Kisah Ashabul Ukhdud adalah kisah yang haq dari lisan Rasulullah-shalallahu ‘alaihi wa sallam- dalam riwayat Muslim -rahimahullah-. Bukan dongeng atau khurafat yang diucapkan oleh para juru kunci tempat-tempat keramat.
Kisah yang juga disingung dalam Al-Qur’an ini menunjukkan ketabahan orang-orang yang beriman di masa pemerintahan thoghut yang dhalim. Sungguh kisah mereka sangat mengagumkan dan banyak pelajaran yang bisa kita ambil daripadanya. Bahkan diantara keistimewaan orang-orang beriman tersebut adalah dengan diabadikannya kisah mereka dalam Al-Qur’an.
Kisah tersebut sebagai berikut:
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim (nomer hadits 3005) dari Shahabat Shuhaib bin Sinan -radhiyallahu ‘anhu-; bahwasanya Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
“Pada zaman dahulu sebelum kalian, hidup seorang raja yang memiliki tukang sihir.
Tatkala penyihir tersebut sudah lanjut usia, maka penyihir tadi berkata kepada sang raja : “Sungguh aku saat ini sudah lanjut usia, karena itu datangkanlah kepadaku seorang pemuda yang akan aku ajari ilmu sihir”.
Maka didatangkalah seorang pemuda untuk di ajari ilmu sihir tersebut.
Suatu saat ketika pemuda itu berangkat -untuk belajar kepada penyihir tua tersebut-, di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang rahib (seorang yang beriman di zaman tersebut). Kemudian dia duduk di majelis rahib tersebut dan mendengarkan ucapan-ucapan sang rahib, dan ia merasa ta’jub dengan pengajaran sang rahib. Maka setiap ia berangkat ke tempat tukang sihir, ia menemui sang rahib dan duduk di majelisnya , sehingga ia sampai ke tempat penyihir (dalam keadaan terlambat), sang penyihir memukulinya. Akhirnya si pemuda tadi mengadukan kejadian tersebut kepada sang rahib.
Rahib itu berkata : “Apabila kamu takut (akan kemarahan) penyihir itu, maka katakanlah; keluargaku telah menghalangiku. Dan jika engkau takut (akan kemarahan) keluargamu, maka katakanlah; penyihir itu telah menghalangiku”.
Demikianlah seterusnya pemuda tersebut menjalaninya, sampai suatu hari -dalam perjalanan- ia mendapati seekor binatang besar yang mengganggu dan menghalangi (perjalanan) manusia.
Maka pemuda itu berkata : “Pada hari inilah (kesempatan) aku untuk mengetahui; apakah si penyihir lebih utama ataukah sang rahib yang lebih utama?”
Kemudian ia mengambil sebongkah batu sambil berseru : ”Ya Allah jika pengajaran rahib itu lebih Engkau cintai daripada pengajaran si penyihir, maka matikanlah binatang ini agar manusia bisa melewatinya!”
Lalu ia lemparkan batu itu, dan matilah binatang besar tersebut, sehingga manusia bisa melanjutkan perjalanannya. Setelah kejadian itu si pemuda mendatangi sang rahib dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.
Sang rahib berkata : “Wahai anakku! Pada hari ini engkau lebih utama dariku, karena aku telah melihat pada dirimu ada sesuatu seperti yang kulihat. Namun ketahuilah sesungguhnya engkau akan mendapat ujian. Dan apabila engkau mendapatkan ujian, janganlah engkau memberitahukan tentang aku”.
Setelah itu si pemuda juga bisa menyembuhkan orang yang buta matanya, orang yang berpenyakit sopak dan mengobati manusia dari berbagai jenis penyakit lainnya.
Suatu ketika tersiarlah kabar bahwa salah seorang teman sang raja mengalami kebutaan, kemudian ia mendatangi si pemuda dengan membawa hadiah yang banyak, lalu berkata : “Apa saja yang engkau perlukan akan aku penuhi jika engkau bisa menyembuhkanku”.
Si pemuda menjawab : “Sesungguhnya aku tidak bisa menyembuhkan seorangpun, namun Allahlah yang berkuasa untuk menyembuhkan, apabila engkau mau beriman kepada Allah maka aku akan berdo’a kepada Allah agar Dia menyembuhkan penyakitmu”.
Maka berimanlah ia kepada Allah dan Allah memberi kesembuhan padanya. Setelah kejadian itu ia mendatangi sang raja dan duduk bersamanya sebagaimana biasanya. Sang raja bertanya kepadanya : “Siapa yang telah menyembuhkan kebutaanmu?”
Ia menjawab : “Rabbku”.
Raja berkata: “Apakah engkau memiliki Tuhan selain aku?”
Iapun menjawab: “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah”.
Mendengar hal itu sang raja murka dan menyiksa temannya tersebut terus menerus sampai akhirnya temannya tersebut menunjukkannya kepada si pemuda tadi. Kemudian dipanggillah si pemuda itu.
Sang raja berkata kepadanya : “Wahai anakku, telah datang berita kepadaku bahwa dengan sihirmu engkau bisa menyembuhkan orang dari kebutaaan dan penyakit sopak dan engkau bisa berbuat ini dan itu”.
Si Pemuda menjawab : “Sesungguhnya aku tidak bisa menyembuhkan seorangpun namun Allahlah yang Maha menyembuhkan”.
Maka sang raja menyiksanya terus menerus hingga si pemuda menunjukkannya kepada rahib yang mengajarinya. Kemudian dipanggillah rahib tersebut. Dan dikatakan kepadanya : “Tinggalkan agamamu itu!”
Namun rahib itu menolaknya, maka sang raja memerintahkan agar rahib tersebut di gergaji dari atas belahan rambut kepalanya sehingga terbelahlah badannya menjadi dua.
Kemudian didatangkan teman sang raja. Dan dikatakan kepadanya: ”Tinggalkan agamamu itu!”
Namun ia menolaknya, lalu diapun di gergaji dari atas belahan rambut kepalanya hingga badannya terbelah dua.
Selanjutnya didatangkan pemuda tadi dan dikatakan kepadanya :”Tinggalkan agamamu itu!’’ Namun ia menolaknya. Lalu raja menyerahkannya kepada sekelompok pasukan seraya berkata: ”Bawalah dia oleh kalian ke gunung ini dan itu dan naiklah kalian kesana , jika engkau sampai ke puncaknya lihatlah apakah dia mau meninggalkan agamanya, jika tidak, lemparkan dia dari atas gunung”.
Kemudian pasukannya berangkat dan menaiki gunung tersebut. Si pemuda berkata: “Ya Allah lindungilah aku dari (kejahatan) mereka sekehendak-Mu”. Tiba-tiba berguncanglah gunung itu dan berjatuhanlah pasukan sang raja. Kemudian pemuda tersebut berjalan mendatangi sang raja.
Raja berkata: “Apa yang terjadi pada pasukan yang bersamamu?”
Pemuda itu menjawab: “Allah telah melindungi aku dari kejahatan mereka”.
Kemudian pemuda itu ditangkap kembali dan dibawa oleh pasukan lainnya.
Raja berkata: “Pergilah kalian dan bawalah pemuda itu menaiki perahu. Pergilah ke tengah lautan, lihatlah apakah dia mau meninggalkan agamanya? Kalau tidak, tenggelamkanlah dia di tengah lautan”.
Maka pasukan itu pergi membawanya menaiki kapal. Pemuda itu berdo’a kembali: “Ya Allah lindungilah aku dari kejahatan mereka sekehendak-Mu”.
Maka terbaliklah kapal tersebut dan tenggelamlah pasukan sang raja. Kemudian pemuda itu berjalan kembali mendatangi sang raja.
Raja kembali bertanya: “Apa yang terjadi pada pasukan yang membawamu?”
Ia menjawab: “Allah telah melindungi aku dari mereka”.
Kemudian pemuda itu berkata lagi kepada sang raja: “Sesungguhnya engkau tidak bisa membunuhku kecuali engkau melakukan apa yang aku perintahkan”.
Raja bertanya: “ Apakah itu?”
Pemuda itu menjawab: “Kumpulkan manusia di satu tempat, lalu saliblah aku pada sebuah tiang dan ambilah anak panah dari tempat panahku, kemudian pasanglah anak panah itu pada busurnya dan ucapkanlah :
بسم الله ربّ الغلام
“Bismillahi Rabbil-Ghulaam”(Dengan menyebut nama Allah, Tuhannya pemuda ini). Selanjutnya panahlah aku. Sungguh jika engkau melakukan yang demikian, engkau bisa membunuhku”.
Kemudian sang raja mengumpulkan manusia di sebuah lapangan dan menyalib pemuda itu pada sebuah tiang. Lalu diambillah anak panah milik pemuda itu dari tempatnya dan meletakan anak panah tersebut pada busurnya. Dan mengucapkan “Bismillahi Rabbil- Ghulaam” sambil memanah pemuda itu. Ketika anak panah itu mengenai pelipisnya, pemuda itu meletakan tangannya tepat di pelipisnya yang terluka karena terkena anak panahnya, akhirnya pemuda itu mati.
Melihat kejadian tersebut, manusia serentak berkata :”Kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu. Kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu. Kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu”.
Seseorang mendatangi sang raja seraya berkata kepadanya: “Tahukah engkau bahwa apa yang engkau khawatirkan sudah terjadi. Demi Allah apa yang engkau peringatkan sudah tidak berarti, karena manusia saat ini telah beriman”.
Maka raja murka dan memerintahkan untuk membuat parit-parit besar (ukhdud) di sudut-sudut jalan dan dinyalakan api padanya.
Lalu ia berkata :“Barang siapa yang tidak mau kembali kepada agamanya semula maka bakarlah mereka di dalam parit-parit itu !”
Atau dikatakan: “Masukanlah (ke dalamnya)!”
Maka merekapun melaksanakan titah sang raja tadi. Sampai-sampai ada seorang wanita yang sedang menggendong anaknya yang masih kecil, merasa ragu dan mundur untuk masuk kedalamnya.
Maka anaknya itu berkata kepada ibunya : “Wahai ibu, tabahkanlah dirimu! Karena sesungguhnya engkau berada di jalan yang benar”. (H.R. Muslim)
Maka Allah-Subhanahu wa Ta’ala- mencerca dan melaknat Ashabul Ukhdud sekaligus membela orang-orang beriman yang mendapat siksaan karena keimanan mereka kepada Rabbnya dan karena ketabahan mereka dalam menghadapi siksaan tersebut .
Allah -Ta’ala- berfirman :
قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ
النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ
إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ
وَهُمْ عَلَىٰ مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Celaka para pembuat parit-parit itu.
Dengan api yang dinyalakan.
Sedang mereka duduk di sekitarnya.
Menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap kaum Mukminin.
Tidaklah mereka menyiksa kaum Mukminin melainkan karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Terpuji.
Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu”.(Al-Buruuj : 4-9)
Walaupun celaan Allah ini umum kepada setiap orang yang menyiksa dan memusuhi kaum Mukminin, namun kisah Ashabul-Ukhdud tentu yang langsung terkena ayat tersebut. Oleh karena itulah para ahli tafsir seperti Ibnu Katsir -rahimahullah- menukilkan kisah itu pada tafsirnya.
Semoga Allah menjadikan kita kaum Mukminin yang tabah dalam berpegang dengan Tauhid dan Sunnah Nabi-Nya. Dan semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi kita dan Rasul kita -Shalallahu ‘alaihi wa sallam-.
Penyusun :
Tim Risalah Dakwah MANHAJ SALAF
Muraja’ah : Al Ustadz Muhammad bin Umar As Sewed -hafidzahullah-