Corona mereda, Kembali Makmurkan Masjid
Pertanyaan:
Pemerintah sudah mengizinkan kaum muslimin shalat di masjid dengan tetap menerapkan protokol. Bagaimana sikap kita, apakah kita tetap dirumah sampai virus Corona benar benar hilang di dunia ?
Jawab:
Kita tidak tahu sampai kapan virus Corona berujud. Dua tahun lagi, empat tahun, delapan, sepuluh atau berapa tahun lagi. Bisa jadi hari ini hilang seketika, atau virus Corona akan terus berkembang, muncul varian varian baru. Allahu a’lam.
Pandemi corona adalah masalah besar, menyangkut hajat semua manusia, menyangkut stabilitas negara. Maka pemerintahlah yang semestinya menimbang dan menilai, dengan sekian aspek timbangan.
Beberapa waktu lalu Pemerintah memerintahkan masyarakat shalat di rumah, dan menutup masjid masjid. Kita pun mentaati untuk kebaikan dan kemashlatan yang rajih.
Bukan hanya pemerintah Indonesia yang memerintahkan masyarakatnya shalat di rumah. Termasuk pemerintah kerajaan Saudi Arabia, sebagai kiblat kaum muslimin di dunia. Bahkan pemerintah kerajaan juga menutup untuk sementara Masjidil haram dan masjid Nabawi. Kita yakin semua itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan syar’i.
Kemudian setelah berjalannya waktu, pemerintah mengizinkan untuk dibukanya kembali masjid masjid. Keputusan tersebut tentu juga dengan pertimbangan-pertimbangan syar’i, termasuk menimbang situasi dan kondisi pandemi.
Dalam kondisi ini, sudah seharusnya kaum muslimin bersemangat menunaikan shalat lima waktu di masjid dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Bukan kemudian menanti statement pemerintah atau WHO yang menyatakan bahwa virus Corona sudah tidak ada di dunia. Sampai kapan ?
Dalam kesempatan ini, sejenak kita baca atsar Shahabat Abdullah bin Mas’ud Al-Hudzali radhiyallahu’anhu yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shahihnya, semoga memberikan semangat dan faedah bagi kita.
Berkata Shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu
مَن سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا، فَلْيُحَافِظْ علَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بهِنَّ، فإنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ سُنَنَ الهُدَى، وإنَّهُنَّ مَن سُنَنَ الهُدَى، ولو أنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ في بُيُوتِكُمْ كما يُصَلِّي هذا المُتَخَلِّفُ في بَيْتِهِ، لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ، ولو تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ، وَما مِن رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فيُحْسِنُ الطُّهُورَ، ثُمَّ يَعْمِدُ إلى مَسْجِدٍ مِن هذِه المَسَاجِدِ، إلَّا كَتَبَ اللَّهُ له بكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً، وَيَرْفَعُهُ بهَا دَرَجَةً، وَيَحُطُّ عنْه بهَا سَيِّئَةً، وَلقَدْ رَأَيْتُنَا وَما يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ، وَلقَدْ كانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى به يُهَادَى بيْنَ الرَّجُلَيْنِ حتَّى يُقَامَ في الصَّفِّ.
‘Barang siapa suka untuk bertemu Allah Subhanahu wata’ala besok (pada hari kiamat) dalam keadaan muslim, hendaknya ia memelihara shalat lima waktu, di mana pun disuarakan azan (berjamaah di masjid -pent). Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah mensyariatkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam jalan-jalan petunjuk. Dan sesungguhnya shalat lima waktu (dengan berjamaah) termasuk jalan petunjuk. Kalau saja kalian melakukan shalat di rumah sebagaimana kebiasaan shalatnya orang yang tidak mau berjamaah, niscaya kalian telah meninggalkan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, jika demikian pasti kalian tersesat. Tidaklah salah seorang di antara kalian bersuci, dia sempurnakan wudhunya, lalu pergi menuju ke masjid dari masjid-masjid ini, kecuali Allah Subhanahu wata’ala catat dengan setiap langkah baginya kebaikan, mengangkat derajat baginya dan menghapus darinya kesalahan. Aku benar-benar melihat di antara kami, tidak ada yang meninggalkan shalat berjamaah, kecuali orang yang benar-benar munafik. Sungguh pernah terjadi seorang lelaki diantar ke masjid, dipapah di antara dua orang, sampai diberdirikan dalam shaf’.”