Pertanyaan:
Kapankah waktu melempar jamarat pada hari-hari tasyrik, sebelum Zawal atau setelahnya? Dan kapankah waktu yang lebih afdhol untuk melempar, di awal waktu atau di akhirnya?
Jawab:
Amalan pada hari hari-hari tasyrik adalah melempar tiga jumroh; Jumroh Shughro, Jumroh Wustho dan Jumroh Aqobah. Setiap jumroh dilempar tujuh kali lemparan, artinya dalam satu hari melempar 21 lemparan.
Adapun waktu melempar jamarat pada hari hari tasyrik dimulai setelah zawal (masuk waktu zhuhur) hingga tenggelam matahari. Inilah pendapat Jumhur Ulama.
Pada saat haji wada, selama hari tasyrik Rasulullah ﷺ selalu melempar jamarat setelah masuk waktu zhuhur, belum pernah sekalipun beliau ﷺ melempar jamarat di hari tasyrik sebelum zawal. Ini menunjukkan bahwa sebelum zawal bukanlah waktu melempar jamarat.
Dalam Shahih Muslim diiwayatkan dari Shahabat Jabir bin Abdillah:
رمى رسول الله ﷺ يوم النحر ضحى ورمى بعد ذلك بعد الزوال
Rasulullah ﷺ melempar (Jumroh Aqabah) pada hari nahr di waktu dhuha, dan beliau melempar setelah hari itu (yakni hari-hari tasyrik) setelah zawal (waktu dhuhur).
Apabila jamaah haji terpaksa belum melempar jamarat hingga tenggelam matahari, maka tidak mengapa untuk melemparnya pada malam hari.
Adapun waktu manakah yang paling afdhol, antara waktu awal atau waktu akhir, maka perhatikanlah waktu manakah yang anda bisa melakukan lempar jumroh dengan tenang dan khusyu? Karena maksud dari melempar jumroh adalah mengingat Allah. sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah ﷺ:
إنما جعل الطواف بالبيت وبالصفا و المروة و رمي الجمار لإقامة ذكر الله
“Sesungguhnya disyareatkan thawaf, sa’i antara shafa dan marwah, demikian pula melempar jumrah, tidak lain adalah untuk menegakkan dzikrullah.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ahmad (6/64))
Apabila dengan mengakhirkan waktu melempar suasana lebih kondusif, lebih mudah untuk anda mendapatkan kekhusyu’an maka mengakhirkan lebih baik, karena hal-hal yang terkait langsung dengan ibadah lebih diutamakan daripada hal-hal yang terkait dengan waktu atau tempat ibadah. Allahu a’lam.