Salafy Temanggung
Salafy Temanggung oleh Abu Hafshah Faozi

tidur saudaranya kematian

sehari yang lalu
baca 2 menit
Tidur Saudaranya Kematian

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

النومُ أخو الموت ولا يموتُ أهلُ الجنَّة

“Tidur adalah saudaranya kematian, dan para penduduk surga tidak akan merasakan kematian.” HR. Al-Baihaqi, Shahih al-Jami’, 6808

Hadits ini menyampaikan pengingat penting tentang kehidupan, kematian, dan akhirat. Tidur disebut sebagai “saudaranya kematian” karena adanya kesamaan antara keduanya. Dalam tidur, manusia kehilangan kesadaran sementara, mirip dengan kematian yang memisahkan jiwa dari raga. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam Al-Qur’an,

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى ٱلۡأَنفُسَ حِينَ مَوۡتِهَا وَٱلَّتِي لَمۡ تَمُتۡ فِي مَنَامِهَ

“Allah memegang jiwa (seseorang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (seseorang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS. Az-Zumar: 42)

Tidur adalah keadaan di mana manusia kehilangan kesadaran atas dunia sekitarnya, mirip dengan keadaan ketika seseorang meninggal dunia. Namun, tidur bersifat sementara dan menjadi pengingat akan kefanaan hidup di dunia ini.

Sebagaimana kematian sebagai istirahat panjang bagi manusia yang beriman sebelum datang hari kebangkitan dan hari pembalasan, tidur juga merupakan bentuk istirahat harian yang diberikan Allah Ta’ala untuk mengembalikan energi tubuh.

Tidur adalah kesempatan bagi manusia untuk merenungkan kefanaannya dunia, bahwa setiap hari adalah karunia yang diberikan untuk beramal. Hal ini mengingatkan kita untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian yang sebenarnya.

Tidur mengingatkan manusia bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Setiap kali seseorang tidur dan terbangun, itu merupakan peluang untuk introspeksi, bertaubat, memperbaiki diri dan memperbanyak amal saleh sebelum menghadapi kematian yang sesungguhnya.

Tidur menunjukkan kelemahan manusia yang membutuhkan istirahat dan bahwa hanya Allah Ta’ala yang tidak pernah tidur. Hal ini tertuang dalam ayat,

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْ

“Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Namun, penduduk surga tidak akan merasakan kematian lagi setelah kehidupan dunia. Mereka hidup dalam kebahagiaan abadi tanpa rasa lelah atau kantuk, sebagaimana firman Allah,

لَا يَمَسُّهُمۡ فِيۡهَا نَـصَبٌ وَّمَا هُمۡ مِّنۡهَا بِمُخۡرَجِيۡنَ

“Di surga, mereka tidak merasa lelah dan tidak akan dikeluarkan darinya.” (QS. Al-Hijr: 48)

Kesimpulannya, tidur adalah tanda kelemahan manusia sekaligus rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan menyadari makna ini, seorang Muslim diingatkan untuk senantiasa bersyukur dan mempersiapkan bekal akhirat melalui amal shaleh.

Tidur bukan hanya istirahat, tetapi juga pengingat akan kematian, sehingga kita lebih waspada dalam menjalani hidup ini dan selalu berusaha menjaga ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allahu a’lam

Oleh:
Abu Hafshah Faozi