Hijab Trendi, Positif atau Negatif?
Fenomena muslimah berhijab dewasa ini bukanlah sesuatu yang asing lagi. Jilbab atau hijab sudah menjadi sesuatu yang lumrah di masyarakat. Bandingkan dengan keadaan beberapa dekade silam, berbagai olokan dan hinaan akan terarah kepada muslimah yang berhijab. Alhamdulillah, ini artinya kaum muslimin semakin sadar dan memahami syariat agama mereka, terkhusus hukum berhijab bagi muslimah. Mereka pun bersemangat mengamalkannya. Tentu saja hal ini patut kita syukuri.
Di sisi lain, musuh-musuh kaum muslimin tidak rela apabila umat Islam kembali kepada ajaran agamanya yang hakiki. Mereka pun melancarkan makar yang sangat dahsyat guna membelokkan semangat berhijab. Mereka berusaha memalingkannya dari tujuan pensyariatan hijab, yaitu menutup aurat wanita.
Muncullah model-model hijab yang beraneka ragam, lengkap dengan berbagai baju padanannya. Yang disayangkan, mayoritas model hijab yang menjadi tren—jilbab modis, jilbab gaul, jilbab “cekek”, atau apa pun sebutannya—ternyata membiarkan bentuk tubuh dan aurat wanita tergambar sedemikian rupa. Subhanallah, benarlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bahwa suatu saat nanti akan ada wanita-wanita yang ‘berpakaian tetapi telanjang’. Dikatakan berpakaian karena mereka memakai kain yang menutupi tubuh, telanjang karena tidak menutupi aurat, tetapi justru menampakkan lekak-lekuk tubuhnya. Hampir-hampir tidak ada perbedaan antara wanita yang berhijab dan yang tidak, selain kain yang menutup kepala dan mencekik leher. Itu pun kain hijab dan pakaiannya tipis serta ketat, bahkan warnanya pun mencolok. Wallahul Musta’an.
Kalau sudah demikian, tujuan berhijab telah melenceng dari maksud yang diinginkan oleh syariat. Hijab yang asalnya untuk menutup tubuh sehingga tidak menarik perhatian, berubah menjadi perhiasan untuk mempercantik diri di hadapan orang. Ini adalah sisi lain yang perlu dibenahi.
Jadi, fenomena maraknya hijab ini memiliki dua sisi: ada sisi yang patut disyukuri, yakni semangat mengamalkan tuntunan agama; ada pula sisi yang mesti diwaspadai sekaligus diperbaiki, yaitu mayoritas model hijab yang berkembang justru berlawanan dengan tujuan hijab itu sendiri.
Oleh karena itu, semangat berhijab yang ada ini semestinya diiringi oleh bekal keilmuan tentang hijab yang baik sesuai dengan tuntunan syariat. Kriteria “baik” tidak boleh disandarkan pada pribadi masing-masing, karena segala yang baik telah diajarkan oleh syariat Islam. Kita perlu melihat dan meneladani generasi muslimah yang terdahulu ketika mempraktikkan perintah berhijab. Ya, generasi awal Islam, generasi salaf, merekalah yang seharusnya kita jadikan acuan. Mereka telah dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai generasi terbaik. Bahkan, Allah subhanallahu wa ta’ala telah ridha terhadap mereka, mereka pun ridha kepada-Nya, sebagaimana termaktub dalam surat at-Taubah ayat 100.
Karena itu, marilah kita jadikan generasi salaf sebagai rujukan dalam segenap aspek kehidupan, termasuk pengamalan syariat hijab.