Salafy Cirebon
Salafy Cirebon

senyum densus di pondok kami

5 tahun yang lalu
baca 7 menit
Senyum Densus di Pondok Kami

BAWA senjata laras panjang. Disimpan dalam kotak. Seperti jinjing kotak biola. Cerita pegawai hotel itu. Antusias. Pertengahan April 2011. Ia ceroboh. Tak ingat. Yang diberi cerita adalah wartawan. Insting jurnalisnya menangkap nilai berita. Dari obrolan tersebut.

Esok hari. Pegawai hotel kaget. Segera menelpon si wartawan. Setelah diangkat. Mencak-mencak. Sewot. Kesal. Kenapa ceritanya terbit di koran. Rombongan Densus 88 pun angkat koper. Check out lebih awal. Pindah ke hotel tetangga di Jalan Kartini.

Kisah tentang aktivitas Densus. Selama menginap di hotel itu. Memang menggoda. Sayang kalau tak ditayangkan. Hari-hari selepas M Syarif meledakkan diri. Di Masjid Adz Dzikra, Mapolres Cirebon Kota, Jumat, 15 April 2011. Adalah perlombaan memburu berita. Bagi semua jurnalis. Tak terkecuali saya.

Sewindu Kemudian

“Selamat datang,” kata saya. Sambil menyalami. Cipika-cipiki. Pada satu sosok: berjenggot, agak brewokan, berkaca-mata. Pakai celana model pensil. Ngatung. Yang disalami semringah. Rautnya gembira. Seraya menatap bendera merah-putih. Yang terpasang di teralis pengaman. Bangunan kelas bagian atas.

Kisah Densus pergi dari hotel, saya ungkap pada tamu itu. Beliau silaturahmi ke pondok Dhiyaus Sunnah, Dukuh Semar, Senin siang (18/11). Bersama Danyon Brimob Cirebon, AKBP Puji Prayitno dan wakilnya, AKP Dudin Taptajani. Juga Danki 2, Iptu Asep Setiana.

Kapolres Cirebon Kota, AKBP Roland Ronaldy, ingin sekali bergabung. Hanya saja, sedang menanti kedatangan Kapolda Jabar, Irjen Pol Rudy Sufahriadi. “Ini nunggu Pak Kapolda dari Majalengka,” ujarnya menelpon saya. “Ya sudah, Pak Kapolda sekalian diajak mampir ke pondok,” rayu saya, hehe.

“Terus, pindah hotel,” kata sang tamu. Nyambung. Dengan cerita di atas. “Waktu itu saya sedang pendidikan. Tapi ditarik (ikut bertugas ke lapangan). Sampai ikut menyelam,” kenangnya. Mencari ponsel milik M Syarif. Yang dibuang di sungai Soka, Plumbon, Kabupaten Cirebon.

Dalam ponsel Nokia 2730. Yang sudah terendam seminggu di dasar sungai. Tersimpan rekaman video. M Syarif memegang belati. Seraya menyampaikan pengakuan: belati itu dia pakai menghabisi nyawa anggota babinsa Kodim 0620 Kabupaten Cirebon, Kopral Sutejo.

Kilas balik delapan tahun lalu. Jadi selingan perbincangan. Sejak sebelum asar. Lalu salat Asar berjamaah di Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq. Berlanjut hingga pukul lima sore. “Masih akan ada penangkapan,” ucap sang tamu. Menurutnya, upaya deradikalisasi terduga teroris di wilayah Cirebon, tidak mudah. Perlu kerja bareng. Antara aparat berwenang. Terkhusus Densus. Dengan para ustad.

“Densus berperan menegakkan hukum positif. Bapak ustad dan kiai, yang memberi pencerahan tentang ajaran Islam sebenarnya,” tuturnya. Densus sendiri, sambung dia, tidak ingin menzalimi para terduga teroris. Maupun mereka yang telah tersangka.

Daulah Pensiun

Penangkapan yang dilakukan selalu diimbangi pendekatan sosial. “Apalagi kita sesama muslim. Saya tidak ingin menzalimi mereka,” tegasnya.

Tujuan penangkapan, tidak hanya mengamankan pelaku. Kami juga memikirkan masa setelahnya. Agar saat selesai menjalani hukuman, mereka bisa kembali ke masyarakat secara normal. Tidak radikal lagi. “Karena itu, ketika para suami ditangkap. Atau sedang menjalani proses hukuman. Para istri dan anak-anaknya kami beri perhatian,” bebernya.

Ini sudah komitmen Densus. Kami temui para istri pelaku terorisme. Kami berdayakan secara ekonomi. Dengan memberi bantuan secukupnya. Tidak besar. Tapi diharapkan bisa menolong kelangsungan hidup mereka. Anak-anaknya juga kami sekolahkan. Ada yang ke pondok pesantren.

Tujuannya apa? Agar tidak ada kesan aparat menzalimi keluarga mereka. Tentu kita tidak ingin. Istri atau anak mereka dendam. Karena suami atau ayahnya ditangkap Densus. Membuat kehidupan mereka sehari-hari terlunta. Sehingga bisa menimbulkan persoalan baru: menjadi martir next generation. “Densus berupaya menyelesaikan masalah, tanpa masalah,” ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, pendekatan sosial semacam ini. Kemudian dikenal dengan istilah “Daulah Pensiun”. Seperti sudah berlangsung di Tasikmalaya. Di sana termasuk yang militan. Namun, kami tidak putus harapan. Terus mencoba. Dan kini, mulai terlihat hasil positif.

Banyak anggota keluarga pelaku terorisme mau menerima bantuan. Mereka, diarahkan pula untuk mengikuti kajian keislaman yang tidak mengajarkan radikalisme-terorisme. “Alhamdulillah, banyak di antaranya yang kembali sadar. Mengakui apa yang sudah dijalani selama ini keliru,” paparnya.

Proses ini bukan tanpa hambatan. Terkadang masih ada. Jaringan kelompok teroris menghalangi. Menggembosi. Mereka terus memengaruhi. Para istri yang suaminya ditangkap. Agar tetap istiqomah. “Kalau untuk mengubah mindset, memang susah. Tidak mudah mengubah apa yang sudah jadi keyakinan mereka. Minimalnya, kami ingin memberi kesadaran bahwa Densus tidak menzalimi,” terang sang tamu.

Apresiasi Presiden

Wilayah Cirebon, selama sebulan terakhir, jadi sorotan. Aparat Densus Mabes Polri kerja keras. Hasilnya: penangkapan terduga teroris. Di beberapa tempat. Paling banyak Kabupaten Cirebon.

Hingga Badan Kesbangpol Pemkab Cirebon menetapkan: tiga kecamatan (Plered, Jamblang dan Klangenan), zona merah kawasan terdampak radikalisme-terorisme. Sebab, jaringan pelaku yang ditangkap, berasal dari tiga kecamatan tersebut. Terbaru, kemarin (20/11). Densus menangkap lagi. Satu terduga teroris di Desa Orimalang, Jamblang.

Kota Cirebon, bukan berarti bebas. Beberapa terduga jaringan teroris dibekuk di Jalan Suratno. Yang tidak jauh dari Mapolres Cirebon Kota. Ter-update, Selasa (19/11), terduga jaringan teroris diamankan di Taman Kalijaga Permai, Harjamukti. Yang bersangkutan berprofesi ojol.

“Kami minta doa restu,” kata sang tamu. Di hadapan pengasuh Pondok Pesantren Dhiyaus Sunnah, ustad Muhammad bin Umar Assewed. Dai yang dalam ceramah dan tulisannya, kerap mengingatkan. Bahaya pemikiran teroris-khawarij. Dai yang selalu menekankan. Taat kepada pemerintah. Tidak memberontak. Tidak menumpahkan darah manusia seenaknya. Tidak membuat keonaran. Semua sesuai pesan Rasulullah shallallahualahi wasallam.

Hanya saja, sebagaimana hambatan yang dirasakan Densus. Nasihat ustad Muhammad Assewed kepada kaum muslimin, juga mendapat tantangan hebat. Tak sedikit cercaan dan fitnah tidak berdasar. Diarahkan kepada beliau. Dituduh antek penguasa. Disebut bagian dari salafi-wahabi non-politik; menerima NKRI, tapi ikut menyuburkan terorisme.

Tentu semua tuduhan itu ngawur. Tidak sesuai fakta. Bagaimana mungkin, ustad yang tegas menyuarakan bahaya terorisme-khawarij, dianggap menyebarkan terorisme. Ndak nyambung! Mereka yang mencerca dakwah para dai ahlussunnah sunni-salafi, ketahuan belangnya. Cenderung subjektif. Tidak ilmiah. Invalid dalam data serta fakta.

Sehingga penulis katakan, pada sang tamu. Terkadang di lapangan. Ingin membagikan majalah gratis kontra-terorisme saja, izin yang ditempuh agak berbelit. Artinya, masyarakat yang ragam kultur dan pemahaman, belum sepenuhnya mendukung. Upaya deradikalisasi yang dilakukan lembaga pondok pesantren. Dalam hal ini, pondok ahlussunnah sunni-salafi.

Hanya saja, bocoran dari sang tamu menyebutkan, apa yang sudah ditempuh Densus dan kalangan pondok pesantren. Dalam meredam pemikiran radikalisme-terorisme. Mendapat apresiasi dari Presiden Jokowi. Bahkan Pak Presiden menjadikan Jawa Barat sebagai percontohan. Upaya deradikalisasi sudah menggandeng banyak pihak. Termasuk sentuhan sosial bisa diterapkan dengan baik. “Bapak Presiden mengapresiasi apa yang sudah dilakukan di Jawa Barat,” katanya.

Tentu, apresiasi tersebut menambah semangat. Bagi kami, kalangan pondok pesantren. Dalam memahamkan masyarakat. Terkait ajaran Islam yang penuh rahmat. Tidak menebar kekerasan dan kebencian.

Lewat majalah Asy Syariah edisi khusus Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis? Teman-teman Brimob Cirebon ikut mendakwahkan kebenaran. Turut membagikan kepada keluarga pelaku tindak terorisme. “Keluarga teroris, yang sempat baca. Itu sampai nangis. Kami berikan majalah itu. Mereka tersadar, kelakuan anggota keluarga mereka sebenarnya salah,” ucap Wadanyon Brimob Cirebon, AKP Dudin Taptajani.

Dan, yang cukup spesial. Ketika menemui Danyon Brimob Cirebon, AKBP Puji Prayitno di ruang kerjanya, majalah anti-terorisme itu tersedia di atas meja tamu. Siapa yang berkunjung bisa membacanya.

Semoga, langkah sinergi aparat keamanan didukung segenap lapisan masyarakat. Terkhusus Pondok Pesantren Ahlussunnah Sunni-Salafi. Bisa menyekat pergerakan mereka yang berpaham radikal. Sehingga mau bertaubat. Mengakui segala khilaf dan salah yang selama ini dijalani.

Tamu yang berkunjung ke pondok kami. Tersenyum lega. “Pandangan saya sederhana. Kalau kami boleh masuk ke sebuah pondok pesantren, berarti tidak ada masalah. Tapi, kalau ditolak, pasti ada apa-apa,” ucapnya berbagi pengalaman.

Sebelum pamit, sang tamu kembali meminta doa. Sedang menempuh pendidikan. Berpeluang menyandang bintang di pundak, Insya Allah. Tentu semua berkat kegigihan dan kerja kerasnya. “Kunjungan saya ini, bagian dari pekerjaan juga. Sementara anak buah di lapangan sedang nangkepin (teroris),” seloroh Kasatgas Densus 88 Jawa Barat, Kombes Pol Arif Makhfudiharto SIK MH. (*)

Oleh: Mochamad Rona Anggie*

*) Penulis buku kumpulan esai: Kopi Anti-Teror. Jurnalis Radar Cirebon (2008-2014).

Telah dimuat juga di : https://radarcirebon.com/senyum-densus-di-pondok-kami.html