Qonitah
Qonitah

hukum seputar aqiqah

10 tahun yang lalu
baca 5 menit
HUKUM SEPUTAR AQIQAH

buah-kasih-11Al-Ustadzah Ummu Umar Asma

Setelah anak terlahir kedunia, syariat memberikan tuntunan agar orang tua melakukan beberapa hal. Dengan hikmah dari Allah, tentu hal-hal tersebut disyariatkan demi kebaikan anak dan orang tua, di dunia dan di akhirat.

Di antara hal yang disyariatkan dalam Islam setelah kelahiran anak ialah pelaksanaan aqiqah, yaitu penyembelihan yang dilakukan terkait dengan kelahiran anak. Berikut penjelasan secara umum tentang aqiqah, yang diambil oleh penulis dari kitab ad-Darari alMudhiyyah karya al-Imam asy-Syaukani rahimahullah . Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

 

Pensyariatan Aqiqah

            Banyak hadits Nabi yang menyebutkan pelaksanaan aqiqah. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pelaksanaan aqiqah disyariatkan dalam agama Islam. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan yang selain beliau, dari Salman bin ‘Amir adh-Dhabbi radhiyallahu ‘anhu, dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى

“Anak yang lahir itu bersama aqiqahnya, maka sembelihlah (aqiqah) dan hilangkanlah gangguan darinya.” (HR. al-Bukhari no. 5472)

Hadits ini jelas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan penyelenggaraan aqiqah.

Hadits lainnya adalah yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

“Setiap anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan (aqiqah) pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur habis rambutnya, dan dia diberi nama.” (HR. Ahmad dan selain beliau)

 

Hukum Aqiqah

            Dalam kitab tersebut, al-Imam asy-Syaukani menyebutkan bahwa hukum aqiqah adalah mustahab (disenangi), tidak sampai kepada hukum wajib. Beliau membawakan hadits dari ‘Amr bin Syu’aib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ، عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِأَتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ

“Barang siapa suka untuk menyembelih karena kelahiran anaknya, hendaknya dia melakukannya. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang mukafi’atan, dan untuk anak perempuan seekor kambing.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasa’i)

Setelah itu, beliau menjelaskan bahwa hadits ini merupakan dalil bahwa hadits-hadits yang menyebutkan tergadainya seorang anak dengan aqiqahnya tidaklah menunjukkan wajibnya aqiqah, tetapi menunjukkan bahwa hukumnya hanya mustahab.

Adapun maksud sabda beliau ‘mukafiatan’ adalah kedua kambing tersebut serupa atau umurnya hampir sama.

 

Apa yang Disembelih?

Berdasarkan hadits dari ‘Amr bin Syu’aib di atas, kita ketahui bahwa yang disembelih adalah dua ekor kambing apabila anak yang lahir adalah laki-laki, dan seekor kambing apabila anak yang lahir adalah perempuan.

 

Waktu Penyembelihan

            Al-Imam asy-Syaukani menyebutkan bahwa aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran anak, sebagaimana dipahami dari hadits Samurah bin Jundab yang telah lalu.

 

Sunnah Lain pada Hari Ketujuh

            Selain melaksanakan aqiqah, pada hari ketujuh ini disunnahkan pula bagi kedua orang tua mencukur habis rambut bayi, kemudian bersedekah dengan perak seberat rambut bayi tersebut. Tentang hal ini, al-Imam asy-Syaukani menyebutkan bahwa dalilnya adalah hadits yang menunjukkan perintah Rasulullah kepada putri beliau, Fathimah az-Zahra, untuk melakukannya. Hadits lain yang mendukungnya diriwayatkan oleh al-Imam Malik, Abu Dawud, dan al-Baihaqi, dari Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali, dari ayahnya yang berkata,

وَزَنَتْ فَاطِمَةُ شَعَرَ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَزَيْنَبَ وَأُمِّ كُلْثُومٍ فَتَصَدَّقَتْ بِزِنَةِ ذَلِكَ فِضَّةً

            “Fathimah menimbang rambut al-Hasan, al-Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, lalu bersedekah dengan perak seberat rambut tersebut.”

            Hadits yang lain diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim, dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang berkata,

عَقَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْحَسَنِ بِشَاةٍ وَقَالَ: يَا فَاطِمَةُ، احْلِقِي رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِي بِوَزْنِ شَعْرِهِ فِضَّةً. قَالَ: فَوَزَنَتْهُ فَكَانَ وَزْنُهُ دِرْهَمًا أَوْ بَعْضَ دِرْهَمٍ

            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengaqiqahi al-Hasan dengan seekor kambing dan bersabda, Wahai Fathimah, cukurlah (gundul) kepalanya, lalu bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya.’ Fathimah pun menimbangnya, dan ternyata, beratnya adalah satu atau setengah dirham.

Sebagai tambahan faedah yang sangat berharga mengenai pencukuran rambut ini, penulis bawakan keterangan Ibnul Qayyim dalam kitab beliau, Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud.

Beliau menjelaskan bahwa yang terkait dengan masalah ini adalah al-qaza’, yaitu mencukur (gundul) sebagian rambut kepala bayi dan membiarkan sebagian yang lain. Ibnu ‘Umar menyebutkan bahwa Rasulullah melarang al-qaza’. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Larangan beliau ini menunjukkan kecintaan Allah dan Rasul-Nya kepada segenap manusia. Sebab, al-qaza’ merupakan bentuk kezaliman terhadap kepala, karena sebagiannya dibiarkan tertutupi rambut, sementara sebagian yang lain terbuka.

Ada empat bentuk al-qaza’, yaitu:

  1. Kepala digundul di beberapa bagian saja, sementara di bagian lain dibiarkan.
  2. Bagian tengah kepala digundul, sedangkan bagian sampingnya dibiarkan, sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh Nasrani.
  3. Bagian sampingnya digundul, sedangkan bagian tengahnya dibiarkan, sebagaimana perbuatan orang-orang gembel dan rendahan.
  4. Bagian depannya digundul, sedangkan bagian belakang dibiarkan.

Beliau rahimahullah juga menyebutkan bahwa dahulu, pada zaman jahiliah, orang-orang melumuri kepala bayi—setelah digundul—dengan darah hewan aqiqah. Mereka melakukannya dengan anggapan bahwa darah tersebut berbarakah. Sampai-sampai, tuhan-tuhan mereka pun mereka lumuri dengan darah hewan aqiqah ini. Kemudian, perbuatan ini dilarang oleh Rasulullah karena menyerupai perbuatan orang-orang musyrik. Beliau n memberikan solusi yang lebih bermanfaat, baik bagi anak maupun orang miskin, yaitu menggundul kepala bayi kemudian menyedekahkan perak seberat rambut tersebut. Adapun kepala dilumuri dengan za’faran (sejenis minyak wangi) yang jelas lebih bersih, lebih wangi, dan lebih baik daripada darah yang kotor dan berbau tidak sedap.

Di antara manfaat menggundul kepala bayi ialah:

  1. Membersihkan kepalanya dari kotoran-kotoran yang menempel selama si bayi berada dalam Setelah digundul, pori-pori kulit kepalanya akan terbuka.
  2. Menghilangkan rambut yang lemah agar tumbuh rambut yang lebih kuat dan lebih subur.
  3. Menyehatkan bayi dan menguatkan daya penglihatan, pendengaran, dan

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita untuk melaksanakannya, sebagai bentuk pendekatan diri kepada-Nya dan rasa syukur kita atas nikmat-Nya yang begitu besar. Amin, ya Rabbal ‘alamin.

Sumber Tulisan:
HUKUM SEPUTAR AQIQAH