Salafy Temanggung
Salafy Temanggung oleh Abu Hafshah Faozi

hutang yang tidak bisa dilunasi

sebulan yang lalu
baca 2 menit
Hutang Yang Tidak Bisa Dilunasi

Dalam kehidupan sehari-hari, hutang adalah suatu tanggung jawab yang harus dilunasi. Namun, ada satu jenis “hutang” yang tidak bisa dilunasi, yaitu ghibah. Sebagaimana didefinisikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa ghibah adalah,

ذكرك أخاك ما يكره

“Kamu menyebutkan tentang saudaramu yang tidak disukai olehnya.”

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengingatkan kita tentang bahaya ghibah dalam pernyataannya,

الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الدَّيْنِ الدَّيْنُ يُقْضَى وَالْغِيبَةُ لَا تُقْضَى

“Ghibah lebih parah daripada hutang karena hutang bisa dilunasi sementara ghibah tidak bisa dilunasi.” Hilyatul Auliya 7/275

Ghibah, atau membicarakan keburukan orang lain di belakangnya, adalah dosa besar dalam Islam. Allah Ta’ala memberikan perumpamaan perbuatan ghibah seperti makan daging saudara sendiri yang telah meninggal. Allah berfirman,

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

“Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat : 12)

Sufyan Ats-Tsauri, seorang ulama besar, menyatakan bahwa ghibah lebih parah daripada hutang. Mengapa demikian?

Hutang dalam bentuk materi atau uang bisa dilunasi dengan mengembalikan pinjaman tersebut kepada pemiliknya. Ketika hutang telah dibayar, tanggung jawab seseorang telah selesai dan masalah pun selesai.

Berbeda dengan hutang materi, ghibah melibatkan perasaan dan kehormatan seseorang. Kata-kata buruk yang telah diucapkan tidak bisa ditarik kembali. Meskipun seseorang bisa meminta maaf, dampak dari ghibah mungkin tidak akan hilang sepenuhnya.

Ghibah merusak hubungan sosial dan bisa menimbulkan fitnah serta perpecahan dalam masyarakat Islam. Selain itu, ghibah juga melanggar larangan Allah ﷻ dan merupakan dosa yang besar.

Untuk menebus dosa ghibah, seseorang tidak hanya harus bertaubat kepada Allah, tetapi juga harus berusaha menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi di tempat terjadinya ghibah tersebut kepada orang-orang yang bersangkutan. Namun, kadang-kadang ini tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.

Pernyataan Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengajarkan kepada kita untuk selalu menjaga lisan dan berhati-hati dalam berbicara tentang orang lain. Sebagai Muslim, kita diajarkan untuk selalu memperbaiki diri dan menghindari dosa-dosa besar seperti ghibah. Dengan demikian, kita bisa hidup dalam harmoni dan keberkahan, baik di dunia maupun di akhirat.

Menjaga lisan adalah salah satu bentuk ibadah yang penting. Mari kita renungkan dan praktikkan nasihat ini dalam kehidupan sehari-hari agar kita terhindar dari hutang yang tidak bisa dilunasi. Allahu a’lam

Oleh:
Abu Hafshah Faozi