Umur bukan hanya soal hitungan waktu yang dilalui sejak lahir hingga wafat. Makna umur yang sesungguhnya adalah bagaimana waktu itu dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah mengungkapkan pandangan mendalam terkait hakikat umur. Beliau berkata.
“Sejatinya, umur yang terhitung milikmu adalah yang kamu gunakan untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Adapun umur yang kau gunakan untuk bermaksiat, jangan kau anggap itu sebagai umurmu.” Az-Zuhd al-Kabir 3/241
Islam menekankan bahwa hidup adalah sebuah ujian, dan waktu yang kita miliki di dunia ini adalah kesempatan untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhu Rasulullah ﷺ bersabda,
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang miskinmu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” HR. Al-Hakim lihat Shahih at-Targhib 3355
Hadits ini menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan waktu yang kita miliki untuk hal-hal yang mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Umur yang diisi dengan ketaatan seperti shalat, zakat, puasa, amal baik, dan membantu sesama adalah umur yang bernilai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara itu, waktu yang dihabiskan dalam kemaksiatan, meskipun terhitung dalam hitungan dunia, namun tidak akan memberikan manfaat di akhirat bahkan itu adalah kerugian bagi pelakunya.
Sufyan bin ‘Uyainah rahilahullah menekankan bahwa umur yang sejatinya milik kita hanyalah yang digunakan dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala. Ini karena ketaatan merupakan bentuk nyata dari tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Waktu yang dihabiskan dalam kemaksiatan, meskipun tetap berjalan, sejatinya tidak memberikan manfaat apapun bagi seseorang dalam kehidupan akhiratnya bahkan itu merupakan kerugian baginya.
Sebagai contoh, orang yang menghabiskan banyak waktu dalam hal-hal yang sia-sia atau melanggar perintah Allah Ta’ala mungkin merasa telah menjalani hidup yang panjang. Namun, di sisi Allah, hanya amal shalih yang dilakukan dalam masa hidup itulah yang akan teranggap sebagai umur sejati. Sementara itu, ada kemaksiatan yang dapat menghapus pahala dan itu adalah bentuk penyia-nyiaan terhadap umur.
Kesadaran akan nilai waktu dan umur yang sesungguhnya harus menjadi perhatian utama bagi setiap muslim. Allah Ta’ala sering mengingatkan manusia untuk berhati-hati dengan penggunaan waktu mereka, sebagaimana firman-Nya,
“Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-Asr: 1-3)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa waktu yang tidak diisi dengan iman dan amal shaleh adalah waktu yang merugikan. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, kita harus berusaha memanfaatkan setiap detik dalam hidup kita untuk berbuat kebaikan, menghindari dosa, dan selalu berada dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Umur bukanlah sekadar hitungan tahun, bulan, atau hari yang terlewati. Umur yang sejati adalah waktu yang digunakan untuk taat kepada Allah Ta’ala. Setiap detik yang digunakan untuk bermaksiat tidaklah dianggap sebagai bagian dari umur yang bermanfaat.
Mengingat hakikat ini, seorang muslim seharusnya lebih berhati-hati dalam menggunakan waktunya, menjadikan ketaatan sebagai prioritas utama dalam hidupnya, serta menjauhkan diri dari kemaksiatan yang hanya akan menyia-nyiakan waktu yang berharga tersebut. Allahu a’lam