Problematika Umat
Problematika Umat oleh Abu Ismail Rijal

ied bersama pemerintah atau bersama sebagian yg menyempal?

2 tahun yang lalu
baca 5 menit
Ied Bersama Pemerintah atau bersama sebagian Yg Menyempal?

Pertanyaan:

Hari-hari ini kita dibingungkan dengan kemungkinan iedul fithri yang berbeda. Sebagian kelompok sudah memutuskan ied pada hari jumat, sementara pemerintah belum memutuskan kecuali setelah digelar ru’yatul hilal di ratusan titik di penjuru nusantara dan sidang itsbat. Ada kemungkinan ied bersama pemerintah adalah hari sabtu. Dalam keluarga kami pun terbagi menjadi dua. Yang menyedihkan, ketika kita mengikuti pemerintah dan berpuasa di hari mereka berhari raya, mereka berusaha mempengaruhi agar kami berbuka saja, sholatnya besok bareng pemerintah. Ada lagi yang lebih menyedihkan, ada yg mengatakan bahwa para shahabat tidak menggunakan hisab karena mereka jahil/bodoh dengan ilmu ini. Allahul musta’an. Mohon faedahnya.

Jawaban:

Kembali kepada Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman salaful ummah adalah kewajiban setiap muslim dan merupakan salah satu prinsip ahlus sunnah wal jamaah.

Setiap perselisihan yang kita hadapi, wajib kita kembalikan kepada Allah (Al Quran) dan Rasul-Nya (As Sunnah), itulah semestinya yang kita tempuh.

Dalam menentukan satu Ramadhan atau satu Syawwal tidak diragukan bahwa Rasulullah ﷺ dan para shahabat menentukannya dengan Ru’yatul hilal (melihat hilal dengan mata kepala). Shahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنِّى رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

Para shahabat berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku kabarkan kepada Rasulullah ﷺ bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan manusia agar berpuasa.” (HR. Abu Daud no. 2342 dan dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahullah)

Selama sembilan tahun berpuasa, Rasulullah ﷺ selalu menentukan awal Ramadhan dan awal Syawwal dengan ruyatul hilal. Tidak ada sama sekali beliau menggunakan hisab. Bahkan dengan tegas Rasulullah ﷺ memberikan solusi apabila hilal tidak terlihat karena tertutup debu, mendung, atau memang tdk terlihat, untuk menyempurnakan bulan Syaban atau Ramadhan tiga puluh hari. Rasulullah ﷺ bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا

Berpuasalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Apabila tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian. (HR. An Nasai no. 2116. dan dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahullah)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فإنْ غُبِّيَ علَيْكُم فأكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ.

“Berpuasalah ketika melihat hilal, dan berbukalah ketika melihat hilal, apabila pandangan tertutupi (oleh debu, awan), maka sempurnakanlah bulan syaban tiga puluh hari.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah)

Betapa mudahnya Syareat Allah dan bimbingan Rasul-Nya ﷺ

Pemerintah kita dan sebagian besar masyarakat indonesia alhamdulillah mengikuti apa yang Rasulullah ﷺ bimbingkan, yaitu berpuasa dan berbuka dengan melihat hilal. Sehingga tidak perlu ragu untuk berpuasa dan berbuka bersama dengan pemerintah, dan jamaah kaum muslimin. Demikian pula jangan ragu untuk meninggalkan cara cara bid’ah dalam menentukan satu syawwal atau satu romadhon dengan hisab falaki.

Berpuasa dan berbuka bersama pemerintah setiap negeri juga akan memperkecil daerah khilaf (perselisihan) , sehingga persatuan kaum muslimin semakin kokoh.

Allah tidak mensyareatkan Hisab kepada Rasulullah ﷺ

Sungguh sangat menyedihkan ketika seorang berbangga dengan ilmu hisab yang dia pelajari lalu mengatakan: “Cara ru’yah adalah cara yg kuno. Rasulullah ﷺ tidak melakukan hisab karena: maaf-maaf saja, beliau dan para shahabat tidak punya ilmu itu. Jadi ya sangat wajar lah kalau beliau, para shahabat, para imam ahlus sunnah tdk memakai ilmu hisab. Berbeda dengan kita yang sudah sekian langkah lebih maju. Kalau dulu di zaman Rasulullah ﷺ maaf maaf saja setiap tahun harus ruyatul hilal, namun kami bisa menentukan awal ramadhan, awal syawwal, awal dzul hijjah sampai sekian puluh tahun bahkan sekian ratus tahun ke depan..”

Allahu akbar, sangat menyedihkan dan memprihatinkan ucapan itu.

Demi Allah, coba kita jawab dengan sedikit saja akal sehat: “Apakah Allah tahu ilmu hisab yang kalian banggakan? Atau Allah tidak tahu? Sebagai orang yg beriman tentu kita akan katakan, “Allah mengetahuinya.”

Pertanyaan berikutnya apakah Allah syareatkan dan perintahkan Rasulullah ﷺ untuk menggunakan hisab dalam penentuan ramadhan, syawwal dan dzulhijjjah?

Jawabannya, “Allah tidak syareatkan ilmu itu sebagai patokan syareat dalam menentukan satu syawwal dan ramadon, atau dzulhijjah, bahkan dipastikan selama Rasulullah ﷺ hidup, selama sembilan tahun berpuasa sejak tahun 2H hingga 10H selalu menggunakan ruyatul hilal”

Sisi lain, dalam prakteknya mereka yg sombong dengan ilmu hisab tidak konsisten dg keyakinannya. Ketika mereka pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji, menunaikan wukuf di Arafah bisa dipastikan mereka meninggalkan hisab yang mereka banggakan dan lebih mengikuti ruyatul hilal di negeri Haramain. Adakah kalian berani mendahului wukuf kaum muslimin yg ied besama pemerintah setempat?

Fa’tabiru yaa ulil abshoor.

Apabila ada yang mengatakan, bukankah ada ahli fikih yg mengikuti hisab?

Kita katakan, patokan kebenaran bukan pada seorang atau kelompok, namun Al Kitab, As Sunnah dan Ijma.

Sebagian kelompok memang sering merujuk pada ilmu hisab seperti syiah rafidhoh, sebagian kecil ahli fiqh belakangan ada pula yang sependapat dengan mereka. Namun Al Kitab, As Sunnah serta Ijma adalah patokan kebenaran.

Berkata Al-Baaji Rahimahullah: “Cukuplah kesepakatan (ijma’) ulama salaf (yang berpedoman dengan ru’yah, bukan hisab) sebagai sanggahan untuk meruntuhkan pendapat mereka.” (Lihat, Fathul bari 4/127).

Sedikit catatan ini semoga bermanfaat dan mengingatkan kita bahwa persatuan akan terwujud dengan kembali kepada bimbingan Rasulullah ﷺ, bukan dengan fanatisme golongan, hawa nafsu atau muhdatsatul umur. Allahu a’lam bishshowab

(Abu Ismail, ghafarallahu lahu wa liwalidaihi wa lijami’il muslimin)

baca: Dengan Hisab Falaki Hadits Nabi Tak Lagi Dihargai