Al-Ustadz Syafi’i bin Shalih al-Idrus
Saudariku fillah, kita telah mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta dan pada diri-diri kita. Kita beriman bahwa Allah-lah pencipta dan pengatur alam semesta, penjamin rezeki seluruh makhluk-Nya, Dzat yang menghidupkan dan yang mematikan, dst. Akan tetapi, ketahuilah, keyakinan tersebut belum cukup untuk menyelamatkan kita dari azab Allah. Semata-mata meyakini itu semua belum menjadikan kita sebagai orang yang bertauhid.
Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang musyrik Quraisy dahulu juga meyakini itu semua.
Allah berfirman,
وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِۚ بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ٢٥
“Sesungguhnya, jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’, tentu mereka akan menjawab, ‘Allah.’ Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah’, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Luqman: 25)
وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ ٦١
“Sesungguhnya, jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menjadikan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan?’, tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’, maka dari mana mereka bisa dipalingkan?” (al-‘Ankabut: 61)
وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ مِنۢ بَعۡدِ مَوۡتِهَا لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِۚ بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ ٦٣
“Sesungguhnya, jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’, tentu mereka akan menjawab, ‘Allah.’ Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah’, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami.” (al-‘Ankabut: 63)
قُلۡ مَن يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أَمَّن يَمۡلِكُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَمَن يُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَيُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُۚ فَقُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ ٣١
“Katakanlah, ‘Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Mereka akan menjawab, ‘Allah’, maka katakanlah, ‘Tidakkah kalian bertakwa (kepada-Nya)?’.” (Yunus: 31)
قُل لِّمَنِ ٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهَآ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٨٤ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٨٥ قُلۡ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ ٱلسَّبۡعِ وَرَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ ٨٦ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ ٨٧ قُلۡ مَنۢ بِيَدِهِۦ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيۡهِ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٨٨ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ فَأَنَّىٰ تُسۡحَرُونَ ٨٩
“Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Tidakkah kalian sadar?’ Katakanlah, ‘Siapakah pemilik langit yang tujuh dan pemilik ‘Arsy yang agung?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Tidakkah kalian bertakwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, sedang Dia melindungi dan tidak ada yang terlindungi dari (azab)-Nya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Lalu, dari jalan manakah kalian dapat tertipu?’.” (al-Mu’minun: 84—89)
وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡعَلِيمُ ٩
“Sungguh, jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’, niscaya mereka akan menjawab, ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Mahaperkasa dan Maha Mengetahui’.” (az-Zukhruf: 9)
Inilah yang disebut tauhid rububiyyah. Perlu diketahui bahwa keimanan terhadap tauhid rububiyyah ini tidak hanya dimiliki oleh orang-orang musyrik Quraisy. Sebaliknya, hal ini juga diimani oleh orang-orang musyrik semenjak zaman Nabi Nuh.
Allah berfirman menceritakan ucapan Nabi-Nya, Nuh,
فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا ١٠ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا ١١ وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا ١٢
“Aku (yakni Nabi Nuh) katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat kepada kalian, membanyakkan harta dan anak-anak kalian, mengadakan untuk kalian kebun-kebun, dan mengadakan pula (di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai.” (Nuh: 10—12)
Perhatikanlah, kaum Nabi Nuh tidak menyangkal sama sekali ucapan Nuh bahwa Allah-lah satu-satunya yang mengatur segala sesuatu, mengembuskan angin, mengatur hujan, melapangkan rezeki—baik berupa anak maupun harta, menumbuhkan tanam-tanaman, dan yang lainnya. Mereka tidak menjawab ucapan Nuh dengan mengatakan, “Tuhan-tuhan kamilah yang melakukan itu semua!”
Jika Anda perhatikan dengan saksama ayat-ayat yang mengisahkan dialog setiap nabi dengan kaumnya, niscaya Anda dapati isyarat bahwa mereka meyakini tauhid rububiyyah.
Saudariku fillah, renungkanlah masalah ini dengan sebaik-baiknya. Sungguh, ini masalah yang sangat penting dan sangat agung. Akan tetapi, banyak sekali manusia yang tersesat padanya, bahkan tidak sedikit muslimin yang tergelincir padanya. Simaklah baik-baik firman Allah berikut.
وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ ١٠٦
“Mayoritas dari mereka tidaklah beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya (dengan sembahan-sembahan lain).” (Yusuf: 106)
Makna ayat tersebut ialah mayoritas manusia mengakui bahwa Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, pengatur, dan makna-makna rububiyyah lainnya. Hanya saja, mereka menyekutukan Allah dalam beribadah, tidak hanya menyembah Allah, tetapi juga menyembah selain-Nya.
Ibnu ‘Abbas berkata, “Di antara bentuk keimanan mereka adalah apabila ditanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang telah menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Siapakah yang menciptakan gunung?’, mereka menjawab, ‘Allah’, dalam kondisi mereka menyekutukan-Nya.”
‘Ikrimah berkata, “(Jika) kalian bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan diri mereka dan yang menciptakan langit dan bumi, mereka menjawab, ‘Allah.’ Itulah keimanan mereka, dalam kondisi mereka beribadah kepada selain-Nya.” (Ushulul Iman fi Dhauil Kitab was Sunnah)
Dengan demikian, bisa kita simpulkan bahwa barang siapa yang puncak pemahamannya tentang makna kalimat la ilaha illallah sebatas pada makna-makna tauhid rububiyyah saja, sungguh, puncak tauhidnya sebatas tauhid orang-orang musyrik. Nas’alullah as-salamah wal ‘afiyah. (Lihat Jami’ ar-Rasail, Ibnu Taimiyah)
Ketahuilah, wahai Saudariku, sesungguhnya pengakuan dan keimanan seseorang akan tauhid rububiyyah baru akan bermanfaat bagi dirinya jika diiringi dengan pengakuan dan keimanannya terhadap tauhid uluhiyyah. Dua tauhid tersebut tidak dapat dipisahkan. Keimanan seseorang terhadap tauhid rububiyyah menuntut dirinya untuk beriman terhadap tauhid uluhiyyah, sebagaimana keyakinan terhadap tauhid uluhiyyah mengandung keyakinan terhadap tauhid rububiyyah.
Makna tauhid rububiyyah adalah mengesakan Allah, baik dalam hal mengatur, memelihara, mencipta, memberikan rezeki, menyempitkan dan melapangkan, menghidupkan dan mematikan, maupun perbuatan-perbuatan Allah lainnya. Adapun makna tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Allah dalam peribadahan, ketundukan, dan ketaatan secara mutlak, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Perhatikanlah firman Allah berikut.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ٢١ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَٰشٗا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءٗ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادٗا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٢
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap. Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu mengeluarkan dengan sebab air hujan tersebut buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian. Maka dari itu, janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam keadaan kalian mengetahui.” (al-Baqarah: 21—22)
Lihatlah! Allah menuntut manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya dan melarang mereka dari menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, berdasarkan pengakuan dan pengetahuan mereka bahwa hanya Allah-lah yang telah menciptakan mereka dan orang-orang sebelum mereka. Dia pulalah yang telah menghamparkan dan meratakan bumi sehingga mereka dapat bertempat tinggal dan beraktivitas di atasnya. Dia pula yang telah meninggikan langit sebagai atap tanpa tiang penyangga. Dia pula yang menurunkan air hujan dan menumbuhkan tanaman dan pepohonan sehingga dihasilkanlah buah-buahan. Ini semua merupakan sifat rububiyyah Allah yang mereka ketahui dan akui. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam sifat tersebut. Maka dari itu, Allah menuntut mereka untuk beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Ibnu Katsir berkata, “Pencipta segala sesuatu inilah yang berhak diibadahi.” (Tsalatsatul Ushul, Muhammad bin Abdul Wahhab)
Wallahu a’lam.