Masalah Seputar Wali Nikah
Oleh: Al-Ustadz Qomar Su’aidi
Tanya:
Ustadz, saya mau bertanya tentang hadits, “Tidak sah pernikahan tanpa wali.”
1. Siapakah wali yang dimaksud?
2. Apakah dipersyaratkan semua wali harus setuju?
3. Bagaimana jika seorang wanita dinikahkan oleh saudara laki-laki, misalnya, tetapi tidak disetujui oleh ayah wanita tersebut, apakah nikahnya sah?
4. Apakah hadits di atas bermakna wali harus hadir, atau izin saja tanpa kehadiran wali itu diperbolehkan?
5. Kalau ada seseorang yang menikah, walinya jauh dan tidak bisa hadir, tetapi memberikan izin dan mewakilkan kepada KUA, apakah nikahnya sah?
Jazakumullahu khairan.
(Hamba Allah, Yogyakarta)
Jawab:
Bismillah. Terkait dengan pertanyaan Saudara, berikut jawaban kami.
Yang dimaksud wali adalah ‘ashabah atau ahli waris dari kaum laki-laki, yaitu ayahnya, kakeknya, dst; anak laki-lakinya, cucu laki-lakinya dari anak laki-laki, dst; saudara laki-laki yang sekandung, lalu yang seayah; lalu anak laki-laki saudara tersebut; lalu paman dari pihak ayah, lalu yang seayah; lalu anak laki-laki mereka. Yang paling berhak menikahkan adalah yang terdekat jalurnya kepada si wanita, yaitu jalur ayah, kemudian anak, kemudian saudara, kemudian paman.
Kalau si wanita dinikahkan oleh wali yang jauh (hubungan kekerabatannya), padahal ada wali yang lebih dekat dan tidak berhalangan menikahkannya, atau ia tidak setuju, pernikahannya tidak sah. Kalau wali terdekat berhalangan, ia boleh mewakilkan kepada wali yang jauh, bahkan kepada orang lain, termasuk penghulu, walaupun dia (wali terdekat) tidak hadir dalam akad nikah. Kalau tidak ada wali, wali hakimlah yang menikahkan. Kalau wali yang terdekat kekerabatannya menghalangi pernikahan karena alasan yang tidak syar’i, bisa diadukan kepada KUA. Allahu a’lam.