Al-Ustadzah Ummu Maryam Lathifah
Banyak wanita yang kurang memiliki sifat hilm (kesantunan dan kesabaran). Lebih-lebih tatkala gelombang ujian datang menerpa. Betapa banyak wanita yang berkeluh kesah dengan impitan kehidupan dan sedikitnya nafkah yang diberikan suami mereka. Betapa banyak wanita yang terjatuh ke dalam nusyuz, bermaksiat kepada suami, karena kesempitan yang menimpa mereka. Mari kita simak kisah istri Ayyub ‘alaihissalam yang penuh cinta lagi setia. Semoga Allah subhanallahu wa ta’ala membukakan hati kita untuk mengambil faedah darinya.
Ayyub ‘alaihissalam, Hamba yang Sabar
Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan di dalam Tafsir beliau bahwa Ayyub ‘alaihissalam hidup pada masa Ya’qub ‘alaihissalam. Ibunya adalah putri Luth ‘alaihissalam. Menurut riwayat, istri Ayyub ‘alaihissalam bernama Layya bintu Ya’qub atau Rahmah bintu Ifraim bin Yusuf bin Ya’qub.
Ayyub ‘alaihissalam berasal dari bangsa Romawi, dari kabilah al-Batsaniyyah. Kuniahnya Abu ‘Abdillah. Ia dipilih oleh Allah subhanallahu wa ta’ala untuk menerima nubuwwah (kenabian). Bukan hanya itu, ia juga diberi kesejahteraan yang besar berupa harta yang berlimpah dan anak yang banyak. Ayyub ‘alaihissalam adalah hamba yang selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah subhanallahu wa ta’ala dan suka membantu hamba-hamba-Nya. Namun, tidak beriman kepada Ayyub ‘alaihissalam selain tiga orang saja.
Ayyub ‘alaihissalam adalah hamba yang saleh lagi penyabar. Kisah kesabarannya diabadikan di beberapa ayat di dalam al-Qur’an. Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman,
وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَآ أَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِنُصۡبٖ وَعَذَابٍ ٤١
“Dan ingatlah hamba Kami, Ayyub, ketika ia menyeru Rabbnya, ‘Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan’.” (Shad: 41)
As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Allah subhanallahu wa ta’ala memerintah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengingat Ayyub ‘alaihissalam dengan sebutan yang terbaik dan memujinya dengan pujian yang terbaik pula. Tatkala Ayyub tertimpa musibah, ia bersabar, tidak mengeluh dan tidak berlindung kecuali kepada-Nya.”
Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan, “Allah subhanallahu wa ta’ala menimpakan ujian kepada Ayyub ‘alaihissalam berupa mudarat pada tubuh, harta, dan anaknya. Tidak tersisa dari tubuhnya bagian sekadar untuk menancapkan jarum melainkan pasti terkena penyakit, kecuali jantung. Tidak tersisa dari hartanya sesuatu pun yang bisa digunakan untuk mengatasi penyakitnya. Tidak tersisa pula dari keluarganya selain istri yang menjaga cinta sang suami disebabkan keimanannya kepada Allah subhanallahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Sang istri yang setia ini bekerja menjadi pelayan orang lain untuk mendapatkan upah. Ia juga memberi makan dan melayani Ayyub ‘alaihissalam selama sekitar delapan belas tahun.”
Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan bahwa Ibnu Syihab rahimahullah meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Nabiyyullah Ayyub ‘alaihissalam diselimuti bala selama delapan belas tahun. Kerabatnya, baik yang dekat maupun yang jauh, menolaknya, kecuali dua saudara lelakinya yang termasuk saudara terdekatnya. Keduanya mendatanginya pada pagi dan petang.
Salah satunya berkata kepada yang lain, ‘Kita mengetahui, demi Allah, bahwa Ayyub ‘alaihissalam sudah berbuat dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun di dunia ini.’
Saudaranya bertanya, ‘Apa itu?’
‘Selama delapan belas tahun, Allah tidak merahmatinya sehingga tidak menghilangkan bala yang menimpanya.’
Ketika keduanya datang kepada Ayyub pada suatu sore, salah satunya tidak sanggup menahan diri. Ia pun menceritakan percakapan mereka berdua kepada Ayyub. Ayyub ‘alaihissalam berkata, ‘Aku tidak mengerti apa yang kaubicarakan. Hanya saja, Allah mengetahui bahwa aku pernah melewati dua orang yang sedang bertengkar. Masing-masing menyebut nama Allah. Kemudian, aku pulang ke rumah, lalu membayar kafarat ucapan mereka berdua karena tidak suka nama Allah disebutkan kecuali di dalam kebenaran’.”
Di dalam lafadz yang lain disebutkan bahwa keduanya bersumpah dengan nama Allah. Kemudian, Ayyub membayar kafarat sumpah mereka karena beliau tidak ingin mereka berdosa karena menyebut nama-Nya.
Kesabaran yang Serupa
Sebelum ditimpa penyakit, Ayyub ‘alaihissalam memiliki harta yang melimpah dan putra yang banyak. Semua itu diambil darinya sehingga keadaan berbalik. Sampai-sampai, ia tersingkir dan tinggal di salah satu tempat pengumpulan sampah selama sakit. Putra dan putri Ayyub ‘alaihissalam meninggal. Seluruh kerabatnya, baik yang dekat maupun yang jauh, menolaknya, kecuali sang istri—semoga Allah subhanallahu wa ta’ala meridhainya. Pagi dan petang, wanita yang sabar ini tidak pernah meninggalkannya, kecuali untuk bekerja melayani manusia. Setelah bekerja, ia pun segera kembali kepada suaminya.
Sungguh wanita salihah ini telah mendapatkan dua keutamaan: keutamaan sedekah dan keutamaan berbuat baik kepada kerabatnya, yaitu suaminya.
Di dalam hadits yang muttafaq ‘alaih, disebutkan bahwa Zainab ats-Tsaqafiyyah radhiyallahu ‘anha dan salah seorang wanita Anshar bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (melalui Bilal radhiyallahu ‘anhu, -ed.) apakah boleh sedekah diberikan kepada suami dan anak yatim yang tinggal di rumah mereka. Beliau mengatakan, “Mereka mendapatkan dua pahala: pahala berbuat baik kepada kerabat dan pahala sedekah.”
Sungguh keutamaan tersebut senantiasa mengalir baginya. Bagaimana tidak? Bertahun-tahun ia setia di sisi sang suami, berkhidmah, melayani kebutuhan dan merawat suaminya. Ia melakukannya tanpa merasa jijik dan enggan mendapati penyakit yang merusak seluruh tubuh suaminya. Diriwayatkan bahwa tubuh Ayyub ‘alaihissalam penuh dengan kutil yang dikukurnya dengan kuku hingga berdarah-darah; kemudian dengan tembikar hingga berjatuhan dagingnya. Diriwayatkan pula bahwa banyak cacing/belatung di tubuh Ayyub ‘alaihissalam dan rusak dagingnya.
Istri Ayyub terus bersabar dan berusaha mencukupi kebutuhan dirinya dan suaminya, semampunya. Ia merendahkan diri, menjadi pelayan manusia, padahal sebelumnya berada pada kedudukan yang mulia: menjadi istri nabi, dengan keluarga yang besar dan harta yang banyak.
Duhai, di manakah para wanita yang materialistis itu? Andai mereka membaca kisah istri nabi ini. Jangankan menuntut kemewahan dan berbagai fasilitas hidup, atau minimalnya meminta kebutuhan diri dan nafkah untuk dirinya, ia justru harus mencari nafkah karena sakitnya sang suami. Ia melakukan semua ini karena keimanan dan cintanya kepada Allah subhanallahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Puncak Kesabaran dan Akhir Derita
Tahun demi tahun berganti. Ayyub ‘alaihissalam bersabar dan ridha dengan ujian yang sangat menyesakkan dada ini. Demikian pula istrinya, tetap setia di sisi sang suami. Hingga pada satu titik ketika kesempitan dan kesakitan itu memuncak, Ayyub ‘alaihissalam pun bermunajat kepada Rabbnya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.”
Ayyub ‘alaihissalam telah mencapai puncak kemampuan di dalam menanggung derita, sehingga ia pun berdoa merendahkan diri di hadapan Rabb semesta alam dan sembahan seluruh rasul. Disebutkan dalam al-Anbiya’: 83, Ayyub menyebutkan salah satu sifat Allah di dalam doanya, “Wahai Rabbku sesungguhnya aku tertimpa penyakit, dan Engkau adalah Arhamur Rahimin (Yang Paling Penyayang).”
Dzat yang Paling Penyayang itu pun mengabulkan doa hamba dan Rasul-Nya yang sabar. Allah subhanallahu wa ta’ala memerintah Ayyub ‘alaihissalam untuk bangkit dari tempatnya. Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman,
ٱرۡكُضۡ بِرِجۡلِكَۖ هَٰذَا مُغۡتَسَلُۢ بَارِدٞ وَشَرَابٞ ٤٢
“Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Shad: 42)
Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan bahwa tatkala Ayyub memukulkan kakinya ke tanah, Allah subhanallahu wa ta’ala memancarkan mata air dari tanah tersebut. Allah subhanallahu wa ta’alaemudian memerintah Ayyub ‘alaihissalam untuk mandi dengan air itu. Hilanglah seluruh penyakit yang melekat di tubuh Ayyub ‘alaihissalam. Kemudian, Allah subhanallahu wa ta’ala memerintah Ayyub ‘alaihissalam untuk menghentakkan kakinya di tempat yang lain. Dengannya Allah subhanallahu wa ta’ala memancarkan mata air yang kedua. Ia memerintah Ayyub ‘alaihissalam untuk meminum airnya. Hilanglah semua gangguan dan kejelekan dari dalam tubuh Ayyub ‘alaihissalam. Sempurnalah kesembuhan Ayyub secara lahir dan batin.
Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman menambahkan nikmat-Nya kepada hamba yang sabar ini,
وَوَهَبۡنَا لَهُۥٓ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنَّا وَذِكۡرَىٰ لِأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٤٣
“Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shad: 43)
Mujahid, ‘Ikrimah, dan satu tafsir dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, menjelaskan, “Dikatakan kepada Ayyub ‘alaihissalam, ‘Kami telah mendatangkan keluargamu bagimu di surga. Apabila engkau menghendaki, Kami akan membiarkan mereka untukmu di sana, dan apabila engkau mau, Kami datangkan mereka untukmu di dunia’.”
Adh-Dhahhak rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Tadinya, keluarga Ayyub ‘alaihissalam meninggal, kecuali istrinya. Allah subhanallahu wa ta’ala menghidupkan mereka dalam waktu lebih singkat daripada kedipan mata. Tidak hanya itu, Allah juga menambahkan putra sejumlah putra yang dihidupkan.”
Masih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Tadinya, Ayyub memiliki tujuh putra dan tujuh putri. Kemudian, istrinya melahirkan lagi tujuh putra dan tujuh putri yang lain.”
Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan bahwa yang demikian ini karena mereka meninggal sebelum ajal yang ditentukan bagi mereka, sebagai ujian. Seperti orang-orang yang disebutkan dalam al-Baqarah: 243, yang keluar dari negeri mereka karena takut mati, kemudian dimatikan oleh Allah subhanallahu wa ta’ala lalu dihidupkan-Nya kembali.
Demikianlah buah kesabaran Ayyub ‘alaihissalam. Allah subhanallahu wa ta’ala mengujinya dengan cobaan yang besar, agar besar pula pahalanya dan agar kisahnya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau memikirkannya, merenungkan bahwa besarnya balasan itu sesuai dengan besarnya cobaan, dan bahwa kesabaran adalah kewajiban yang dituntut dari hamba yang beriman.
Ayyub ‘alaihissalam, orang terbaik pada masanya, diberi cobaan yang mungkin saja banyak orang akan mengatakan bahwa bentuk musibah Ayyub ‘alaihissalam itu adalah penghinaan dan perendahan. Namun, ia bersabar, ridha, dan berhusnuzhzhan kepada Allah.
Kisah ini menjadi peringatan dan memotivasi kita untuk terus beribadah dan bersabar membentuk jiwa kita, menahan berbagai musibah dan kesempitan dunia.
Sumpah Ayyub ‘alaihissalam
Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman,
وَخُذۡ بِيَدِكَ ضِغۡثٗا فَٱضۡرِب بِّهِۦ وَلَا تَحۡنَثۡۗ إِنَّا وَجَدۡنَٰهُ صَابِرٗاۚ نِّعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ ٤٤
“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabb-nya).” (Shad: 44)
Di masa sakitnya, Ayyub ‘alaihissalam bersumpah untuk melecut istrinya seratus kali. Ada beberapa riwayat yang menyebutkan sebab sumpah Nabi Ayyub ‘alaihissalam ini. Ibnu Katsir menyebutkan salah satunya.
Suatu ketika, Ayyub ‘alaihissalam sangat marah kepada istrinya. Ia mendapati sang istri melakukan sesuatu yang menjadikannya tidak ridha, yaitu memotong jalinan rambutnya dan menjualnya untuk membeli roti. Roti itu ia suapkan kepada Ayyub ‘alaihissalam. Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Ayyub biasa bersandar pada pilinan rambut istrinya jika ingin berdiri. Ayyub ‘alaihissalam pun mencelanya dan bersumpah bahwa jika Allah subhanallahu wa ta’ala menyembuhkannya, ia benar-benar akan mencambuknya seratus kali.
Namun, setelah Allah subhanallahu wa ta’ala menyembuhkannya, ia tidak tega menghukum istrinya. Bagaimana ia sanggup menyakitinya sedangkan istrinya telah melayaninya, berbuat baik kepadanya, mencurahkan kasih sayang dan cinta, serta merawatnya dengan sempurna selama masa sakitnya yang panjang? Apalagi, alasan perbuatan istrinya adalah untuk memberi makan Ayyub ‘alaihissalam. Allah subhanallahu wa ta’ala pun memberikan jalan keluar kepada Ayyub ‘alaihissalam agar ia terbebas dari sumpahnya. Allah subhanallahu wa ta’ala memerintahnya mengambil seikat rumput berupa tangkai tanaman anggur yang di dalamnya ada seratus dahan. Dengan demikian, ia bisa memukul istrinya dengannya satu kali pukulan saja.
Dalam hadits Ibnu Syihab radhiyallahu ‘anhu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ayyub ‘alaihissalam keluar untuk menunaikan hajat seperti biasanya. Kemudian, Allah subhanallahu wa ta’ala mewahyukan kepadanya, ‘Hantamkanlah kakimu; ini adalah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.’
Ayyub ‘alaihissalam pun mandi, maka Allah mengembalikan daging, rambut, dan kulitnya dalam keadaan yang paling bagus. Lalu ia minum, maka Allah subhanallahu wa ta’ala menghilangkan seluruh sakit dan kelemahan yang ada di rongga perutnya. Allah subhanallahu wa ta’ala juga menurunkan dua lembar pakaian putih dari langit kepadanya. Ia pun bersarung dengan salah satu lembarnya dan berselendang dengan lembar lainnya.
Kemudian, ia berjalan pulang perlahan-lahan ke rumahnya dan menunda menemui istrinya. Istrinya pun mencarinya sampai bertemu dengannya, tetapi tidak mengenalinya. Istrinya mengucapkan salam kepadanya dan berkata, ‘Semoga Allah merahmati Anda. Apakah Anda melihat seorang laki-laki yang tengah ditimpa bala?’
Ayyub ‘alaihissalam balik bertanya, ‘Siapa dia?’
Si istri menjawab, “Nabiyyullah Ayyub. Adapun Anda, demi Allah, saya tidak pernah melihat orang yang lebih menyerupainya ketika ia sehat, daripada Anda!’ Ayyub pun berujar, ‘Sesungguhnya aku adalah Ayyub.’ Ia pun mengambil seikat rumput dan memukul istrinya.”
Ayat ini menunjukkan kebolehan memukul istri sebagai bagian dari rangkaian pengajaran adab baginya, dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Hal ini juga ditetapkan di dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau bersabda, “Pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan.”
Buah Kesabaran
Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman bahwa Ia mendapati Ayyub sebagai orang yang sabar menghadapi bala. Allah subhanallahu wa ta’ala juga memujinya sebagai sebaik-baik hamba dan sebagai awwab, yaitu banyak bertobat dan kembali kepada Allah, serta sangat taat kepada-Nya. Allah subhanallahu wa ta’ala pun membalas kesabarannya di akhirat dan di dunia. Di dunia, Allah subhanallahu wa ta’ala mengembalikan kesehatan, harta, dan keluarganya, serta melipatgandakan jumlah keluarganya.
Sungguh setiap cobaan dan kesulitan dalam kehidupan seseorang akan terasa lebih ringan ketika ia mendapati pasangan hidupnya mengimbangi kesabarannya dan mendukung setiap langkahnya. Inilah yang dilakukan pendamping hidup Nabiyullah Ayyub ‘alaihissalam, Rahmah atau Layya. Semoga Allah mencurahkan keselamatan dan keridhaan kepada Ayyub dan istrinya.
Wallahu a’lam bish shawab.