Peduli Bencana Para Santri Pondok Pesantren Darul Atsar, Kedu, Temanggung.
Hari rabu (27/9), selepas shalat isya’, pemandangan di ponpes Darul Atsar bagian syabab agaknya berbeda dari biasanya. Terlihat para santri sedang berkumpul. Suasana begitu hening. Rupanya, Rahmat (29) selaku menjabat sebagai ketua lajnah thalabah sedang menyampaikan berita. Para santri antusias mendengarkan. Rahmat yang kebiasaannya hanya menyampaikan tentang peraturan dan agenda pesantren, kali ini yang ia sampaikan adalah berita musibah bencana yang sedang melanda tanah air.
Berita musibah itu pun akhirnya tersiar juga di kalangan santri. Padahal, para murid jarang sekali mendapatkan informasi berita dari luar. Mereka tidak mengakses berita dari media elektronik maupun cetak.
“Waktu itu sebagian santri memang sudah tahu beritanya, tapi hanya sekadar tahu. Mungkin sebagian yang lain malah belum tahu sama sekali”. Ujar Abdul Malik (19), menerangkan tentang keadaan santri.
Dalam kesempatan itu, Rahmat (29) berinisiatif untuk menerjunkan santri dalam program peduli bencana. Dia ingin agar para santri ikut andil dalam memberikan donasi. Penjelasan, arahan, dan motivasi juga turut disampaikan oleh Abdul Malik (19), “Prosedurnya nanti akan kita bagikan kardus di setiap asrama, kalian tinggal menulis di kertas jumlah uang yang akan didonasikan, kemudian dimasukkan ke kardus tersebut. Uangnya akan diambil dari tabungan masing-masing melalui bendahara”. Ucapnya menerangkan ke khalayak santri.
Menurut informasi yang kami dapatkan dari panitia penyelenggara donasi, program ini diselenggarakan selama sepekan. Jumlah yang didapat pun cukup lumayan, mengingat keadaan mereka yang belum memiliki lapangan pekerjaan sendiri. Mereka menyisihkan dari uang saku yang diberikan orang tua masing-masing. Saat itu sudah terkumpul sebanyak Rp. 7.332.000.
Sementara itu, di ponpes Darul Atsar bagian Tahfidzul Quran, program peduli bencana juga diselenggarakan. Para santri yang rata-rata masih berumur 11-15 tahun, juga turut menyisihkan sebagian uang jajannya.
Ammar al-Indunisy (19), selaku panitia program donasi bagian tahfidz mengatakan, “Sebelum program dijalankan, kita sampaikan motivasi singkat ke anak-anak. Kita sampaikan ke mereka untuk tidak takut miskin. Jangan takut untuk bersedekah, karena para malaikat sebagai makhluk yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah akan mendoakan untuk orang yang mau bersedekah agar Allah memberikan ganti sedekahnya. Sementara orang pelit akan didoakan dengan kebangkrutan.” Ammar juga menyampaikan bahwa donasi tahfidz saat itu telah terkumpul kurang lebih 3 juta rupiah.
Prosedur pengumpulan donasi di tahfidz kurang lebih sama dengan syabab. Santri diminta untuk menuliskan nominal yang akan didonasikan. Namun, bedanya kertas donasi langsung diberikan ke musyrif (pengawas) asrama masing-masing.
Santri tahfidz pun terlihat antusias dalam menjalankan program ini. “Santri kelihatan semangat, di sakan (asrama) mereka sering bicara-bicara (tentang musibah) itu, mereka pengen tahu..” kata Irfan (16), santri belia berkebangsaan Malaysia.
Di balik keluguan anak-anak, terselip cerita yang menggelitik.
Di Asrama A, saat penggalangan donasi dimulai. Para santri menuliskan jumlah donasinya di kertas. Namun, salah satu dari mereka bertanya kepada musyrifnya, “Ami, puluhan ribu rupiah itu enolnya berapa sih? Ana sudah lupa…”.
Yusuf Rafsanjani (13), salah seorang santri asli Temanggung mengungkapkan tujuannya menyalurkan donasi, “Untuk meringankan dan membantu beban saudara-saudara kita yang yang kena bencana.” Ungkapnya sambil malu-malu.
Tentu, program semacam ini mengajari para santri untuk beramal dengan aksi nyata. Uang mereka sisihkan. Walaupun tidak semuanya termasuk orang yang “berpunya”. Walaupun sebagian mereka terkadang harus tidak jajan karena menunggu “kiriman”. Namun, semangat bersedekah tetap merekah. Semangat untuk membantu, tidak lekang oleh waktu.
Besar harapan. Cerita ini dapat memotivasi. Untuk masyarakat Indonesia secara luas. Mereka para santri. Mereka rela berjuang untuk perbaikan negeri. Bagaimana dengan kita?