Al-Ustadz Abu Bakar Abdurrahman
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ، وَلَا
يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ . فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنِّي أُرِيْدُ أَنْ أَخْرُجَ فِيْ جَيْشِ كَذَا وَكَذَا، وَامْرَأَتِيْ تُرِيْدُ الْحَجَّ. فَقَالَ: اخْرُجْ مَعَهَا!
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Janganlah seorang wanita safar (bepergian) kecuali bersama mahramnya, dan janganlah seorang pria masuk ke ruang seorang wanita kecuali apabila wanita tersebut bersama mahramnya.’ Seorang pria bertanya, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin berangkat perang bersama suatu pasukan, sedangkan istri saya ingin berangkat haji.’ Rasulullah menjawab, ‘Berangkatlah kamu bersama istrimu!’.” (HR. al-Bukhari no. 1862)
Dalam pandangan Islam, wanita adalah perhiasan[1] yang sangat berharga dan perlu dijaga agar tidak sampai rusak dan pecah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menyifatkan wanita seperti kaca[2] yang mudah pecah.
Pembaca Qonitah yang dimuliakan Allah….
An-Nawawi rahimahullah, di dalam kitab Riyadhush Shalihin, telah membuat sebuah bab dengan judul “Bab Diharamkannya Seorang Wanita Safar (Bepergian) Sendirian”. Maksud sendirian adalah tanpa mahram.
Dari hadits di atas sudah jelas bahwa seorang wanita diharamkan bepergian tanpa mahram. Kemudian, al-Imam an-Nawawi mempertegas hal ini dengan menyebutkan hukumnya, yaitu haram.
Saya (penulis) sengaja menegaskan pernyataan ini guna mengingatkan saudara-saudara saya, kaum muslimin dan muslimat, di negeri tercinta ini, yang mayoritasnya mengklaim diri menganut mazhab Syafi’i. Al-Imam Nawawi rahimahullah adalah ulama bermazhab Syafi’i. Telah kita sepakati keimaman al-Imam an-Nawawi rahimahullah dalam hal agama, ilmu, dan amalannya. Kitab Riyadhush Shalihin pun telah diterima oleh semua golongan dalam umat ini. Oleh karena itu, haramnya seorang wanita safar sendirian tanpa mahram tidak perlu diragukan lagi oleh seorang muslim yang menginginkan kebenaran.
Namun, sangat disayangkan, hukum yang sudah jelas ini ternyata dilanggar oleh banyak muslimah di berbagai belahan bumi tercinta ini.
Hikmah Diharamkannya Seorang Wanita Safar Tanpa Mahram
Telah dijelaskan oleh syariat bahwa wanita adalah makhluk yang lemah akal dan agamanya. Wanita adalah fitnah bagi kaum pria. Setiap pria akan tergoda oleh wanita, dan pada umumnya akan selalu berusaha mencari kesempatan untuk mendekati wanita, kecuali orang-orang yang imannya kuat dan dijaga oleh Allah dari godaan wanita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah menjelaskan bahwa awal fitnah yang menimpa Bani Israil adalah godaan wanita. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh beliau,
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Sesungguhnya pula Allah menjadikan kalian menguasai dunia ini lalu Dia melihat bagaimana amalan kalian. Oleh karena itu, takutlah kalian terhadap dunia dan wanita, karena fitnah pertama yang menimpa Bani Israil adalah fitnah wanita.” (HR. Muslim no. 2742)[3]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda yang maknanya, “Tidak ada sepeninggalku suatu ujian yang lebih berbahaya bagi kaum pria daripada godaan wanita.” Artinya, ujian yang paling besar bagi kaum pria adalah godaan wanita.
Dari sisi inilah wanita dilarang safar (bepergian) tanpa mahram.
Siapakah Mahram Wanita?
Mahram wanita dibagi menjadi tiga macam.
Pembaca Qonitah yang dimuliakan Allah, macam yang pertama, yaitu mahram dengan sebab kekerabatan, ada tujuh orang:
Mahram dengan sebab penyusuan ada tujuh orang pula:
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ
“Pihak-pihak yang menjadi mahram karena penyusuan sama dengan pihak-pihak yang menjadi mahram karena nasab (kekerabatan).”
Pembaca Qonitah yang dimuliakan Allah, macam yang ketiga, yaitu mahram dengan sebab pernikahan, adalah:
Pembaca Qonitah yang dimuliakan Allah…. Secara global, mahram Anda bisa digambarkan dengan skema berikut.
Pengertian Safar
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Setiap perjalanan yang dianggap oleh manusia sebagai safar (bepergian), tidak boleh seorang wanita menempuhnya kecuali bersama mahramnya. Sebab, dikhawatirkan fitnah, kejelekan, dan musibah akan menimpa wanita tersebut.” (Syarh Riyadhush Shalihin 1/128, melalui al-Maktabah asy-Syamilah)
Dalam perjalanan yang tidak termasuk safar pun, apabila dikhawatirkan terjadi fitnah dan kejelekan, hendaknya wanita disertai oleh mahramnya. Sebab, dalam hadits di atas disebutkan, “Janganlah seorang pria masuk (ke ruang wanita) kecuali apabila wanita tersebut bersama mahramnya.”
Telah disebutkan bahwa mahram harus dari kalangan pria. Wanita tidak bisa menjadi mahram untuk wanita yang lain. Sekelompok wanita juga tidak bisa menjadi mahram untuk seorang wanita. Suami saudara perempuan (ipar) bukanlah mahram Anda! Suami bibi Anda juga bukan mahram Anda!
Jika seorang wanita ingin berhaji tetapi belum mempunyai mahram, tidak ada dosa atasnya untuk menunda haji sampai dia mendapatkan mahram yang bisa menemaninya. Hal ini telah difatwakan oleh para ulama, di antaranya al-Lajnah ad-Da’imah. Lihat Fatawa al-Lajnah 17/339, melalui al-Maktabah asy-Syamilah.
Kriteria mahram yang sempurna adalah muslim, balig, berakal, mempunyai sifat-sifat yang baik, dan memiliki jiwa kelaki-lakian yang selalu memerhatikan, melindungi, dan mencegah si wanita dari hal-hal buruk yang bisa menimpanya.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa kesalahan yang menimpa sebagian muslimat. Contohnya, seorang wanita diantar ke bandara oleh mahramnya, kemudian dibiarkan naik pesawat tanpa ditemani si mahram. Setelah sampai ke tujuan, wanita tersebut dijemput oleh mahramnya yang lain. Hal ini termasuk kesalahan. Sebab, ketika di dalam pesawat, wanita tersebut dalam perjalanan safar tanpa mahram. Tidak diketahui siapa yang duduk di sampingnya.
Pembaca Qonitah yang dimuliakan oleh Allah, perkara yang telah saya sebutkan di atas itu diingkari oleh para ulama. Apalagi perkara yang lebih besar daripada itu, yang kita dapati di negeri kita tercinta ini! Seorang wanita pulang-pergi naik kendaraan umum tanpa mahram; tidak ada yang mengantar, tidak ada pula yang menjemputnya.
Wanita yang lain mengendarai sepeda motor, menempuh jarak yang sangat jauh tanpa mahram. Setelah itu, dia tinggal di tempat kos selama beberapa hari atau beberapa bulan tanpa mahram. Tidak dijamin bahwa tempat kos tersebut aman dari fitnah dan kejelekan.
Semoga tulisan yang ringkas ini berfaedah bagi kita semua.
Wallahu a’lam bish shawab.
[1] Sebagaimana firman Allah dalam surat az-Zukhruf ayat 18,
أَوَ مَن يُنَشَّؤُاْ فِي ٱلۡحِلۡيَةِ وَهُوَ فِي ٱلۡخِصَامِ غَيۡرُ مُبِينٖ
“Dan apakah patut menjadi (anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan, sedangkan dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran?”
[2] Sebagaimana dalam hadits riwayat al-Bukhari no. 6202, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
يَا أَنْجَشَةُ ، رُوَيْدَكَ سَوْقَكَ بِالْقَوَارِيرِ
“Wahai Ansjasyah, pelan-pelanlah kamu membawa botol-botol kaca.”
Maksud القَوَارِيْرُ (botol-botol kaca) adalah para wanita.
[3] Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Maknanya, hindarilah sifat tergila-gila terhadap dunia dan wanita. Termasuk dalam kategori fitnah wanita adalah para istri dan selain mereka. Namun, yang paling banyak fitnahnya adalah istri. Sebab, fitnah istri selalu menyertai pria. Tambahan pula, pada kebanyakan manusia, ujiannya adalah dengan istri.
Adapun makna dunia itu manis dan hijau, ada dua tafsiran. Yang pertama, maknanya adalah indah, berseri-seri, dan lezat dirasakan oleh hati manusia—layaknya buah yang hijau lagi manis—karena hati sangat berambisi terhadapnya. Itulah dunia. Makna yang kedua, dunia itu cepat lenyap bagaikan tumbuhan yang hijau dan terasa manis, tetapi cepat hilang kenikmatannya.” (Dinukil dengan sedikit tambahan)