Salafy Cirebon
Salafy Cirebon oleh Abu Reyhan

kisah tragis abdullah al-qasimi

10 bulan yang lalu
baca 8 menit
KISAH TRAGIS ABDULLAH AL-QASIMI

Dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dari sahabat Sahl bin sa’ad radhiyallahu ta’ala anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ada seorang mengerjakan perbuatan penghuni surga bahkan tidak tersisa dari dia menuju ke surga kecuali hanya satu hasta saja kemudian di akhir hayatnya dia ditutup dengan amalan penduduk neraka dan dijadikan sebagai penghuninya. Ada seorang yang lain beramal di dunia dengan perbuatan penghuni neraka, akan tetapi sebelum dia wafat, Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup dengan amalan penghuni surga dan dijadikan sebagai penduduknya”

Dalam hadits di atas Nabi ﷺ menganjurkan kita untuk wafat di atas Islam, berusaha untuk senantiasa Istiqamah dan mendapatkan husnul khitam (penutup yang baik) dan begitu pula peringatan dari Nabi ﷺ dari berbagai macam kemaksiatan dan buruknya hati yang membuat seseorang wafat dalam keadaan su’ul khitam.

Dan inilah yang paling ditakutkan oleh para ulama, hidup dan tumbuh di atas islam dan sunnah namun di akhir hayat wafat dalam keadaan su’ul khitam.

Para ulama ketika menyebutkan mengenai su’ul Khitam, mereka banyak menyebutkan kisah kehidupan Abdullah Al-Qasimi.

NAMA DAN TEMPAT TANGGAL LAHIRNYA

Dia bernama Abdullah bin Ali Al-Qasimi, lahir pada tahun 1907 Masehi, di sebuah daerah yang berdampingan dengan Buraidah, ibukota provinsi Qasim, tepatnya di tengah negara Saudi Arabia.

Para ulama menyebutkan sebenarnya ia berasal dari Mesir. Ayahnya datang dari Mesir bersama Ibrahim Pasha.

Adapun Ibrahim Pasha, Ia adalah orang yang memimpin peperangan pertama melawan kerajaan Saudi yang kemudian Raja Abdullah meninggal di tangannya.

Sesampainya di Saudi, ayah Abdullah menikah dengan wanita lokal sehingga lahirlah Abdullah al-Qasimi dari pernikahan tersebut. Namun pernikahan keduanya tak berlangsung lama. Ayah Abdullah kemudian pindah ke Uni Emirat Arab, dan ibunya pun menikah dengan pria lain.

Abdullah kecil hidup dalam pengasuhan paman-pamannya di tengah keluarga yang sederhana.

PERJALANANNYA DALAM MENUNTUT ILMU

Abdullah sering berpindah satu tempat ke tempat lain dari Uni Emirat Arab, Irak, India sebelum akhirnya tinggal dan menetap di Mesir, lantas masuk di Universitas Al-Azhar Pada tahun 1927, di usianya yang ke 20 tahun.

Tidak dipungkiri, Abdullah Al-Qasimi memang diberi kecerdasan yang mengagumkan.

Pada tahun 1930 seorang dosen senior yang bernama Syaikh Yusuf Ad-Dijwi pernah membuat satu artikel yang berjudul; “التوسل و جهلة الوهابية / hukum tawasul dan kebodohan kaum Wahabi “.

Tujuannya adalah menjatuhkan dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab. Maka bangkitlah Abdullah Al-Qasimi membantah dan menulis satu buku yang berjudul;

البروق النجدية في اكتساح الظلمات الدجوية

“Halilintar dari Najd untuk Menyapu Kezhaliman Ad-Dijwi”. Abdullah Al-Qasimi pun langsung dikeluarkan dari universitas.

Sebagai informasi, Yusuf Ad-Dijwi ini adalah gurunya Hasan Al-Banna, pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin.

Setelah itu Al-Qasimi banyak menulis kitab, di antaranya;

– ١ مشايخ الأزهر والزيادة في الدين

1. “Guru-guru di Universitas Al-Azhar dan Berlebih-lebihannnya Mereka Dalam Agama”.

٢ – الثورة الوهابية

2. “Revolusi Kaum Wahabi”, dalam kitab ini Al-Qasimi menjunjung tinggi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

– ٣ الصراع بين الإسلام و الوثنيين

“Pertentangan Antara Islam dan Kaum Paganisme”.

Kitab ini adalah bantahan atas seorang Syiah yang bernama Muhsin Al-‘Amili yang mengajak untuk menyembah tempat-tempat suci.

Kitab ini diterima secara luas bahkan mendapatkan pujian dari para ulama ahli sunnah wal jama’ah.

Salah satu guru Al-Qasimi mengatakan; “Dengan kitab ini Al-Qasimi membayar mahar surga”.

Tahun 1944, Al-Qasimi meninggalkan Mesir pergi ke negeri Saudi Arabia dan disambut hangat oleh raja Abdul Aziz Alu Sa’ud rahimahullah.

TAHAP PERUBAHAN ABDULLAH AL-QASIMI MENJADI ATHEIS

Kecerdasan kalau tidak diiringi dengan kesucian jiwa tidak ada manfaatnya, di antara komentar ulama tentang Abul A’la al-Mi’rri,

كان ذكيا ولم يكن زكيا

“Dia seorang yang cerdas tetapi tidak diberi kesucian hati”.

Setelah pertemuan dengan seorang wanita yang bernama Huda Sya’rawi yang terjadi beberapa kali, tiba-tiba Abdullah Al-Qasimi menerbitkan satu kitab yang berjudul,

كيف ذل المسلمون

“Bagaimana Terhinanya Kaum Muslimin”

Dalam kitab ini, dia membahas mengenai bagaimana indahnya perkembangan Eropa dari sisi teknologi. Dan dia menganggap berpegang teguhnya kaum muslimin dengan agama ini merupakan sebab dan alasan keterbelakangan Islam.

Ketika al-Qasimi berumur 40 tahun, ia menerbitkan satu kitab yang berjudul,

هذه هي الأغلال

“Inilah Belenggu”

Kitab ini terkandung di dalamnya sekian banyak pemahaman-pemahaman atheis, terlebih lagi pengingkaran kepada takdir. Dia meyakini Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh umat manusia sampai mereka mengerjakannya, berarti menisbatkan kejahilan kepada Rabbul alamin.

Imbasnya pemerintah Saudi Arabia menuntut para ulama untuk berlepas diri dari Abdullah Al-Qasimi dan membantah pemikirannya.

Sehingga satu persatu ulama menjawab permintaan pemerintah pada saat itu, menerbitkan bantahan dan berlepas diri dari Al-Qasimi.

Tidak hanya di Saudi, bahkan penguasa negeri Yaman Utara; yaitu Al-Imam Ahmad bin Yahya menuntut Jamal Abdul Nasir, Presiden Mesir saat itu untuk mengusir Al-Qasimi. Dan itu sebagai syarat untuk pertemuan pertama kali antara Negara Yaman dan Mesir. Karenanya, Abdullah Al-Qasimi terpaksa eksodus menuju negara tetangga; Libanon, dan tinggal di sana selama 2 tahun.

Pemerintah Mesir juga melarang Abdullah Al-Qasimi untuk berkomunikasi dengan keluarganya yang masih berada di Mesir.

Intelijen Libanon memberikan informasi bahwasanya beberapa orang merencanakan pembunuhan terhadap Al-Qasimi, sampai-sampai pemerintah Libanon tidak sanggup untuk melindunginya. Pada akhirnya, dideportasilah Al-Qasimi dari Libanon, dan secara sembunyi-sembunyi kembali ke Mesir.

SEBAGIAN PEMIKIRAN ATHEISNYA

Abdullah Al-Qasimi mengeluarkan ucapan-ucapan yang kotor, mencela Allah Subhanahu Wa Ta’ala, berbicara mengenai kenabian dan kerasulan kemudian mengkritik peran wahyu, bahkan dia pernah berkata, “Manusia itu membangkang dan bermaksiat untuk membangun peradaban”.

Ibnu Aqil pernah mendengar Al-Qasimi berkata

اللهم افضحنا ولا تستر علينا

“Ya Allah singkaplah kami jangan Engkau tutupi kami.” Maka Ibnu Aqil berkata, “na’udzubillah aku berlindung kepada Allah _Subhanahu Wa Ta’ala_ manusia itu meminta agar ditutupi aibnya kamu justru meminta disingkap?!”

Al-Qasimi menjawab, “Yang meminta disembunyikan itu hanya kaum munafik'”.

Di tambah lagi, Abdullah Al-Qasimi banyak membicarakan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakr, Umar, Ustman, dan Ali radhiyallahu’anhum).

SEBAB YANG MENJADIKANNYA SEORANG ATHEIS

Abdullah Al-Qasimi sebelum berubah adalah seorang sunni salafy, bahkan kitabnya dijadikan rujukan dan mendapatkan pujian dari para ulama.

Diantara sebab penyimpangannya adalah sombong, bangga diri dan cinta ketenaran, hal ini diketahui dari kitab-kitabnya sendiri. Banyak didapati pujian yang ia tujukan untuk dirinya sendiri. Sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala jatuhkan hukuman atasnya.

Oleh sebab itu, Islam memperingatkan kita untuk tidak tertipu dengan pujian, karena pujian akan membawa fitnah, terlebih lagi bagi manusia yang lemah imannya.

Nabi ﷺ pernah bersabda;

إياكم والتمادح فإنه الذبح

“Hati-hati kalian dari pujian, karena pujian itu bisa menyembelih”(HR. Ibnu Majah)

Dalam hadits Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya, “Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).” Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu di atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Quran. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, “Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?” Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca Al-Quran hanyalah karena engkau.” Allah berkata, “Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘Alim (yang berilmu) dan engkau membaca Al-Quran supaya dikatakan (sebagai) seorang Qari’ (pembaca al Quran yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).” Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret di atas mukanya dan melemparkannya ke dalam Neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, “Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?” Dia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.” Allah berfirman, “Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).” Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya di atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka”. (HR. Muslim)

Marilah kita memperbaiki hati kita! karena cinta popularitas akan menghancurkan kejujuran seseorang.

Hendaklah kita berlaku jujur, baik dalam bermahaj, berakidah, bermuamalah, berakhlak dan berselisih. Oleh sebab itu Nabi ﷺ bersabda,

إنَّ اللَّهَ يحبُّ العبدَ التَّقيَّ الغنيَّ الخفيَّ

“Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala cinta kepada hamba yang bertakwa, merasa cukup dan tersembunyi”.

Yang dimaksud dengan hamba yang tersembunyi pada hadits ini sebagai mana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsamin dalam kitabnya Riyadhus Shalihin ada 4 poin;

الذي لايظهر نفسه ولايهتم أن يظهر عند الناس أو يشار إليه بالبنان أو يتحدث الناس عنه

1. Tidak menampilkan diri,

2. Tidak berambisi untuk tampil di hadapan manusia,

3. Tidak senang ditunjuk oleh jari-jari manusia,

4. Tidak senang diperbincangkan oleh manusia.

Imam Bisyr bin Al-Harits rahimahullah mengatakan,

ما أعلم أحدا أحب أن يعرف الا ذهب دينه وافتضح

“Aku tidak mengetahui seorangpun yang senang untuk dikenal melainkan berangsur-angsur agamanya hilang dan akan terbongkar kedoknya”.

Al-Qasimi meninggal pada 9 Januari 1986 di rumah sakit Kairo Mesir.

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizahullah  mengatakan, ” Tidak diketahui Abdullah Al-Qasimi bertaubat dari pemahaman atheisnya”.

Penulis: Al

Diringkas dari muhadhoroh ustadz Abdul Hakam At-Tamimi hafizahullah dengan tema Cinta Ketenaran Merenggut Kejujuran

Oleh:
Abu Reyhan