Problematika Umat
Problematika Umat oleh Admin

haruskah taat berdiam di rumah ? bagaimana ekonomi saya ?

4 tahun yang lalu
baca 6 menit
Haruskah Taat Berdiam Di rumah ? Bagaimana Ekonomi Saya ?

Haruskah Taat Berdiam Di rumah ? Bagaimana Ekonomi Saya ?

Pertanyaan:

Afwan ustadz ana minta bimbingan terkait himbauan pemerintah untuk tetap tinggal dan beraktifitas di rumah. Ana mau meminta faidah terkait jualan keliling. Apakah kalo kita berjualan keliling makanan termasuk ke dalam tidak taat kepada pemerintah sedang saat ini kalo tidak berjualan keliling belum ada alternatif usaha yang lain ustadz, dan juga semisal bekerja di lain daerah yang setiap hari pulang bagaimana ustadz jazakumullahukhoiron wa barokallahufiikum

Jawaban:

Pemerintah meminta masyarakat untuk bekerja dari rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah. Himbauan ini dibangun diatas alasan yang sangat kuat sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus Corona atau COVID-19.

Perintah waliyul amr ini mengandung maslahat yang sangat besar dan luas, baik untuk individu, keluarga dan masyarakat umum, juga selaras dengan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah serta qowaid syar’iyyah seperti sabda Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam

لا ضرر ولا ضرار

“Tidak boleh berbuat mudarat bagi dirimu dan memudaratkan orang lain.” (HR. Ad daruquthni, Al Hakim dan Al Baihaqi dari shahabat Abu Sa’id Al khudri)

ANCAMAN COVID-19 SEBAGAI PANDEMI GLOBAL

COVID-19 yang sudah dinyatakan sebagai pandemi global, penyebarannya demikian cepat. Mudarat bagi keselamatan jiwa juga sangat besar.

Sangat menyedihkan ketika seorang teridentifikasi positif terpapar COVID-19, protokol kesehatan yang direkomendasikan sangat ketat sebanding dengan bahaya yang ditimbulkan virus ini. Pasien akan diisolasi selama pengobatan, keluarga pun tidak bisa mendekat. Seandainya pasien positif Corona meninggal, jenazah akan dimakamkan dengan protokol kesehatan yang juga ketat, mungkin dimakamkan dengan peti dan tidak dihadiri pemakamannya kecuali beberapa orang saja.

Kita tidak bisa membayangkan jika seorang sejatinya positif terjangkit Corona namun secara fisik tidak tampak gejalanya, kemudian dia bergaul dengan ratusan manusia karena tidak mempedulikan seruan pemerintah, menyelisihi perintah Alloh dan Rasul-Nya, tidak peduli keselamatan dirinya dan masa bodoh dengan keselamatan orang lain, berapa banyak manusia akan terdampak ? Lalu seandainya yang seratus itu pun tidak peduli dengan mudarat atas dirinya atau atas orang lain niscaya kerusakan akan sangat besar, biidznillah.

Melihat bahaya ini, kita lihat pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA) bersama Para ulamanya mengambil langkah-langkah yang patut disyukuri, sebagai upaya agar kaum muslimin di Kerajaan Saudi Arabia bahkan di dunia selamat dari wabah Corona. Visa Umroh sementara dihentikan, bahkan jamaah yang sudah sampai di Dzul Hulaifah pun dipulangkan, masjid-masjid sementara tidak ditegakkan sholat Jumat dan sholat lima waktu kecuali Haramain, dan upaya upaya lain termasuk menghentikan semua akses masuk seperti penerbangan dari negara negara yang terjangkit Corona juga ditempuh. Semua itu untuk maslahat yang besar, dunia dan akhirat.

Tidak terkecuali pemerintah kita, juga telah mengupayakan banyak hal untuk kemaslahatan kaum muslimin dan warga negara republik Indonesia secara umum. Termasuk anjuran untuk tinggal bersama keluarga, bekerja di rumah dan beribadah di rumah.

Kita kaum muslimin terlebih salafiyyin, Ahlus Sunnah Wal jamaah diuji untuk melaksanakan perintah Alloh dan Rosul-Nya untuk taat kepada waliyyul Amr.

Ketaatan itu bukan hanya dalam hal hal yang kita suka, namun dalam hal yang kita merasa berat menerimanya karena merugikan ekonomi kita misalnya, juga wajib ditaati. Di saat itulah kita diuji.

UPAYA MEMINIMALISIR DAMPAK EKONOMI

Benar, dengan kita di rumah ekonomi sebagian besar kita akan terganggu. Pedagang kaki lima, pedagang asongan, buruh harian, dengan tinggal dirumahnya akan sangat terpengaruh neraca ekonominya.

Namun yakinlah bahwa, siapa yang meninggalkan sesuatu karena Alloh, Alloh akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik. Termasuk saudara penanya, semoga Alloh mengganti kan untuk anda sesuatu yang lebih baik.

Sejenak kita ingat bagaimana dahulu para shahabat Muhajirin, meninggalkan Mekah, untuk hijrah ke Madinah. Membela Alloh dan Rasul-Nya. Semua ditinggalkan, rumah, pekerjaan, harta kekayaan, kerabat, belum lagi kesedihan emosional meninggalkan kampung halaman, ditinggalkan menuju Madinah dalam keadaan belum tahu di mana tinggal, pekerjaan apa yang akan dilakukan. Yang jelas mereka meninggalkan itu karena Alloh. Alloh pun memuliakan para shahabat…

BERUPAYA PRODUKTIF DI RUMAH

Terkait dampak ekonomi yang sama sama kita rasakan, dengan memohon pertolongan kepada Alloh, cobalah untuk kita produktif di rumah, berusaha untuk mandiri tidak mengulurkan tangan pada orang lain. Kita coba berusaha, apa yang mampu kita kerjakan, kita kerjakan. Tanah pekarangan yang tersisa bisa ditanami bayam, singkong, atau sayuran yang cepat dipanen. Polibag polibag atau ember ember bekas yang tidak terpakai bisa di tanami sayuran.

Bagi yang memiliki kemampuan membuat makanan ringan di rumah, bisa diproduksi dan dijual di zona yang masih aman seperti para tetangga, kerabat dekat dengan terus menerapkan protokol kesehatan.

TA’AWUN ‘ALAL BIRRI WAT TAQWA

Saling membantu diatas kebaikan dan takwa adalah salah satu solusi menghadapi problem ekonomi. Ini adalah prinsip islam yang tidak boleh kita lupakan. Asatidzah perlu kiranya mengingatkan dan menggerakkan kaum muslimin untuk mewujudkan prinsip ini di masa masa sulit.

Ketika para shahabat hijrah ke Madinah, para shahabat Anshor tidak tinggal diam, suasana saling membantu di atas kebaikan dan taqwa sangat tampak dan demikian indah, sehingga kendala-kendala ekonomi yang dihadapi Muhajirin pun teratasi dengan izin Alloh. Disamping pahala dan keridhoan Alloh terlimpah kepada mereka Muhajirin dan Anshor.

Dahulu di Madinah, ada para shahabat yang tinggal di salah satu bagian yang menempel Masjid Nabawi, mereka dikenal dengan ahlussuffah, mereka tidak memiliki tempat berteduh di Madinah, tidak memiliki keluarga, belum memiliki pekerjaan, kesibukan mereka menuntut ilmu di majelis Rasulullah shallallohu’alaihi wasallam. Dengan ta’awun, hajat-hajat shahabat yang kekurangan terselesaikan dan menjadi sangat ringan.

Diantara sabda Rasulullah shollallohu’alaihi wasallam dalam bab ini adalah hadits Jabir bin Abdillah, beliau berkata:

سمعت رسول الله ﷺ يقول: طعام الواحد يكفي الاثنين، وطعام الاثنين يكفي الأربعة، وطعام الأربعة يكفي الثمانية.

Dari Shahabat Jabir: Aku mendengar Rasulullah bersabda: Makanan satu orang cukup untuk dua, makanan dua orang cukup untuk empat, makanan empat orang cukup untuk delapan (HR. Muslim).

Di masa-masa seperti ini masing masing kita juga berusaha mendidik keluarga untuk sabar, qana’ah, kemudian sederhana dalam nafaqah sebagaimana Alloh firmankan dalam Surat Al A’raf:

وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

“…makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf : 31)

Di saat-saat seperti ini peran seorang kepala rumah tangga untuk mendidik keluarganya, putra putri dan istrinya juga sangat terasa.

Mari kita taati penguasa kita, Mari kita peduli dengan keselamatan kita, keselamatan keluarga kita, keselamatan orang lain, Semoga Alloh mudahkan kita semua untuk bersabar menghadapi ujian-Nya, dan semoga Alloh berikan kepada kita semuanya keberkahan, juga pemerintah kami, presiden kami semoga mendapatkan Taufiq dan kemudahan dari Mu, Ya Rabbana. Amin., (Abu Ismail Muhammad Rijal, ghofarollohu lahu wa liwalidaihi wa lisaairil muslimiin)