Qonitah
Qonitah

bersegera memenuhi perintah allah dan rasul-nya

10 tahun yang lalu
baca 12 menit
Bersegera Memenuhi Perintah Allah dan Rasul-Nya

titian-sunnah-13Al-Ustadz Abu Amr Alfian

Wahai wanita muslimah, sungguh Anda adalah wanita yang mulia dan berderajat tinggi apabila Anda hiasi diri dengan sifat-sifat terpuji. Anda akan mulia di hadapan makhluk dan di hadapan Pencipta para makhluk. Sekali lagi, hal itu hanya tercapai dengan sifat-sifat terpuji. Di antara sifat terpuji yang paling besar adalah takwa kepada-Nya. Allah berfirman kepada Ummahatul Mukminin,

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ

“Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kalian bertakwa.” (al-Ahzab: 32)

Wahai wanita muslimah, jika Anda ingin meraih kemulian, raihlah dengan takwa. Di antara bentuk ketakwaan adalah bersegera memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٥١ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَخۡشَ ٱللَّهَ وَيَتَّقۡهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ ٥٢

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, ialah ucapan, ‘Kami mendengar, dan kami taat.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, merekalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (an-Nur: 51—52)

Disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, dalam ayat ini Allah memberitakan sifat kaum mukminin yang menjawab (memenuhi) panggilan Allah dan Rasul-Nya.

Termasuk Anda, wahai saudari muslimah. Hendaknya Anda adalah muslimah yang bersegera menjawab panggilan Allah dan Rasul-Nya, dengan bersegera melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya serta bersegera meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya.

Contoh praktik nyata dari para shahabiyyah (sahabat wanita) radhiyallahu ‘anhunna dalam hal bersegera beramal begitu datang perintah kepada mereka, adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Semoga Allah merahmati para wanita Muhajirin pertama. Tatkala turun ayat,

وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ

‘… dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka.’ (an-Nur: 31)

mereka segera memotong pakaian bawah mereka (yang panjang) dan mereka jadikan sebagai kerudung.” (HR. al-Bukhari no. 4758)

Sikap terpuji dan mulia ini, yaitu bersegera memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya, juga ditunjukkan dalam praktik nyata oleh para shahabiyyah lainnya. Seperti yang dikisahkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu,,

“… hingga beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam) mendatangi tanda dekat rumah Katsir bin Shalt,[1] dan melaksanakan shalat (id). Setelah itu beliau berkhotbah. Kemudian beliau mendatangi (tempat) kaum wanita bersama Bilal. Beliau pun memberi nasihat kepada para wanita, mengingatkan mereka, dan memerintah mereka untuk bersedekah.[2] Maka aku (Ibnu ‘Abbas) melihat mereka melemparkan (harta/perhiasan untuk sedekah, pen.) ke kain (yang dibentangkan oleh) Bilal. (HR. al-Bukhari 977)

Perhatikan, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghasung para wanita mukminah ketika itu untuk bershadaqah, seketika itu pula mereka melaksanakan perintah tersebut.

Pada dua cuplikan praktik nyata di atas terdapat teladan indah bagi kaum wanita mukminah, yaitu bahwa apabila wanita mukminah mendengar perintah Allah dan Rasul-Nya, hendaknya ia bersegera menaati dan melaksanakan perintah tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari, sikap bersegera memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya bisa dibuktikan antara lain dalam hal-hal berikut.

  1. Bersemangat dalam Menuntut Ilmu

Yang dimaksud adalah ilmu syar’i, sebagaimana ditegaskan oleh banyak ulama, di antaranya asy-Syaikh al-Walid al-‘Allamah ‘Ubaid al-Jabiri hafizhahullah. Beberapa waktu yang lalu beliau mengatakan, “Apabila ilmu dimutlakkan, maka di kalangan ahlul Islam, tidaklah diarahkan maknanya pertama kali kecuali pada makna ilmu syar’i. Ilmu syar’i adalah memahami al-Qur’anul Karim dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam sesuai dengan pemahaman as-Salafush Shalih, yaitu setiap orang yang berjalan di atas jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sepeninggal beliau. Generasi as-Salafush Shalih yang paling utama adalah para sahabat radhiyallahu ‘anhum; kemudian para imam tabi’in setelah mereka, seperti Sa’id bin al-Musayyib, al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr, Mujahid bin Jabr, dan para ulama lainnya yang dikenal oleh orang-orang sezamannya sebagai imam dalam agama, berkedudukan terhormat, memiliki keutamaan, dan pemberi nasihat kepada umat; kemudian para ulama setelah tabi’in, di antaranya adalah imam yang empat, para pimpinan mazhab yang terhormat dan diikuti.”[3]

Maka dari itu, kaum wanita mukminah juga harus bersemangat dan bersegera dalam menuntut ilmu syar’i. Sikap seperti ini telah dicontohkan oleh para sahabat wanita radhiyallahu ‘anhunna. Dari Abu Sa’id al-Khudri z,

جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيثِكَ، فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيكَ فِيهِ تُعَلِّمُنَا مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ، فَقَالَ: اجْتَمِعْنَ فِي يَوْمِ كَذَا وَكَذَا فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا. فَاجْتَمَعْنَ، فَأَتَاهُنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ

“Seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kaum pria menguasai hadits-hadits Anda (sementara kami, kaum wanita, tidak, -pen.). Maka dari itu, jadikanlah dari Anda satu hari (khusus) untuk kami mendatangi Anda pada hari tersebut, dan Anda mengajari kami ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepada Anda.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Berkumpullah kalian pada hari demikian di tempat demikian.’ Mereka pun berkumpul (pada waktu dan tempat yang ditentukan, -pen.), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam datang kepada mereka dan mengajari mereka ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepada beliau.” (HR. al-Bukhari no. 7310 dan Muslim no. 2633)

Perhatikanlah semangat besar para sahabat wanita. Mereka tidak mau tertinggal dari para sahabat pria dalam hal ilmu dan amal. Maka dari itulah, mereka meminta waktu khusus kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya tidak lain adalah menjalankan perintah—untuk belajar dan menuntut ilmu—yang tertuang dalam banyak dalil, baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Di antaranya adalah sabda Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu adalah faridhah (kewajiban) atas setiap muslim. (HR. Ibnu Majah no. 224 dari Anas bin Malik z)

  1. Menjadi Wanita Salihah

Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan sifat-sifat wanita mukminah,

فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ

“Maka wanita-wanita salihah ialah para wanita yang qanitah lagi menjaga diri ketika suami mereka tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka).” (an-Nisa’: 34)

Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari[4] rahimahullah menerangkan dalam Tafsirnya, “Yang dimaksud oleh firman Allah ‘wanita-wanita salihah’ adalah para wanita yang beragama lurus dan senantiasa mengamalkan kebaikan.”

Adapun tentang makna para wanita qanitah, beliau mengatakan, “Yakni para wanita yang menaati Allah dan suaminya.”

Bersegeralah, wahai wanita mukminah. Jadilah kalian yang terdepan demi mendapatkan predikat mulia: wanita salihah. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam menyebut mereka sebagai perhiasan yang terbaik,

الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salihah.” (HR. Muslim no. 1467 dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)

 

  1. Tidak Meremehkan Kebaikan Sedikit Pun

Salah seorang Ummahatul Mukminin, Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, menuturkan, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

‘Barang siapa shalat dua belas rakaat dalam sehari semalam (yaitu shalat-shalat sunnah rawatib), akan dibangunkan untuknya rumah di jannah (surga) karena shalat-shalat itu’.”

Ummu Habibah lalu berkata, “Saya tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut semenjak mendengar tentang keutamaannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim no. 728)

 

  1. Menjaga Hijab Syar’i

Syariat yang mulia ini berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala ar-Rahman (Maha Pengasih) al-Alim (Maha Berilmu) al-Hakim (Mahabijak). Maka dari itu, tidaklah suatu aturan diturunkan oleh Allah melainkan pasti bermanfaat dan terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Termasuk kasih sayang-Nya adalah aturan hijab untuk kaum wanita muslimah. Benar-benar syariat Allah ini melindungi dan menjaga harga diri dan kehormatan kaum wanita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٥٩

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab[5] mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali sehingga tidak diganggu. Adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Ahzab: 59)

Allah subhanahu wa ta’ala memerintah Nabi-Nya untuk menyampaikan perintah-Nya kepada kaum wanita mukminah, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka.”

Dikisahkan oleh salah seorang Ibunda Kaum Mukminin, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa ketika ayat tersebut turun, wanita-wanita Anshar keluar seakan-akan di atas kepala mereka ada burung-burung gagak, karena baju mereka berwarna hitam. (HR. Abu Dawud no. 4101, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah )

Subhanallah (Mahasuci Allah)…. Demikianlah sikap para sahabat wanita radhiyallahu anhunna. Mereka bersegera menyambut perintah Allah dan Rasul-Nya, maka teladanilah mereka, wahai saudari muslimah. Merekalah generasi utama dan mulia. Keutamaan dan kemuliaanlah yang akan Anda raih jika Anda berupaya meniru mereka.

 

  1. Menaati Suami

Di antara kemuliaan tertinggi wanita mukminah adalah tatkala dia menjadi wanita qanitah, yaitu wanita yang taat kepada Allah dan kepada suaminya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَأَحْصَنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita melaksanakan kewajiban shalat lima waktunya, berpuasa pada bulan (Ramadhan)nya, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, dia akan masuk jannah melalui pintu mana pun yang ia mau.” (HR. Ibnu Hibban no. 4151 dari Anas bin Malik, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Adab az-Zifaf)

Bersegeralah melaksanakan perintah nan agung ini, wahai para istri muslimah. Sedemikian penting perintah ini sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam menekankannya dengan sabda beliau,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Kalau aku boleh memerintah seseorang sujud kepada orang lain, niscaya kuperintah istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1159 dari Abu Hurairah. Lihat al-Irwa no. 1998)

Ketika ditanya tentang wanita terbaik, Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam menerangkan ciri-cirinya sebagai berikut.

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

“Yang menyenangkan suami ketika suami melihatnya, menaati suami ketika suami memerintahnya, dan tidak menyelisihi (perintah suami) pada diri dan hartanya dengan sesuatu yang dibenci oleh suami.” (HR. an-Nasa’i no. 3231 dan Ahmad 2/251. Lihat ash-Shahihah no. 1838)

Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih bin Muhammad al-Luhaidan hafizhahullah berkata, “Istri adalah pengatur rumah, pimpinan di rumah. Tanggung jawabnya besar. Tidak diragukan bahwa di antara kebahagiaan seorang muslim adalah ketika dia dikaruniai istri yang salihah. Istri tersebut menjaga rumahnya dan dirinya ketika dia (suami) tidak ada, membantu dan mengingatkan suami tatkala sang suami ada. Istri tersebut merupakan perbendaharaan terbaik yang disimpan oleh seorang mukmin. Wanita salihah adalah yang membuat senang/gembira suami apabila suami memandangnya. Bukan maknanya menggembirakan suami karena kecantikannya! Sesungguhnya kecantikan itu tahapan paling akhir. Namun, istri tersebut menggembirakan suami dengan adab, khidmah, dan keindahan sikapnya, serta rasa takutnya kepada Rabbnya ‘azza wa jalla . Selain itu, dia menolong suaminya dalam amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Rabbnya ‘azza wa jalla. Apabila suami melihatnya, dia (istri) menggembirakannya, apabila suami memerintahnya, dia (istri) menaatinya, dan apabila suami sedang tidak ada, istri menjaganya. Istri menjaga suami ketika suami tidak ada, yaitu menjaga dirinya, menjaga rumahnya, dan mengawasi anak-anaknya.” (Muhadharah berjudul “Tangan Allah Bersama Jamaah”, 13/08/1430 H)

Sekali lagi, saudari muslimah, jadilah insan yang bersegera melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan dalam firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ ٢٤

Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Allah dan Rasul memanggil kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian.(al-Anfal: 24)

Segala sesuatu yang diperintah dan dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya memberikan kehidupan kepada kalian, yaitu kehidupan hati. Sebab, kehidupan hati dan ruh adalah dengan ‘ubudiyyah (penghambaan diri, ibadah) kepada Allah subhanahu wa ta’ala, senantiasa menaati-Nya, dan senantiasa menaati Rasul-Nya.

[1] Yaitu tempat shalat (mushalla) untuk shalat ‘Id.

[2] Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Di antara faidah yang bisa diambil dari hadits ini: disukainya menasihati kaum wanita, mengajari mereka tentang hukum-hukum Islam, dan mengingatkan mereka akan kewajiban-kewajiban mereka. Disukai pula memberikan dorongan kepada kaum wanita untuk bersedekah, dan mengkhususkan hal itu untuk mereka dalam majelis tersendiri. Itu semua dilakukan apabila aman dari fitnah dan mafsadah.(yakni dilakukan di balik hijab misalnya, –pen.). (Fathul Bari, syarh hadits no. 978)

Asy-Syaikh Ibnu al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Yakni mengingatkan kaum wanita, dan mengkhususkan mereka dengan nasihat. Namun, ini pada masa dahulu. Alhamdulillah, pada masa sekarang, dengan adanya pengeras suara, nasihat untuk kaum pria bisa juga didengar oleh kaum wanita. Karena kaum wanita bisa mendengar juga nasihat (tersebut, melalui pengeras suara).” (Syarh Shahih al-Bukhari IV/12)

[3] Dari pengantar dan sambutan beliau terhadap program yang digelar oleh situs Miratsul Anbiya’ (http://ar.miraath.net) dengan tajuk “Majalis ‘Miratsul Anbiya’at-Ta’shiliyyah”.

[4] Beliau adalah imam para ahli tafsir, salah seorang imam besar dari kalangan Ahlus Sunnah. Beliau dikenal sebagai panutan dan rujukan umat, dipuji dan diakui oleh para ulama sezamannya dan sesudahnya. Beliaulah penulis Jami’ul Bayan fi Ta’wil al-Qur’an yang lebih dikenal dengan Tafsir ath-Thabari. Kitab tafsir ini diakui dan diterima oleh para ulama Ahlus Sunnah sebagai kitab tafsir yang berjalan di atas manhaj Salaf. Di samping itu, memang penulisnya dikenal sebagai ulama yang berakidah shahih dan bermanhaj lurus. Beliau hidup 224—310 H/839—923 M.

[5] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka, dan dada.