Terucap sudah ikrar jalinan cinta dan kasih sepasang insan pada hari yang dinanti. Kini, terbentang luas harapan dan asa. Terpikul sejumlah tanggung jawab di pundak mereka. Ya, dua insan telah mengikat janji untuk hidup bersama. Sebelumnya, masing-masing tiada mengetahui siapa yang ada di hadapannya sekarang. Sebelumnya, mereka terpisahkan oleh jarak yang jauh, lautan yang membentang, dan gunung yang menjulang.
Salah satu tanda kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala ialah Dia menciptakan cinta kasih antara suami dan istri sebagai cinta sejati yang kokoh tertancap di hati. Cinta kepada kawan pun tidak bisa dibandingkan dengan cinta yang dimiliki oleh dua sejoli.
Akankah semudah itu cinta dua sejoli bersemi?
Tidak, Pembaca. Mereka mesti berjuang untuk menyemai cinta di hati masing-masing. Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintah para suami agar bergaul dengan sang istri dengan pergaulan yang baik. Sang teladan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, juga telah menjelaskan adab-adab pergaulan yang baik antara suami dan istri. Keluarga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah cermin untuk kita mengukur diri. Sudahkah kita mencontoh Rasulullah dalam mendidik istri? Sudahkah kita amalkan tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam mendidik buah hati?
Bagi istri, memang terbentang baginya tugas-tugas yang tidak bisa dianggap enteng: memuliakan dan melayani sang suami, menjaga dan merawat anak-anak, mengurus dan membersihkan rumah, menyiapkan makanan bagi semua anggota keluarga, dan tugas-tugas lain yang demikian banyaknya.
Mengurus rumah tangga bisa jadi terlihat ringan dan remeh menurut pandangan sebagian orang. Akan tetapi, pengaruhnya sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Istri yang bisa mengatur dan mengurus rumah tangga dengan baik akan membuat suami dan anak-anak betah. Akan muncul ketenangan jiwa pada diri seluruh anggota keluarga.
Rumah tangga seharusnya didasari oleh rasa saling mengerti dan saling menghargai. Di satu sisi, wanita memiliki sifat kurang akalnya dan kurang agamanya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di sisi lain, rasa penat ketika mencari penghidupan di luar rumah bisa membangkitkan emosi suami ketika melihat sedikit saja kesalahan istri. Oleh karena itu, kesabaran mutlak dibutuhkan dari kedua belah pihak ketika melihat kekurangan pasangannya. Ego harus dikesampingkan agar rumah tangga bisa kokoh bertiangkan ketenangan dan saling menyayangi.
Oleh karena itu, seorang istri seharusnya berusaha mengerahkan segenap kemampuannya guna memenuhi hak suami. Selama tidak dilarang oleh syariat, penuhilah keinginannya. Terimalah semua pemberian suami sepenuh hati meski dirasa tidak sesuai dengan keinginan diri. Namun, apabila diajak melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya, tolaklah dengan cara yang baik sembari mengingatkan dan menasihati suami tentang batasan syariat-Nya.
Untuk menjadi seorang istri yang baik memang dibutuhkan jiwa besar dan berbagai perangai terpuji. Bisa jadi, Allah mengaruniakan akhlak dan perangai yang indah pada diri seorang wanita sehingga mudah baginya menunaikan hak-hak suami. Bisa jadi pula, adat setempat menuntut seorang istri berkhidmah terhadap suami sebagaimana yang dituntunkan oleh syariat. Hal-hal seperti ini patut disyukuri. Akan tetapi, agar bernilai di sisi Allah, semua itu harus berlandaskan ilmu agama dan niat. Jika tidak, semua yang dilakukan hanya teranggap sebagai kebiasaan diri atau menuruti adat istiadat. Satu hal yang penting, kita tidak boleh lupa untuk senantiasa berdoa, memohon pertolongan dan taufik dari Allah agar bisa menunaikan segala kewajiban sebagai seorang istri.