan bahkan tidak pernah dilakukan pada dai-dai hizbiyyin. نعوذ بالله من الخذلان.
Al ‘Allamah As Syaikh Abdur Rohman As Sa’dy رحمه الله berkata:
*فالدين هو دين الحكمة التى هي معرفة الصواب و العمل بالصواب و معرفة الحق و العمل بالحق فى كل شيئ*
Maka agama ini adalah agama hikmah yaitu mengenali kebenaran dan mengamalkan kebenaran, mengenali al haq dan mengamalkan al haq dalam segala sesuatu (Taisiirul Lathiif Al Mannaan hal. 50)
Abu Muhammad Ibnu Hazm رحمه الله menegaskan:
*افضل نعم الله على العبد ان يطبعه على العدل و حبه و على الحق و ايثاره*
Seutama utama kenikmatan Allah atas seorang hamba adalah Allah anugrahkan kepadanya tabiat adil dan mencintai keadilan, diatas al haq dan mencintai al haq (Mudaarootun Nufuus hal. 31)
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله juga menjelaskan:
*فإن الكمال الانساني مداره على اصلين :معرفة الحق من الباطل و ايثاره عليه*
Sesungguhnya kesempurnaan seorang insan porosnya diatas 2 prinsip:
? Mengetahui yg haq dari yg bathil
? Lebih mendahulukan al haq atas al bathil
(Al Jawwabul Kaafy hal. 139).
Dari penjelasan para ulama diatas dapat diambil kesimpulan ilmiyyah dan faedah besar yg wajib kita ilmui, kita wujudkan dan kita amalkan:
1⃣. Agama islam adalah agama hikmah, mengajarkan sikap hikmah dalam segala hal.
2⃣. Yang dimaksud hikmah adalah mengenali al haq dan mengamalkannya.
3⃣. Kewajiban mengetahui al haq dalam segala hal untuk diyakini dan diamalkan, dan kewajiban mengenali al bathil untuk di tinggalkan dan di jauhi,
4⃣. Kewajiban mendahulukan al haq dalam segala hal atas al bathil.
5⃣. Prinsip diatas merupakan nikmat dan anugrah Allah yg paling utama atas seorang hamba.
6⃣. Prinsip diatas adalah lambang kesempurnaan seorang insan.
7⃣. Kewajiban bersikap adil dalam semua perkara.
8⃣. Al haq akan membuahkan keadilan dan al bathil akan membuahkan kedzoliman, oleh karena itulah al haq dan al adl di sandingkan.
Setelah uraian panjang diatas, maka ana nasehatkan kepada diri ana pribadi dan kepada segenap tholabah wal ikhwah agar senantiasa mengevaluasi segala ucapan dan tindakan kita agar senantiasa diatas al haq dan jauh dari al bathil. Manakala terjadi fitnah maka perhatikan hal-hal berikut:
? Selalu berta’awwudz kepada Allah dari semua fitnah, memohon keteguhan dan istiqomah, jangan sekali-kali bersandar kepada kemampuan pribadi.
? Saat hendak bicara, mengeluarkan statement, memberi komentar atau sanggahan maka evaluasi terlebih dahulu hal-hal berikut:
1⃣ Apa niatan dan motivasi kita?
Ikhlas karena Allah? dalam rangka membela dakwah salafiyyah? dalam rangka membela ahlul haq?
ataukah karena dendam pribadi? tendensi pribadi dan duniawi? luapan amarah dan emosi?
2. Ilmiyyahkah ucapan kita?
Pastikan ada dasarnya dalam _al kitab_, _as sunnah_ dengan faham salaf!
Pastikan benar penafsirannya, shohih syarahnya! semua di ambil dari kitab dan uraian ulama sunnah.
3. Sudahkah diatas bimbingan ulama?
Minta bimbingan baru bicara!
Sampaikan dengan jujur, detail, fokus pada inti masalah dan siap menerima arahan, baik itu sesuai atau tidak dengan kita!
Pastikan minta bimbingan ulama untuk dapat faedah bukan untuk mencari pembenaran!
4. Adakah maslahatnya?
Tidak semua yg kita tahu langsung disampaikan! tidak semua yg kita ilmui layak sebar!
yang benar-benar menghormati dakwah salafiyyah ini tidak akan bicara kecuali yang jelas maslahatnya untuk dakwah, jelas maslahatnya untuk ahlus sunnah dan tidak dijadikan senjata oleh ahlul fitan dan ahlul bid’ah untuk menyerang dakwah salafiyyah!
5. *Semoga Allah merahmati seseorang yg tahu kadar dirinya.*
Bercerminlah! siapa kita sehingga harus berkomentar?! dimana _maqom_ kita sehingga harus berdebat?!
Sungguh memalukan dan memilukan ketika kita mendapati seseorang yg selama ini tidak dikenal kapasitas ilmunya, kredibilitas dakwahnya dan kedalaman pemahamannya tiba-tiba tampil dalam kancah fitnah seolah dia adalah Imam Ahmad atau Syaikh Al Albany atau Syaikh Ibn Baaz atau Syaikh Muqbil atau.. dia berkomentar, menilai, menghukumi, menyanggah, mendebat dll. Sebuah fenomena yg membuat miris hati dampak negatif dari sebuah fitnah!!
Jangan lupa segala sesuatunya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah!!
Jangan mencari ridho manusia dengan kemurkaan Allah!! namun gapailah ridho Allah semata walau semua manusia memusuhi!
_نسأل الله الثبات و الاستقامة على الحق حتى نلقاه._
_و صلى الله و سلم على نبينا محمد و على آله و صحبه._
? Sabtu, 6 Robi’ul Awwal 1439H/25 November 2017M
Sumber: ?WA Thullab Albayyinah?
? publikasi: https://telegram.me/salafysolo, https://www.fawaidsolo.com/