Dalam ajaran Islam, ada dosa-dosa besar yang sangat berat dan sulit untuk dihapuskan. Salah satunya adalah ghibah, yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Saleh al-Utsaimin rahimahullah sebagai dosa yang tidak bisa ditebus dengan salat, sedekah, puasa, atau haji.
Syaikh Muhammad bin Saleh al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
“Ghibah merupakan dosa besar yang tidak bisa dilebur dosanya dengan salat, sedekah, puasa,dan haji.” Syarah Riyadus Sholihin 6/109
Ghibah sebagaimana didefinisikan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah kamu menyebutkan tentang saudaramu sesuatu yang tidak dia sukai.
Ini bisa berupa mengungkapkan aib, menyebutkan kekuraan fisik atau akhlak, celaan, atau bahkan hal-hal pribadi yang seharusnya disimpan dalam privasi.
Ghibah adalah dosa besar karena ada ancaman hukuman bagi pelakunya di akhirat kelak. Ini adalah salah satu ciri dosa besar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut ghibah sebagai tindakan memakan bangkai saudaranya yang sudah meninggal. Allah berfirman,
“Apakah salah seorang dari kalian suka makan daging saudaranya yang telah mati, tentu kalian tidak menyukai nya.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Apalagi ghibah dapat merusak hubungan antar sesama muslim dan melanggar hak privasi serta kehormatan individu.
Syaikh al-Utsaimin rahimahullah menegaskan bahwa dosa ghibah tidak bisa dihapuskan dengan melakukan amalan ibadah seperti salat, sedekah, puasa, atau haji.
Karena dosa ghibah terkait dengan hak sesama manusia sehingga harus ada pemaafan dari orang yang dighibahi. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dosa ghibah dalam pandangan Islam.
Melihat beratnya dosa ghibah dan betapa sulitnya untuk dihapuskan, penting bagi setiap muslim untuk menjauhinya.
Untuk menghindari dosa ghibah, kita perlu menjaga lisan kita agar tidak mengucapkan hal-hal yang merugikan orang lain.
Selain itu, menjaga kalbu agar tidak merasa iri atau dengki terhadap sesama juga penting, karena ghibah sering kali muncul dari perasaan negatif terhadap orang lain. Allahu a’lam