Setiap muslim tentulah mengakui bahwa dirinya beriman kepada Allah l dan Rasul-Nya n. Di antara konsekuensi keimanan seorang muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya adalah menerima segala bentuk syariat yang telah ditetapkan-Nya. Inilah kandungan surat al-Ahzab ayat 36. Karena itu, ketika menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kita tidak boleh menerima sebagian hukum syariat lalu menentang sebagian lainnya. Termasuk dalam hal ini adalah beberapa hukum syariat yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Akan tetapi, sebagian manusia merasa sombong dengan kemampuan akal mereka. Mereka tidak mau tunduk kepada aturan terbaik yang telah dibuat oleh Pencipta mereka demi kebaikan mereka sendiri. Mereka seakan-akan tidak mau menyadari bahwa ada perbedaan bentuk dan fitrah antara laki-laki dan perempuan.
Isu feminisme kian menjadi perbincangan yang terus menggaung di kalangan aktivis perempuan. Dengan mengusung seruan hak asasi dan pemberdayaan perempuan, mereka berusaha menyamakan hak antara laki-laki dan perempuan. Akibatnya, banyak dari kalangan perempuan yang meremehkan perannya sebagai istri dan ibu. Mereka enggan direpotkan dengan urusan rumah tangga, kewajiban sebagai istri dan mengasuh anak-anak. Banyak di antara mereka yang memilih melakukan seks bebas tanpa komitmen, memilih membesarkan seorang anak tanpa ayah, bahkan yang lebih parah; mereka menikah dengan sesama jenis.
Isu kebebasan hak dan penyetaraan jender ini sejatinya tidaklah menempatkan wanita pada kedudukan yang terhormat, justru telah melempar mereka dalam lembah kehinaan. Padahal, Islam, agama yang agung ini, sungguh telah memuliakan dan menjaga kehormatannya. Perbedaan-perbedaan yang telah ditetapkan oleh syariat antara laki-laki dan perempuan sepantasnya kita terima. Perbedaan fitrah ini menuntut adanya perbedaan peran dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Oleh karena itu, syariat Islam mengatur peran masing-masing dengan sempurna dan indah.
Meskipun membedakan laki-laki dan perempuan dalam beberapa hukum, syariat tetap menyamakan pahala ibadah di antara mereka. Laki-laki dan perempuan yang beriman dan taat kepada Allah, jujur dalam ucapannya, berlaku sabar, khusyuk dalam ibadahnya, bersedekah, berpuasa, dan senantiasa menjaga kemaluannya, Allah menyiapkan ampunan dan pahala yang sama besar bagi mereka. Demikian pula, laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir dan mengingat Rabb-nya, mereka pun akan mendapat kemuliaan yang sama di sisi Allah subhanallahu wa ta’ala.
Kaum perempuan membawa karunia dan nilai-nilai yang unik bagi dunia. Keberadaannya menjadi penghias dunia ini. Ya, ia adalah sebaik-baik perhiasan dunia. Di sisinyalah, pendidikan anak-anak ditempa pertama kalinya. Peran istri dalam menciptakan nilai-nilai Islam dalam keluarga dan kehidupan masyarakat bisa membuat sang suami dan anak-anak hidup bahagia.
Sebagai penutup, perlu kita semua menyadari bahwa kehidupan dunia ini adalah fana. Ia hanyalah ujian, agar terlihat siapa yang taat dan siapa yang bermaksiat. Ia menjadi tempat menyiapkan bekal untuk kehidupan di akhirat yang kekal. Siapa yang mencari bekal yang baik, akan bahagialah ia di akhirat, demikian pula sebaliknya. Urusannya kembali kepada diri kita masing-masing, jalan mana yang hendak ditempuh. Apakah kita akan mencari kepuasan sesaat yang tak seberapa lantas menukarnya dengan kebahagiaan hakiki di akhirat nanti, ataukah bersabar di dunia ini dan tunduk kepada syariat Dzat Yang Maha Pencipta lagi Mahabijaksana?