ANGIN kencang menyambut kami. Asap belerang dari dasar kawah menari-nari. Tertiup ke arah timur. Syukurlah. Menjauh dari titik kedatangan pendaki di ketinggian 3.428 meter di atas permukaan laut (MDPL).
Cuaca di puncak Gunung Slamet pagi itu, Ahad (8/1/2023), cukup cerah. Langit biru memesona. Lautan awan begitu indah. Puncak Ciremai di barat laut tampak jelas. Puncak Cikuray di barat daya lancip memikat.
Para pendaki memulai summit sejak pukul 03.00 WIB. Bergerak dari Pos 4 (Amreta) di ketinggian 2.448 MDPL. Menuju Pos 5 (Watu Ireng), di titik 2.930 MDPL. Pos 5 merupakan batas vegetasi. Langkah selanjutnya adalah trek pasir berbatu nan luas.
Ini pendakian kedua saya ke Slamet. Penasaran menjajal rute Permadi, Guci, Kabupaten Tegal. Sebelumnya 2003 silam, lewat jalur Bambangan, Purbalingga. Yang membedakan, dulu saya masih lajang anak SMA. Kini, mengajak serta tiga bocah lanang: si kembar Zaid & Ali (12 th) serta Muhammad (7 th).
Alhamdulillah, Zaid, Ali, Muhammad punya bekal memadai. Sebelumnya 16 Agustus 2022, berhasil mencapai puncak Ciremai via Palutungan. Lalu, 6 November 2022 menjejaki lagi puncak Ciremai via Trisakti Sadarehe.
Perbedaan mencolok Gunung Ciremai dan Slamet adalah saat tiba di batas vegetasi (area terbuka jelang puncak). Di Ciremai, dari semua lima jalur pendakian, kita akan tetap menemui tanaman semisal cantigi dan edelweis, sampai ke puncak.
Sedangkan di Gunung Slamet, selepas batas vegetasi adalah medan pasir berbatu mahaluas. Persis, mirip trek menuju Mahameru setelah Arcopodo dan Cemoro Tunggal. Tidak ada lagi tanaman. Pure pasir dan batu. Hasil aktivitas vulkanik gunung berapi aktif.
Ya, Semeru dan Slamet adalah gunung dengan aktivitas vulkanik aktif. Bahkan Semeru, terakhir meletus belum lama ini: awal Desember 2022. Sementara kawah puncak Slamet juga tak henti mengeluarkan asap solfatara. Menunjukkan status gunung berapi keduanya yang ndak main-main.
Sementara puncak Ciremai, memiliki kawah ganda (barat dan timur) dengan radius 600 meter dan kedalaman 250 meter. Emang dalem banget tuh kawah. Sampe ngeuri lihatnya.
Kalau kawah Slamet, ndak terlalu dalam. Segoro wedi alias lautan pasirnya bisa dituruni selama cuaca bagus. Tidak tertutup kabut. Hanya saja, ya mesti kuat nahan bau belerang dari kawahnya yang terus mengepul.
Karena itu ada batas toleransi untuk tiba di puncak Slamet dan Semeru. Puncak Slamet maksimal pukul 12.00 WIB. Mahameru jam 09.00 WIB. Tidak lain untuk mengantisipasi andai cuaca buruk (angin kencang plus kabut tebal). Yang bisa menyebabkan disorientasi medan pendakian kala turun dari puncak. Risiko salah jalur alias nyasar rentan terjadi.
Safety-nya di bawah waktu yang ditentukan, kondisi cuaca diharapkan masih cerah. Dan memang biasanya cuaca di puncak gunung, mendekati pukul dua siang berangsur sore, kabut akan datang. Terlebih musim penghujan, langit lebih sering mendung selepas tengah hari.
Hal ini disampaikan pula oleh petugas di base camp Permadi. “Baru hari ini puncaknya kelihatan jelas (dari bawah),” kata lelaki gondrong itu, Sabtu (7/1/2023). “Tiga hari ke belakang kabut tebal, mendung, dan turun hujan,” tambahnya.
Kami dan pendaki lainnya merasakan guyuran hujan ketika di Pos 4. Itu pun sudah dalam tenda masing-masing. Aman. Hujan membasahi area camp Pos 4 mulai pukul lima sore sampai malam.
Paginya, cuaca mendukung untuk summit. Saya dan anak-anak salat subuh di mushola Jabalussalam Pos 4. Pukul 04.30 WIB, baru mulai mengayun langkah. Ternyata banyak juga yang naik jam segitu. Artinya, kami ndak telat-telat banget.
Bahkan dari Pos 5 (Watu Ireng) menuju area pasir berbatu, saya dan anak-anak bisa mendahului tim lain. Nyalip. Sehingga begitu tiba di puncak pukul 09.22 WIB, dari ketinggian masih terlihat barisan pendaki yang tengah berjuang. Sekuat tenaga menaklukkan jalur pasir berbatu, berpegangan pada tali sepanjang 200 meter.
Alhamdulillah, atap Jawa Tengah berhasil kami gapai. Puncak Slamet adalah yang tertinggi kedua di pulau Jawa setelah Mahameru (3.676 MDPL). Pemandangan langit biru. Kawah terus-menerus mengeluarkan asap solfatara. Masyaallah, sebuah pengalaman mengesankan.
La hawla wala quwwata illa billah…
Kami bergerak turun kembali. Menuju Pos 5 (Watu Ireng). Lanjut ke Pos 4 (Amreta). Siang menuju sore itu, hampir semua pendaki yang muncak langsung bergerak ke base camp Permadi.
Saya dan anak-anak, sesuai rencana pendakian kami, bermalam kembali di Pos 4. Total 2 hari 2 malam kami di gunung. Senin pagi (9/1/2023), baru turun. Melewati lagi Pos 3, 2 dan 1. Sampai di base camp pukul 11.00 WIB.
Alhamdulillah, semua dalam kondisi sehat. Siang itu juga kami pulang. Naik ojek menuju pertigaan Yomani, jalan masuk objek wisata Guci. Lanjut ke Cirebon via Tegal menggunakan bus. Allahuakbar… (abu ali)
Baca juga: