Al-Ustadz Abu Bakar Abdurrahman
Curahan kasih dan sayang suami adalah dambaan setiap istri. Kasih dan sayang itu akan terus bersemi seiring dengan hadirnya akhlak-akhlak mulia yang terpancar dari sang permaisuri (baca: istri). Dialah wanita terbaik yang tersurat dalam sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam berikut.
بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِي ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّٗا كَبِيرٗا ٣٤
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا. قَالَ: وَتَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, “Sebaik-baik wanita (istri) adalah wanita yang apabila engkau memandangnya, dia menyenangkanmu; apabila engkau menyuruhnya, dia menaatimu; dan apabila engkau tidak ada di hadapannya, dia akan selalu mengingat pesanmu untuk menjaga diri dan hartanya.” Kemudian, beliau membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala,
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ
(HR. ath-Thayalisi no. 2444, Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya 3/941 no. 5255, ath-Thabari 5/60, Ahmad no. 7415, dll., dengan kesimpulan bahwa hadits ini shahih)
Muslimah yang dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dalam hadits ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menyebutkan kriteria wanita terbaik dambaan suami. Beliau menyebutkan tiga sifat:
Sudah barang tentu Anda semua ingin menjadi sosok wanita terbaik itu. Sebuah cita-cita yang agung dan tekad yang baik jika Anda menginginkannya. Pada pembahasan ini kami berusaha menyajikan kepada Anda kiat-kiat menjadi wanita terbaik, sebagai bentuk dukungan kami kepada Anda untuk meraih cita-cita mulia ini. Semoga Anda sukses menyemai benih-benih cinta itu tanpa hambatan yang berarti, sehingga cinta suami pun bertabur mewarnai hari-hari Anda.
1. Membahagiakan Suami
Membahagiakan suami adalah kewajiban istri terhadap suami. Tatkala istri berusaha membahagiakan suami, hendaklah dia melakukannya karena Allah semata, karena Allahlah yang memerintahnya untuk berbuat seperti itu. Dengan demikian, ketika amalan ini terwujud, kenikmatannya akan dirasakan betul oleh suami. Suami memandang bahwa istrinya memang benar-benar tulus ikhlas melakukan hal-hal yang menyenangkannya sehingga bertambah besarlah kecintaannya terhadap istri. Sang istri pun akan merasakan kenikmatan dari apa yang dia usahakan. Dia memetik buah dari apa yang selama ini dia kerjakan.
Sebaliknya, jika istri melakukan amalan ini tidak ikhlas semata-mata karena Allah, akan tampak dari gerak-geriknya hal-hal yang menunjukkan keterpaksaannya dalam meladeni dan menyenangkan suami. Jika hal ini berlangsung sementara saja, suami masih bisa bersabar dan memakluminya. Namun, jika hal ini berlangsung terus-menerus dalam jangka panjang, nyaris dipastikan bahwa rumah tangga mereka akan hancur.
Sampailah kita pada titik kesimpulan: jika Anda membahagiakan suami, lakukanlah dengan tulus ikhlas, semata-mata mengharap pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Beberapa hal yang bisa membahagiakan suami
Ketahuilah, Saudariku, bahwa sebagai istri, Anda harus bisa mengenali karakter suami Anda dan mengetahui seleranya sekaligus hal-hal yang dibencinya. Bertolak dari masalah ini, perbuatan-perbuatan yang bisa membahagiakan suami tentu bergantung pada karakter suami dan selera berikut hal-hal yang tidak disukainya. Namun, secara fitrah, pria menginginkan hal-hal di bawah ini pada diri istrinya.
Pria mana pun pasti senang mempunyai istri yang lemah lembut lagi penyayang. Pria yang normal pasti tidak suka jika istrinya berperangai kasar, galak, dan berani menentang suami.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah membimbing para pria agar memilih istri yang lemah lembut dan penyayang.
تَزَوَّجُوا الْوَلُودَ الْوَدُودَ
“Nikahilah wanita yang subur (peranakannya) dan penyayang (kepada suaminya).” (HR. Ahmad 3/158 dan Ibnu Hibban no. 4028 dengan sanad hasan)
Demikianlah. Apabila Anda ingin membahagiakan suami, bersikaplah lemah lembut dan sayang kepadanya.
Pria normal tentu menginginkan istrinya terlihat dalam keadaan bersih, rapi, dan indah. Keadaan seperti ini tidak menuntut istri harus berwajah cantik. Kebersihan, kerapian, dan keindahan pun tidak mesti identik dengan sesuatu yang mahal. Semua itu bisa terwujud, tergantung pada niat dan kesungguhan istri.
Suami tentu tidak suka melihat istrinya dalam keadaan kotor, acak-acakan, dan jelek. Pada keadaan-keadaan tertentu memang suami harus maklum ketika mendapati istrinya dalam keadaan tidak rapi. Namun, hendaklah istri selalu berusaha untuk menampakkan sesuatu yang terindah di hadapan sang suami. Jika hal itu tidak bisa dilakukannya setiap saat, paling tidak dilakukannya dalam sepertiga hari. Jika dia tidak bisa juga karena kesibukannya mengurus anak-anak, memasak, dan mencuci, paling tidak satu atau dua jam dalam sehari dia berpenampilan indah dan memesona di hadapan suaminya.
Pembaca yang semoga dimuliakan Allah, dari dua hal yang telah disebutkan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa secara global, cara membahagiakan suami terbagi menjadi dua. Pertama, cara batin, yaitu dengan kasih sayang dan kelemahlembutan. Kedua, cara lahir, yaitu dengan selalu berpenampilan terbaik di hadapan suami. Jadi, membahagiakan suami akan tercapai apabila dilakukan secara lahir dan batin.
Fenomena yang merebak di tengah-tengah kaum wanita muslimah adalah berhias tatkala ke luar rumah, terlebih pada momen-momen tertentu, seperti menghadiri resepsi pernikahan, berkunjung ke sanak famili, atau berekreasi ke tempat wisata. Salah kaprah dalam berhias ini disebabkan ketidaktahuan mereka tentang ilmu agama. Seandainya mereka mengetahui hadits-hadits yang melarang wanita keluar dari rumah dalam keadaan tabarruj (berhias) di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, dan seandainya mereka mengetahui ayat-ayat yang semakna dengannya lalu tunduk dan mengamalkannya, tentu mereka akan berhenti dari perbuatan ini.
Kami sampaikan satu hadits tentang larangan melakukan tabarruj (berhias di hadapan lelaki nonmahram).
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan (siapa pun dia) yang memakai minyak wangi kemudian melewati suatu kaum (laki-laki) agar mereka mencium bau harumnya, dia adalah pezina.” (HR. Abu Dawud no. 4173 dan at-Tirmidzi no. 2786, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani t)
Maksud sabda beliau “dia adalah pezina” adalah dia menjadi sebab terjadinya perzinaan, dan terancam dengan perbuatan kotor tersebut karena dialah yang memicunya.
Ada dua jalan keluar untuk memecahkan kasus ini. Pertama, hendaklah para wanita muslimah menaruh perhatian terhadap ilmu agama dengan cara mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya, khususnya ilmu agama yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban yang harus dia tunaikan. Kedua, para suami hendaklah menuntut ilmu agama secara lebih mendalam sehingga muncul dari pribadinya sifat cemburu yang syar’i (sesuai dengan syariat Islam). Sebab, banyak suami yang justru mendukung, bahkan memerintah istrinya untuk berdandan, berwangi-wangi, dan memperindah dirinya di hadapan teman-teman suami. Na’udzubillah (kita berlindung kepada Allah) dari kejahilan dan kemaksiatan ini. Apabila suami memahami permasalahan ini, tentu dia akan melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada istrinya.
Upaya istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam untuk membahagiakan sang suami
Saudariku, Anda perlu teladan dalam hal ini. Teladan Anda adalah para istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Bagaimana usaha mereka untuk membahagiakan suami tercinta? Marilah kita simak penuturan ‘Aisyah x, salah satu istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
إِنْ كَانَتْ اِحْدَانَا لَنُفْطِرُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا نَقْدِرُ عَلَى أَنْ نَّقْضِيَهُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَأْتِيَ شَعْبَانُ
“Sungguh, salah seorang di antara kami (para istri Rasulullah) batal puasanya (puasa Ramadhan) pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Kami belum bisa mengqadhanya pada saat bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sampai datang bulan Sya’ban.” (HR. Muslim no. 1146)
Ulama yang meriwayatkan hadits ini menerangkan bahwa yang menghalangi mereka untuk mengqadha (membayar utang puasa Ramadhan) adalah kesibukan mereka melayani Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
An-Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim (4/476), “Mereka tidak mampu melakukan qadha puasa karena masing-masing mempersiapkan diri untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Setiap saat mereka menunggu untuk ‘dinikmati’ oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam ketika beliau menginginkannya, padahal mereka tidak mengetahui kapan Rasulullah menginginkannya. Mereka pun tidak meminta izin untuk melakukan puasa. Sebab, jika diizinkan, mereka khawatir sedang dalam keadaan berpuasa ketika Nabi ingin bersenang-senang dengan istri beliau, sehingga keinginan beliau pun hilang. Apa yang dilakukan para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam ini merupakan adab yang mulia.”
Dalam kisah Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas terdapat faedah bolehnya seorang wanita menunda qadha puasa Ramadhan karena melayani suami. Kemudian, an-Nawawi menjelaskan bahwa hal ini merupakan adab yang mulia.
Renungkanlah, Saudariku! Perkara wajib yang waktunya luas boleh ditunda karena melayani suami, lalu bagaimana dengan perkara yang hukumnya sunnah, bahkan sekadar mubah? Yang lebih parah adalah istri tidak mau meladeni suami dengan alasan karier, sibuk di kantor, atau sibuk mempersiapkan tugas kantor yang harus selesai besok pagi. Akibatnya, suami kehilangan malam indah yang ditunggu-tunggu dan diimpikannya. Semoga Allah menunjuki kaum muslimah ke jalan yang lurus dan diridhai-Nya.
Di antara usaha istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam untuk membahagiakan Rasulullah semasa beliau shallallahu ‘alaihi wassalam masih hidup adalah mereka memanjangkan rambut dan merapikan serta memperindahnya. Namun, setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam wafat, mereka memendekkan rambut supaya mudah pemeliharaannya. Sebab, setelah beliau wafat, mereka tidak butuh lagi berhias seperti ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam masih hidup. (Syarh Shahih Muslim 3/229, syarah hadits no. 320)
2. Menaati Perintah Suami
Disebutkan pula dalam hadits ini bahwa termasuk ciri istri terbaik adalah apabila suami memerintahnya, dia taat. Melaksanakan perintah suami hukumnya wajib. Sampai-sampai, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku (diperbolehkan) memerintah seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya kuperintah istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1159, dinyatakan hasan oleh al-Albani t)
Dalam hadits lain beliau bersabda,
إِذَا الرَّجُلُ دَعَا زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ وَإِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّورِ
“Apabila seorang pria memanggil istrinya untuk memenuhi kebutuhannya, hendaklah si istri memenuhinya walaupun pada saat itu dia sedang di hadapan tanur (perapian untuk memanggang roti).” (HR. at-Tirmidzi no. 1160, dinyatakan shahih oleh al-Albani rahimahullah )
Hadits ini memerintahkan agar istri bersegera memenuhi panggilan suami dalam keadaan apa pun. Istri yang menyandang sifat ini tentu sangat membahagiakan suami dan menunjukkan perhatiannya kepada suami. Apa pun perintah suami, istri bersegera memenuhinya. Istri tidak diperkenankan berlambat-lambat dalam memenuhi keinginan suami, apalagi tidak memenuhinya, bahkan membantahnya.
Kaidah dalam menaati suami
Kaidah dalam menaati suami adalah kaidah umum dalam menaati makhluk, yaitu sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada setiap makhluk dalam hal bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah).”
Kaidah yang kedua adalah perintah tersebut masih dalam batas kemampuan seorang istri, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
“Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (al-Baqarah: 286)
3. Selalu Menjaga Wasiat Suami
Istri yang baik akan selalu menjaga wasiat suami, menjaga kehormatan dan harga diri suami, dan tetap amanah meski suami tidak ada bersamanya.
Sebagai contoh adalah kisah Ummu Habibah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Begitu besarnya penghormatan Ummu Habibah kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Menjelang Fathu Makkah, datanglah Abu Sufyan, bapak Ummu Habibah, menemuinya di rumahnya dengan maksud agar Ummu Habibah bisa melobi Rasulullah dan melunakkan hati beliau sehingga beliau mengurungkan niat untuk menyerang Makkah. Abu Sufyan, yang ketika itu masih kafir, ingin duduk di atas alas duduk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Namun, dengan tegas Ummu Habibah melarangnya seraya mengatakan, “Jangan duduk di sini! Ini alas duduk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, sedangkan engkau seorang musyrik dan najis.” Ummu Habibah tidak ingin ayahandanya sendiri duduk di alas duduk Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam karena menjaga perasaan beliau.
Termasuk menjaga pesan (wasiat) suami adalah menjaga pesan-pesan suami yang tidak diucapkan, tetapi bisa dipahami dari sikap suami. Dalam hal ini, istri yang baik akan selalu berusaha menjaga perasaan suami. Contoh yang bisa kita ambil pelajarannya adalah kisah Asma’ bintu Abi Bakr, istri Zubair bin ‘Awwam. Suatu saat, Asma’ mencari rumput untuk kuda milik Zubair. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam yang melihat Asma’ pun merasa kasihan dan ingin membantunya. Namun, Asma’ menolak karena tahu bahwa suaminya pencemburu.
Dalam bab ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah memberi pelajaran bagi kaum wanita. Beliau bersabda,
وَلَا تَأْذَنُ فِي بَيْتِهِ إِِلَّا بِإِذْنِهِ
“Janganlah istri mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya kecuali dengan izin sang suami.”
Muslimah yang dimuliakan oleh Allah, demikianlah uraian yang bisa kami sampaikan kepada Anda. Semoga uraian singkat ini bisa mendatangkan faedah bagi Anda sehingga benih cinta yang Anda semai di hati suami kian tumbuh dan bersemi. Dengan demikian, Anda pun sukses menjadi wanita dan istri terbaik.
Wallahu a’lam bish shawab.